Social Distancing Dinilai Tidak Efektif Saat Diberlakukan PSBB

Saat awal menerima wabah Covid-19 ke Indonesia, respons pemerintah sangat menyepelekan, karena virus tidak terlihat oleh mata. Terkait dengan keyakinan tidak berdasar, menyimpulkan virus ini akan mati dengan sendirinya terbang panas mengingat indonesia terletak di posisi silang khatulistiwa, dengan cuaca tropis yang panas sepanjang masa. 
 
Karena respons yang tidak cepat tanggap terhadap perpindahan virus di awal, berdampak pada saat ini. Dimana sudah dua bulan lamanya seluruh masyarakat diharuskan untuk tetap di rumah atau jaga jarak aman agar tidak tertular untuk memutus rantai distribusi virus lebih luas.
 
Memasuki dua bulan masyarakat berada di rumah saja sepertinya sudah mulai mengalami kejenuhan akibat tidak bebas beraktivitas. Sehingga saat kebijakan tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dikeluarkan oleh pemerintah, masyarakat justru semakin banyak terlihat beraktifitas di luar rumah. 
 
Seharusnya PSBB  dilakukan saat awal Covid-19 masuk ke Wilayah Indonesia melalui DKI yang saat ini masih menjadi wilayah pandemi terbesar Corona di Indonesia, yang juga selain sebagai ibukota provinsi juga sebagai ibukota negara.
 
Karena, fungsi negara sesuai pembukaan UUD 1945 alinea 4, membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia. Fungsi tersebut terus dibutuhkan dalam kondisi normal maupun tidak normal.
 
Negara berperan besar melakukan upaya pencegahan atau penangkalan terhadap situasi yang tidak normal. Utamanya seperti saat ini Indonesia sedang menghadapi wabah pandemi Covid-19.
 
Dimana negara dalam hal ini yang dijalankan oleh pemerintahan baik pusat maupun provinsi/daerah dapat menggerakkan semua perangkat pendukung pemerintahan hingga merata ke seluruh pelosok nusantara secara menyeluruh dan efektif. Karena setiap orang berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya (UUD 1945, Bab XA, pasal 28 A).
 
Semenatara itu, akibat kebijakan PSBB baru diberlakukan saat ini mengakibatkan banyak pejabat negara lain ditarik oleh negara masing-masing. Hal ini dianggap Pemerintah Indonesia tidak mampu melakukan upaya tindakan yang efektif untuk mencegah dan menyikapi dengan tepat penghentian penyebaran virus corona.
 
Banyak waktu terbuang untuk berdebat dan ragu dalam mengambil keputusan/kebijakan publik karena harus melakukan penyesuaian sinergitas dan koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi seperti di DKI disebabkan adanya perbedaan politik antara keduanya sehingga masyarakat menjadi korban.
 
Upaya stay at home sudah dipatuhi tapi di sisi lain pemerintah juga tanpa sadar melakukan kebijakan-kebijakan yang bertolak belakang dengan upaya social distancing. Seperti adanya mengumpulkan banyak orang untuk membagikan bantuan dari pemerintah.
 
Tanpa disadari ini membuyarkan upaya yang sudah dilakukan masyarakat dalam beberapa waktu untuk berada di rumah, agar tidak melakukan ibadah di tempat ibadah dengan cara berkumpul, atau ke pasar dengan jumlah orang banyak, sekolah, bekerja. Dan kegiatan lainnya yang melibatkan banyak orang akibatnya situasi semakin tidak objektif dalam upaya  memutus rantai penyebaran Covid-19.
 
Ditambah dengan kebijakan pemerintah mengeluarkan para napi tahanan dengan alasan untuk melindungi hak azasi mereka terkena virus corona dengan dasar harus melakukan social distancing. 
 
Namun pemerintah lupa dampak dari mengeluarkan napi dalam kondisi negara sedang tidak normal justru disitulah momen para napi melakukan upaya-upaya kriminalitasnya. Apalagi untuk napi seluruh Indonesia, kalau sudah dibebaskan sulit memantau dan mengontrol mereka dalam situasi seperti ini.
 
Indonesia amat luas dan sudah terbukti di beberapa wilayah Indonesia, para napi yang dilepaskan melakukan aksi kriminalitasnya. Hal ini semakin menambah ketakutan dan kecemasan di masyarakat kehadiran mereka tersebut. 
 
Kemudian kebijakan kartu pra kerja yang berfungsi untuk melatih para calon pekerja dalam situasi pandemi seperti ini. dan menrut saya itu bukan pilihan bijak tentunya. Karena yang utama saat ini adalah alokasi anggaran untuk membantu masyarakat yang terdampak paling besar yaitu orang miskin atau masyarakat yang terkena PHK, dan masyarakat yang kehilangan penghasilan. Serta setelah keadaan negara mulai normal dan masyarakat selamat terhindar dari Covid-19 untuk selanjutnya barulah kebijakan kartu pra kerja tepat diwujudkan. 
 
Kehadiran turis China dalam jumlah banyak yang dipersilahkan pemerintah masuk ke Indonesia dengan mudah, saat masyarakat resah akibat wabah virus berasal dari China untuk dijaga dan dilindungi, tentu ini semua adalah kebijakan yang tidak tepat dalam situasi seperti ini. Fokus dari DPR yang memaksakan kehendak dalam mensahkan UU omnisbus LAW saat negara secara nasional diserang wabah Corona, itu juga dikhawatirkan. Sebab mensahkan UU harus dalam keadaan normal, tenang dan jernih agar UU yang dibuat benar-benar merefleksikan keinginan semua pihak secara adil.
 
Semua kebijakan yang tidak tepat ini bisa memicu gejolak masyarakat Indonesia. Dan secara umum dilihat dari sisi keamanan nasional Indonesia akan sangat riskan dan seharusnya diwaspadai serta dicegah tegas oleh pemerintah.
 
Jika upaya pemerintah pusat dan pemerintah provinsi tegas melakukan lockdown seperti di DKI sebagai wilayah pandemik terbesar Covid-19 di Indonesia pada saat awal wabah. Maka upaya pencegahan dan penanganan dampak hanya terfokus di wilayah DKI saja kala itu dan lebih mudah serta murah anggaran yang dibutuhkan untuk menyiasati situasi ini dari pada seluruh wilayah Indonesia harus terkena Covid-19 yang menyebar dari wilayah DKI sebagai sentral ekonomi Indonesia. 
 
Wilayah DKI sangat tinggi dinamika kegiatan interaksi terkait ekonomi yang juga otomatis pada jumlah orang yang berinteraksi dari DKI ke wilayah lainnya. Sejatinya kalau pemerintah sejak awal melakukan lockdown DKI otomatis penyebaran virus bisa segera berhenti serta rencana mudik yang biasa dilakukan mendekati Ramadhan dan Lebaran juga dapat ditiadakan karena yang paling utama saat ini adalah keselamatan nyawa masyarakat.
 
Sudah dua bulan Covid-19 singgah di Indonesia, di saat ini pemerintah baru membuat kebijakan memberlakukan PSBB, di sisi lain terlihat geliat aktivitas masyarakat di luar rumah dengan macam alasan. 
 
Ada yang harus kerja, masih melakukan ibadah dengan cara berkumpul dan bahkan karena dampak Covid-19 juga sangat besar membuat melemahnya ekonomi masyarakat. Sehingga ada sekelompok masyarakat yang akan melakukan demo untuk menuntut pemerintah agar bertanggungjawab terhadap kondisi ekonomi yang mereka hadapi. 
 
Bila tidak tegas pemerintah menyikapi hal ini maka akan sia-sia upaya seluruh masyarakat selama ini untuk berada di rumah saja. Dimana bukan waktu yang pendek dilalui selama ini untuk stay at home karena masyarakat sudah mengalami kebosanan/ kejenuhan yang tinggi membuat mereka nekat untuk keluar rumah. 
 
Jika tidak segera hilang Covid-19 akibat dari semua keadaan tersebut, sampai kapan stay at home ini berakhir. Sejatinya manusia adalah sebagai makhluk sosial selain makhluk individu.
 
Sesuai amanah UUD 1945 Bab X pasal 27 ayat 3, setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri (UU RI No.30 tahun 2002, Bab II pasal 2). 
 
Upaya pemerintah yang maksimal ditambah kesadaran rakyat untuk tertib/patuh dan taat terhadap kebijakan yang diberlakukan pemerintah merupakan sebuah keharusan menghadapi social distancing. Ini untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
 
Namun pemerintah dan rakyat harus bisa melihat dengan jeli dalam kondisi wabah seperti ini mana yang paling utama. Memutus rantai penyebaran Virus Corona demi keselamatan nyawa manusia atau ekonomi yang juga dibutuhkan untuk mendukung kehidupan manusia, karena butuh pangan selama berada di rumah saja. Ini menjadi dua hal yang menjadi tolak ukur yang terus tarik menarik.
 
Bila PSBB tidak efektif sementara bantuan sudah banyak digelontorkan pemerintah, sampai kapan masyarakat harus berada di rumah. Bukan semata fisik yang terkungkung tetapi juga psikis terganggu karena sebelumnya masyarakat dengan bebas dapat melakukan aktivitas pekerjaan di luar rumah (kebiasaan yang memang bertolak belakang) dan khawatir berdampak pada kondisi jenuh massal dan berakibat rusuh lingkungan sosial masyarakat dampaknya social distancing menjadi tidak efektif.
 
Di sisi lain saatnya negara yang berfungsi sebagai penjaga dan pelindung rakyat untuk memiliki dan menyiapkan sedini mungkin upaya efektif.
 
Bila negara dalam keadaan tidak normal karena adanya gangguan, hambatan atau ancaman apapun baik dari luar maupun dari dalam Indonesia. Seluruh masyarakat Indonesia harus siap, untuk terwujudnya lingkungan kondusif dari gangguan dan ancaman serta hambatan tadi.
 
Maka demikian dibutuhkan persiapan amunisi/ bekal yang mumpuni serta kondisi mental masyarakat yang harus dibentuk memiliki karakter yang siap dalam keadaan normal atau tidak untuk menghadapi situasi tak terduga, menjadikan Standard Operational Procedure (SOP) sebagai pedoman/ pegangan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh bangsa Indonesia.
 
Dalam proses kehidupan berbangsa yang sulit diprediksi seperti apa ke depan musibah / bencana yang muncul di kemudian hari dengan memprediksi kesulitan. Maka format yang jelas harus ada, bukan hanya perangkat pelaksananya tetapi juga upaya / cara yang terukur dan menggunakan produksi dalam negeri. (sl / kompas)
 
 
Jakarta, 21 April 2020
Dr SusiLawati MSi (Han)
Wakadep 1 LuKamNas DPP PD