JAKARTA, SUARALIRA.com - Anggota Komisi VI DPR RI Eka Sastra mengatakan DPR akan mendorong diperkuatnya kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melalui RUU yang merevisi UU Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang saat ini sedang dibahas oleh DPR RI. Penguatan kewenangan KPPU dilakukan melalui penguatan secara kelembagaan, kewenangan, maupun anggaaran, agar terjadi harmoni harga-harga barang kebutuhan pokok dan tidak membebani masyarakat.
“Ketidakseimbangan harga selama ini karena ada kartel, mafia, sehingga terjadi monopoli, dan mereka ini yang menentukan harga, yang jauh lebih mahal dari harga seharusnya. Misalnya daging sapi yang seharusnya Rp 70 ribu dijual sampai Rp 120 ribu/Kg, minya goreng Rp 6000,- dijual Rp 9.000, juga gula Rp 6.000 dijual Rp 14.000,” kata Eka Sastra dalam Forum Legislasi ‘RUU Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat’ di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (30/8) kemarin.
Dalam UU juga denda harus diperberat bukan saja Rp 25 miliar, melainkan harus lebih berat lagi. Saat ini justru ada upaya untuk memperlemah KPPU, karena KPPU sudah bisa masuk komoditi nasional. Seperti gula, terigu, beras, daging, dan lain-lain. “Kalau KPPU kuat, maka akan menjadi inovatif, kreatif, dan masyarakat akan menikmati harga murah. Terlebih pendapatan masyarakat sebanyak 80 % adalah untuk kebutuhan pangan,” tambahnya.
Menurut anggota KPPU Saidah Sakwan, UU ini lahir pasca reformasi 1998, yang mandatnya hanya dua, yaitu terwujudnya demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. “Demokrasi politik sudah kita nikmati dengan adanya Pemilu secara langsung, tapi untuk menciptakan ekonomi masih angan-angan atau mimpi,” ungkapnya.
Karena itu RUU ini harus mereformasi dan konsentrasi pada semua basis industry, yang terstruktur, oligopoly, dan terintegrasi. Mengingat untung dari ayam potong saja bisa mencapai Rp 450 triliun/tahun. Padahal, kartel besarnya hanya dua, yaitu Thailand, dan Singapura.
Di Indonesia ada 20 market, dan direbut oleh 60 pengusaha local. Hanya saja sementara ini dari hulu ke hilir masih dikuasai kartel tersebut. “Celakanya di akhir tahun 2009, ada amandemen UU Peternakan dan Kesehatan Hewan, justru memperbolehkan kartel bermain di hilir. Akibatnya sebanyak 20 persen pesaing lokal habis, gulung tikar, dan 80 persen intiplasma terintegrasi dengan integrator, yang menentukan harga di pasar,” jelas Saidah.
Sugiono meminta DPR bersikap cerdas dan hati-hati dalam membahas RUU tersebut mengingat selama ini sering mengalami kekalahan di pengadilan. ‘Basisnya harus kuat mengingat banyak perusahaan besar tidak menginginkan KPPU kuat. Sebab, kalau KPPU kuat, maka untung mereka akan kecil,” ujarnya.
(Bambang/sl)