Ana Ahsanal Huda, M.Pd-Wakil Walikota LIRA Malang, dalam sesi diskusi. (Foto lstimewa)

Polemik Lapangan Voli Pantai Batal jadi Venue Porprov, LIRA: KONI Jangan Diam

Suaralira.com, Kota Malang - Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) turut memberikan sorotan ihwal batalnya lapangan bola voli pantai di Kota Malang yang batal jadi venue untuk Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) IX Jawa Timur. Dua lapangan voli pantai yang ada di kawasan GOR Ken Arok itu saat ini tengah dalam proses pembangunan. 
 
Dalam hal ini, Wakil Wali Kota LIRA Malang, A. A. Huda menilai, permasalahan tersebut harusnya dapat dipandang tidak hanya dari satu arah. Salah satu hal yang menurutnya harus diingat adalah bahwa gelaran tersebut tak hanya bertumpu pada kewenangan pemerintah daerah saja. 
 
Huda mengatakan, selain Pemerintah Kota (Pemkot) Malang sebagai salah satu tuan rumah, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) juga memiliki peranan besar dalam penyelenggaraannya. Pun jika terdapat kendala, peran KONI yang memiliki struktur organisasi hingga di tingkat daerah sangatlah diperlukan. 
 
"Dari informasi yang sudah banyak beredar, kita sudah tahu masalahnya. Yakni KONI Jawa Timur tidak memberikan rekomendasi penggunaan lapangan itu jadi venue. KONI Jawa Timur yang mengeluarkan SK venue. Seharusnya KONI Kota Malang juga menjadi bagiannya," jelas Huda. 
 
Artinya dirinya menilai bahwa seharusnya KONI Kota Malang turut memberikan pertimbangan kepada Pemkot Malang melalui perangkat daerahnya, terkait lapangan yang diusulkan menjadi venue tersebut. Dalam hal ini adalah Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar). 
 
"Harusnya kan Disporapar banyak koordinasi dengan KONI. Apalagi batalnya venue itu, berkaitan langsung dengan teknis penyelenggaraan sebuah olahraga. Itu kan hanya soal pasir yang disebut tidak sesuai. KONI seharusnya juga paham soal aturan yang saat ini diributkan menjadi alasan keruwetan batalnya venue itu," bebernya. 
 
Artinya, jika KONI Jatim memutuskan untuk tidak merekomendasikan hal tersebut karena hal teknis, ia menilai bahwa seharusnya KONI Kota Malang dapat mengetahui hal itu terlebih dulu. Karena tentunya, KONI Kota Malang terus melakukan koordinasi dengan KONI Jawa Timur terkait persiapannya. 
 
"Ini kan soal persiapan. Kalau seandainya KONI Kota Malang menyampaikan masalah spesifikasi pasir lebih dulu kepada Disporapar, seharusnya hal itu dapat dicegah. Karena tentu ada rekomendasi-rekomendasi lain yang bisa dilakukan sebagai persiapan lebih awal," tuturnya. 
 
Termasuk di dalamya, kemungkinan untuk memilih alternatif penggunaan pasir lain yang direkomendasikan sebagai pengganti pasir yang sesuai peruntukannya. Sehingga, perencanaan dapat dilakukan lebih matang untuk meminimalisir hal-hal tak terduga yang tidak diinginkan. 
 
"Apalagi informasinya pasir itu hanya perlu dilakukan pengayaan agar spek nya bisa jadi sesuai dan dapat digunakan untuk event. Buktinya, setelah diayak pasir itu dapat digunakan untuk latihan atau event lain. Keputusan batalnya venue itu kan disebut karena proses treatment pasir yang balapan dengan dikeluarkannya SK Venue Porprov," jelasnya. 
 
Sehingga dalam hal ini dirinya menyimpulkan bahwa perencanaan yang tidak matang dari penyelenggara. Baik Pemkot Malang melalui Diaporapar maupun KONI melalui kepanjangtanannya di daerah. 
 
"Kalau anggaran tidak siap pun, bisa disampaikan lebih awal, sehingga tidak ada kesan untuk dipaksakan. Ini sudah menelan anggaran Rp 1 Miliar lebih, meski tidak percuma, itu adalah uang besar yang tidak bisa dihamburkan begitu saja," terangnya.
 
Ia menduga ada komunikasi yang terjalin kurang baik antara Disporapar dengan KONI Kota Malang. Hingga membuat informasi yang berkaitan dengan hal teknis seperti itu tidak tersampaikan. 
 
"Bisa jadi (ada pola komunikasi yang tidak baik) atau bisa juga KONI tak paham aturan (soal eksplorasi pasir pantai)," pungkasnya.
 
(Andik/sl)