Anggota Dewan Pengarah BPN Prabowo-Sandiaga, Fadli Zon.

Fadli Zon Sebut Metodologi Lembaga Survei di Indonesia Kuno

Jakarta, suaralira.com-- Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Fadli Zon mengatakan hasil survei yang dikeluarkan oleh sejumlah lembaga terkait elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden perlu dibuka, terutama menyangkut metodologi yang digunakan.

Hal ini ia sampaikan menyikapi hasil survei lembaga Charta Politika yang menyatakan bahwa elektabilitas pasangan capres dan cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin berada di angka 53,6 persen, sementara capres dan cawapres Prabowo-Sandi mendapatkan 35,4 persen.

Menurut dia, metodologi yang digunakan sejumlah lembaga survei saat ini sudah kuno alias ketinggalan zaman.

"Metodologi ini sudah kuno, dengan begitu melimpah ruahnya informasi yang luar biasa, tidak ada lagi dominasi informasi," kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, Selasa (27/3).

Politikus Partai Gerindra ini menerangkan bahwa media sosial saat ini dapat menjadi informasi alternatif dengan kecepatannya.

Fadli pun mengambil contoh pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 2016 silam. Kala itu, Donald Trump diprediksi kalah dari Hillary Clinton oleh hampir semua lembaga survei.

Dia melanjutkan, situasi serupa juga terjadi di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2017, di mana sejumlah hasil survei menempatkan kandidat petahana sebagai pemenang. 

"Namun saat pencoblosan, petahana justru tumbang," kata dia.

Hal lain yang juga patut dikritisi, menurut Fadli, yakni peran lembaga survei yang seharusnya bersifat independen dan transparan. Fadli menilai lembaga survei di Indonesia terkesan menjadi alat kampanye karena merangkap jadi konsultan poilitik.

"Kalau lembaga survei berhimpit dengan konsultan politik maka akan ada conflict of interest, dia akan menjadikan survei itu sebagai alat propaganda, alat kampanye dari yang membayar dia sebagai konsultan politik," tuturnya.

Terpisah, akademisi dari Universitas Ibnu Chaldun Musni Umar mengkritik hasil survei yang justru mengarahkan responden agar memilih sesuatu yang sudah diatur.

Meski data yang diperoleh berasal dari hasil wawancara, menurutnya, setiap orang baik itu responden maupun bukan, bisa berubah pilihan tergantung konteks dan situasi yang dihadapi.

"Fenomena yang kita saksikan di saat kampanye dengan hasil wawancara saya dengan masyarakat itu sama sekali tidak tercermin dari hasil survei yang ada," katanya.

Musni pun menyebut hasil survei sejumlah lembaga cenderung bias. Terlebih, dia menyebut, soal pendanaan survei tersebut juga misterius. 

"Jadi dia tidak mandiri, siapa yang mendanai tentu lembaga survei itu dia akan mengikutiyang mendanai," ujar Musni.

Sebelumnya, anggota Litbang Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Haryaddin Mahardika mengklaim hasil survei internal pihaknya menunjukkan perolehan elektabilitas antara Prabowo-Sandi dan Joko Widodo-Ma'ruf Amin nyaris seimbang.

Haryaddin mengatakan demikian merespons survei Litbang Kompas yang dirilis Rabu (20/3). Menurut dia hasil survei Litbang Kompas tak jauh berbeda dengan hasil survei tim Litbang BPN pada empat bulan lalu. 

"Sudah sangat tipis, sudah hampir dikatakan sebenarnya seri kalau tanding bola. Sudah bisa dikatakan imbang," kata Haryaddin di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Rabu (20/3). (mts/osc)

 

sumber : cnnindonesia