SuaraLira.Com, Meranti -- Hak Jawab Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti melalui Kepala Dinas Komunikasi Informatika Statistik dan Persandian, H. Febriady, atas desakan publik agar Bupati Asmar segera mencopot pejabat yang terbukti terlibat dalam praktik gratifikasi, justru dinilai publik sebagai bentuk pembelaan yang kontradiktif, menyesatkan, dan tidak menyentuh substansi persoalan, Sabtu (14/06/2025).
Dalam keterangannya, Alasan pertama, pemerintah kabupaten tidak bisa sembarangan untuk mengganti atau memutasikan pejabat tertentu dari jabatannya, kecuali yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin maupun pidana.
Febriady berdalih bahwa kepala daerah tidak bisa sembarangan memutasi atau mencopot pejabat tanpa adanya putusan hukum tetap (inkrah). Namun, pernyataan ini memperlihatkan ketidakpahaman terhadap konteks pemberitaan dan fakta-fakta hukum yang telah terbuka di persidangan KPK terhadap eks Bupati Muhammad Adil dan pejabat BPK RI Fahmi Aressa.
Pemkab Kepulauan Meranti dalam hal ini Kadis Kominfotik dalam memberikan Hak Jawab tidak memahami substansi dan esensi yang diberitakan. Padahal sebagai PPID seharusnya memahami konteks secara comfrehensif dan benar.
Salah satu data dan fakta mengatakan bahwa pada tanggal 8 Januari 2024 beberapa pejabat yang disinyalir ikut bekerja sama dan memfasilitasi serta memberikan setoran kepada Haji Adil dan Auditor BPK-RI Fahmi Aressa berdasarkan "Fakta Persidangan" malahan di angkat (Lantik) sebagai pejabat eselon II, yang sebelumnya hanya pejabat eselon III, Alih-alih mendapatkan sanksi, mereka justru diberi posisi strategis dalam pengelolaan anggaran daerah. Dengan kata lain, walaupun sudah berurusan KPK, terbukti melakukan pelanggaran hukum memfasilitasi atasan dan ikut serta bersama-sama. Seperti Fajar Triasmoko dan Khardafi serta yang lainnya. Ada kesan yang sangat kontroversial dan kontradiktif kenapa lebih memilih pejabat yang sering dan pernah melakukan pelanggaran hukum daripada mereka yang bersih dari rekam jejak pelanggaran apapun termasuk hukum pidana, untuk dipercaya sebagai pejabat yang mengelola uang rakyat. Tentu publik punya pandangan dan referensi yang berbeda dalam penafsirannya.
Referensi Hukum untuk diketahui, padahal pejabat tersebut sudah jelas melanggar ketentuan :
Publik mempertanyakan: mengapa Pemkab Meranti justru memilih mempercayakan pengelolaan keuangan daerah kepada figur-figur yang namanya sudah disebut dalam dakwaan KPK? Bukankah ini bentuk pembangkangan terhadap semangat reformasi birokrasi dan perbaikan tata kelola?
Padahal, ketentuan hukum sudah jelas. Selain Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, pejabat-pejabat tersebut juga patut diduga melanggar:
1). UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terkait KEJAHATAN JABATAN
(2). Pasal 55 KUHP (turut melakukan) sebagai aktor utama, dan Pasal 56 (ikut serta memfasilitasi).
(3). KUHP, Pasal 108, Pasal 221, Pasal 164 dan Pasal 165 serta Pasal 421.
(4). Pasal 1, UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
(5). PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
(6). PP Nomor 43 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan Dan Pemberantasan TINDAK PIDANA KORUPSI.
Terkhususnya pejabat tersebut telah melanggar PP nomor 94 tahun 2021 tentang Kedisplinan Pegawai Negeri dan Kode Etik. Sudah seharusnya pejabat WAJIB memahami dan tunduk pada aturan perundangan, berdasarkan PP Nomor 94 tahun 2021 didalam :
- Pasal 3 huruf (d) : PNS wajib mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pasal 4 Huruf (c) : PNS wajib mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan.
- Pasal 4 Huruf (d) yang menyatakan PNS wajib melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang membahayakan keamanan negara atau merugikan keuangan negara ;
- Pasal 5 Huruf (b) yang menyebutkan PNS dilarang menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain yang diduga terjadi konflik kepentingan dan jabatan ;
- Pasal 5 Huruf (f) tentang PNS dilarang memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang baik bergerak ataupun tidak bergerak, dokumen, atau surat berharga milik negara secara tidak sah.
- Pasal 5 huruf (g) tentang PNS dilarang melakukan pungutan diluar ketentuan.
- Pasal 5 huruf (h) tentang PNS dilarang melakukan kegiatan yang merugikan negara.
- Pasal 5 huruf (i) tentang PNS dilarang bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan.
- Pasal 7 tentang PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 5 dijatuhi Hukuman Disiplin.
Selanjutnya dalam :
- Pasal 36 Angka (1) yaitu Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana pasal 27 ayat (3) terdapat indikasi penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian keuangan negara, maka atasan langsung atau tim pemeriksa wajib berkoordinasi dengan aparat pengawas intern pemerintah.
- Pasal 36 Angka (2) yaitu Dalam hal indikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti, aparat pengawas intern pemerintah merekomendasikan Pejabat Pembina Kepegawaian untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum. (Jangan malah melindunginya apalagi memberikan penghargaan).
- Juga melanggar PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. dalam Pasal 1 : Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : Angka (1) Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah pengelolaan pegawai negeri sipil untuk menghasilkan pegawai negeri sipil yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Beberapa ketentuan, seperti Pasal 5 huruf (g) dan (h) PP 94/2021, secara eksplisit menyebutkan larangan PNS melakukan pungutan di luar ketentuan dan kegiatan yang merugikan negara. Maka, jika sudah ada indikasi keterlibatan, kepala daerah seharusnya membentuk tim khusus investigasi internal, bukan justru memberi promosi.
Rotasi Pejabat Sudah Berulang, Bukan Janji Masa Depan
Klaim Pemkab bahwa pelantikan baru akan dilakukan dalam waktu dekat juga dianggap mengaburkan fakta. Sejak Asmar menjabat sebagai Plt. Bupati dan kemudian definitif, telah dilakukan beberapa kali pelantikan pejabat, baik eselon II, III maupun IV. Justru pelantikan-pelantikan inilah yang memunculkan kritik publik karena dilakukan tanpa mengindahkan rekam jejak pejabat yang bersangkutan.
Meranti mendapatkan opini disclaimer dari BPK pada 2023 dan hanya naik menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada 2024. Ini menunjukkan bahwa pelantikan dan pengelolaan keuangan di era kepemimpinan Asmar belum mampu memperbaiki tata kelola keuangan daerah.
Kekurangan ASN, Alasan Lemah dan Tidak Berdasar
Selain itu, ada juga faktor bahwa di lingkungan Pemkab Meranti kekurangan pegawai akibat banyaknya pegawai yang mengajukan pindah keluar daerah.
Faktor ini juga menjadi pertimbangan, agar tata kelola pemerintahan dapat berjalan dengan baik.
Publik kembali mempertanyakan: sejak kapan dan berapa jumlah pasti ASN yang pindah? Jika tidak disertai data valid, ini hanya jadi dalih pembenaran.
Banyaknya ASN yang mengajukan pindah mutasi keluar daerah itu tahun berapa eskalasinya tentu harus pakai data bukan hanya kata-kata. Jika ada fakta apa gunanya kata-kata, begitulah Adagium Hukum berfilsafat. Di tahun 2024 awal Januari masih banyak ASN yang bagus dan baik dalam track recordnya selama berkarir termasuk untuk menduduki jabatan Eselon II, tapi tidak tau kenapa tidak masuk dalam radar Baperjakat. Apakah karena Baperjakat tidak berfungsi atau disalah fungsikan.?
Uji Kompetensi Cuma Formalitas, Pejabat Bermasalah Justru Dipertahankan
Saat ini Pemkab Meranti sedang melaksanakan uji kompetensi sebanyak 18 orang pejabat pimpinan tinggi pratama selama 2 hari di Pekanbaru, pada tanggal 11-12 Juni 2025.
"Ini merupakan salah satu upaya evaluasi kinerja masing masing kepala OPD dan dalam waktu dekat akan dilakukan pelantikan," sebut Febri dalam rilisnya pemkab.
Tidak ada salahnya dilakukan evaluasi atau uji kompetensi bagi para pejabat eselon II (PTP) dalam upaya memenuhi kebutuhan dan kemampuan kinerja dalam suatu organisasi. Namun, apalah gunanya jika yang di rotasi hanya itu-itu saja mereka yang dahulunya punya rekam jejak kurang baik. Hanya sebuah alasan dan pencitraan saja jika pejabat yang rekam jejaknya masih menyisakan dosa tetap dilibatkan malah di beri penghargaan ke tempat yang lebih bergengsi. Padahal sudah jelas melanggar PP Nomor 94 tahun 2021. Sayangnya, kenapa Pemda Kepulauan Meranti tidak pernah membentuk tim khusus dalam upaya menyelidiki adanya pelanggaran disiplin dan kode etik PNS serta adanya potensi melakukan pelanggaran hukum yang serius. Apakah dikarenakan keterlibatan dalam skala yang besar baik dari struktur diatas hingga dibawah yang terkontaminasi secara berjama'ah. Jujur saja dan terbukalah, karena yang dikelola ini uang negara atau rakyat bukan uang pribadi atau warisan keluarga. Ada pertanggungjawaban hukum disana yang mengikat ketika telah memutuskan berikrar dan bersumpah untuk mengabdikan diri kepada negara dan masyarakat.
Soal Setoran: Waktu dan Fakta Akan Membuktikan
Febriady juga membantah terkait dugaan adanya praktik setoran dari bawahan kepada atasan, sebagaimana yang terjadi di masa Haji Adil, masih berlangsung hingga kini.
Menurutnya narasi itu tidak benar dan mengada-ngada. Terlebih setelah kejadian OTT beberapa waktu lalu, cukup menjadi pelajaran, baik bagi kepala daerah saat ini maupun masing-masing kepala OPD ataupun pejabat lainnya.
Menanggapi bantahan soal praktik setoran masih berlangsung, publik hanya berkata: biar waktu yang berbicara ada atau tidaknya, kita tetap berpegang pada asas praduga tidak bersalah. Namun jangan lupa PPATK punya fungsi untuk mencatat dan menyelidiki rekening pejabat negara taupun daerah. Disamping itu adanya issue tersebut dikalangan masyarakat tentunya sudah diketahui secara umum. Namun perlu disampaikan juga, investigasi sudah dilakukan dan terkait kebenaran ataupun bukti bahwa benar atau tidaknya issue tersebut di kalangan masyarakat, saatnya di kemudian hari akan terbuka dengan sendiri faktanya. Tentu opini dan issue yang berkembang di masyarakat ada penyebabnya. Pemerintah seharusnya serius menyelidiki, bukan sekadar menepis dengan retorika. Biarlah waktu yang akan membuktikan.
WDP Bukan Prestasi, Tapi Alarm
Jika memang ada penyelewengan anggaran akibat setoran tersebut maka akan diketahui lewat laporan keuangan. Dan terkait hal itu ada tupoksi dari Inspektorat dan juga BPK, sebut Febri.
Dia menegaskan, bahwa BPK sudah mengeluarkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) keuangan daerah Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2024.
Artinya BPK sendiri sebagai pihak yang berkompeten sudah menyatakan bahwa laporan keuangan kita itu wajar, walaupun dengan catatan tertentu, jelasnya._
Lagi-lagi Pemkab Kepulauan Meranti dalam hal ini Diskominfotik tidak memahami apa substansinya. Mungkin Diskominfotik dalam hal ini PPID atau Humas nya Pemda Kepulauan Meranti tidak tahu apa saja temuan BPK-RI terkait Opini WDP, kenapa ada bahasa "Pengecualian". Apakah memahami maksud pengecualian tersebut atau tidak pernah melihat LHP BPK-RI terhadap kepatuhan dalam pengelolaan anggaran tahun 2024 tersebut baik secara umum maupun spesifik.
Kita bahas sedikit saja dan tak perlu banyak diulang karena sudah pernah naik dalam pemberitaan dahulunya.
Untuk diketahui pemberian Opini WDP tersebut dikarenakan adanya permasalahan yang signifikan antara lain :
1. Adanya permasalahan pada pembatasan dalam pemeriksaan untuk memperoleh bukti yang cukup dan tepat tentang berapa nilai utang belanja sebenarnya, yang belum dibayarkan untuk tahun 2024 (tunda bayar).
Hal ini perlu dipertanyakan terhadap entitas yang di audit terkait bukti-bukti yang diperlukan BPK dalam proses audit kenapa masih ada tidak diberikan secara utuh dan tepat. Informasi yang didapatkan dari sumber terpercaya dilapangan mengatakan, beberapa waktu lalu pada saat BPK meminta akun PPK dari LPSE untuk dapat di akses dalam proses audit, terkesan dipersulit oleh pejabatnya namun pada akhirnya diberikan juga. Patut diduga adanya upaya mempersulit BPK dalam melakukan akses dan proses auditnya. Jika hal ini benar adanya melanggar aturan perundangan sesuai Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Padahal, arahan Wakil Bupati Kepulauan Meranti, Muzamil Baharudin SM MM, pada saat rapat awal atau entry meeting dengan BPK RI Perwakilan Provinsi Riau yang dilaksanakan di Aula Gedung Kantor Bupati Kepulauan Meranti pada hari Jum'at tanggal 11 April 2025 yang lalu, sudah jelas meminta kepada seluruh Kepala OPD, PPK, KPA, PPTK, dan bendahara untuk proaktif terhadap pemenuhan panggilan terkait untuk memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan secara lengkap oleh BPK RI.
2. Perencanaan dan pelaksanaan APBD Tahun 2024 belum memperhatikan potensi pendapatan dan kemampuan keuangan daerah.
Patut dipertanyakan terhadap TAPD dalam proses mekanisme perencanaan dan penganggaran ditahun 2024 terkesan tidak profesional dan proporsional sehingga tidak terencana dan terdokumentasi dengan baik. Hal ini berimplikasi dalam proses pelaksanaan APBD di tahun 2024 yang kurang terukur serta kurang terarah.
3. Pertanggungjawaban atas realisasi Belanja Barang dan Jasa melalui mekanisme UP/GU tidak sesuai ketentuan.
Masih banyak ditemukan SPJ terkait pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun 2024 dalam pengelolaan keuangan daerah khususnya pencairan dana UP dan GU masih ada ketidaksesuaian dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.
4. Permasalahan ketidaksesuaian kualitas dan volume pekerjaan, ketidaktepatan penyesuaian harga satuan, dan ketidaksesuaian spesifikasi pekerjaan dalam pelaksanaan Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan, yang mengakibatkan kelebihan pembayaran.
Masih banyaknya temuan dilapangan terhadap mutu dan kualitas serta volume pekerjaan yang tidak sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. Diantaranya tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Dalam mengelola keuangan daerah dan pertanggungjawabannya setidaknya harus mengacu berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah oleh Kepala Daerah.
Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK bukanlah prestasi. Justru itu adalah peringatan keras bahwa tata kelola keuangan masih bermasalah. Pernyataan Diskominfo bahwa laporan keuangan “masih wajar” adalah bentuk penyederhanaan persoalan. Seharusnya pemerintah introspeksi: kenapa rekomendasi BPK masih terus diulang dan tidak ditindaklanjuti dengan tegas?
Publik Punya Hak Mengingatkan
Kepala Diskominfo Kepulauan Meranti itu mengapresiasi adanya kritikan dan masukan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten, baik melalui media massa atau lewat LSM maupun dari para tokoh.
Sesuai petunjuk pimpinan, kami mengajak untuk bersatu bersama membangun Meranti yang unggul, agamis dan, sejahtera, ajak Febriady.
Kami sepakat kritik membangun dari masyarakat dan unsur lainnya adalah hal yang sangat baik dalam upaya menjadikan Kabupaten Kepulauan Meranti lebih baik dalam tata kelola keuangan apalagi tata pemerintahannya di kemudian harinya. Kritik tidak terlepas dari tujuan dan niat yang bersih agar terjadi keseimbangan dalam mengatur pemerintahan agar tidak terjadi pelanggaran hukum yang disengaja dan akhirnya menjadi sebuah tabiat kebiasaan yang tidak baik.
Sebagai bagian dari masyarakat yang peduli terhadap tata kelola pemerintahan dan pengelolaan keuangan negara, kritik publik harus dipahami sebagai bentuk partisipasi konstitusional. Pemerintah bukan hanya dituntut taat prosedur, tapi juga taat nurani dan etika. Jika pejabat yang bermasalah terus dipertahankan, maka bukan hanya kepercayaan publik yang runtuh, tapi juga masa depan daerah yang dipertaruhkan.
Ketua Gerakan Mahasiswa Bersatu Provinsi Riau Maruli Purba,SH turut mengomentari situasi ini. Ia mengungkapkan bahwa ada sejumlah faktor yang kerap menjadi alasan kepala daerah mempertahankan pejabat yang diduga atau bahkan terbukti melakukan korupsi.
“Pertama, ada sifat serakah dan kepentingan pribadi. Kepala daerah mungkin tetap mempertahankan pejabat seperti itu karena berharap akan terus mendapat keuntungan dari keberadaan mereka,” kata Maruli.
Ia menambahkan, faktor lain yang tak kalah berpengaruh adalah biaya politik yang tinggi saat pencalonan kepala daerah.
“Mereka bisa jadi berutang budi kepada donatur atau sponsor yang punya kepentingan terselubung dan terhubung langsung dengan pejabat tersebut,” ujarnya.
Selain itu, ketergantungan pada jaringan kekuasaan juga membuat kepala daerah sulit mengambil tindakan tegas.
“Kepala daerah kadang takut merusak jaringan yang sudah menopang kekuasaannya. Mereka merasa akan dirugikan secara politik jika jaringan itu terganggu,” lanjutnya.
Maruli juga menyinggung soal ketakutan terhadap perlawanan dari pejabat yang memiliki pengaruh besar di internal pemerintahan daerah.
“Banyak pejabat bermasalah yang punya kekuasaan informal bisa lewat loyalis, akses ke anggaran, atau informasi sensitif. Ini bisa jadi alasan mengapa kepala daerah gamang untuk mencopot atau memutasi mereka.”
Lebih jauh, ia menyebut adanya ketakutan yang lebih dalam: dibukanya 'aib' sang kepala daerah sendiri.
“Kadang-kadang, pejabat yang diduga korup itu menyimpan ‘kartu As’. Mereka tahu rahasia atau punya bukti soal kesalahan kepala daerah sendiri. Maka kepala daerah memilih diam daripada membuka boroknya sendiri,” tegas Maruli.(Sang/sl)
Adapun Rilis Pemda yang dikirimkan ke grup rilis Pemkab dan dinaikkan oleh media online yang bekerjasama dengan pemkab, dan yang berhasil dihimpun, berikut linknya:
https://teamlibas.com/2025/06/11/terkait-desakan-copot-sejumlah-pejabat-ini-jawaban-pemkab-meranti/
https://mitrapol.id/terkait-desakan-copot-sejumlah-pejabat-ini-jawaban-pemkab-meranti/
https://wartautama.id/klarifikasi-terkait-pemberitaan-copot-sejumlah-pejabat-ternyata-ini-jawaban-pemkab-meranti/
https://mitramabes.com/terkait-desakan-copot-sejumlah-pejabat-ini-jawaban-pemkab-meranti/
https://www.suararakyat.info/2025/06/11/terkait-desakan-copot-sejumlah-pejabat-ini-jawaban-pemkab-meranti/
https://wartaporos.com/mobile/detail/6166/meski-ada-desakan-untuk-copot-sejumlah-pejabatternyata-ini-jawaban-pemkab-meranti
https://www.kabaran.id/2025/06/terkait-desakan-copot-sejumlah-pejabat-ini-jawaban-pemkab-meranti.html
https://www.buser24.com/terkait-desakan-copot-sejumlah-pejabat-ini-jawaban-pemkab-meranti/
https://www.sidik24jam.com/terkait-desakan-copot-sejumlah-pejabat-ini-jawaban-pemkab-meranti/
https://www.mediatargetbuser.id/terkait-desakan-copot-sejumlah-pejabat-ini-jawaban-pemkab-meranti/
https://www.kabarpesisirnews.com/2025/06/terkait-desakan-copot-sejumlah-pejabat.html
https://inspirasipublik.id/2025/06/11/terkait-desakan-copot-sejumlah-pejabat-ini-jawaban-pemkab-meranti/
https://sangkala.id/detail/1884/pemkab-meranti-tanggapi-soal-pemberitaan-desakan-copot-sejumlah-pejabat
https://www.kabarlintasriau.com/2025/06/terkait-desakan-copot-sejumlah-pejabat.html?m=1
https://sinkap.info/2025/06/pemkab-meranti-klarifikasi-soal-pemberhentian-pejabat-tersangkut-gratifikasi/