PEKANBARU, SUARALIRA.com - PT Pertamina (Persero) mengaku gerah dengan keberadaan pengecer bahan bakar minyak (BBM) di Provinsi Riau, karena mengambil untung relatif besar dari konsumen.
Kepala Cabang Pemasaran Pertamina Wilayah Sumbar-Riau, Ardian Aditya di Pekanbaru, Rabu, pihaknya telah berulang kali meminta pemerintah daerah (pemda) di Riau mengatur keuntungan pengecer BBM.
"Kami tidak memiliki otoritas tentukan harga eceran BBM, jika di luar lembaga penyalur resmi. Makanya kita serahkan ke masing-masing pemda, mengatur itu (untung pengecer)," ucapnya.
Menurut dia, hal tersebut mendesak dilakukan karena sebagian penduduk di Riau tinggal di wilayah pesisir, lalu pendalaman atau pelosok dan kepulauan.
Ardian menyebut, kewenangan PT Pertamina cuma sampai lembaga penyalur resmi baik SPBU, APMS dan pangkalan gas elpiji subsidi tiga kilogram di daerah.
Data terakhir pihaknya, provinsi itu saat ini memiliki 145 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan 44 Agen Premium dan Minyak Solar (APMS) tersebar di 12 kabupaten/kota terutama di kawasan padat penduduk dan jalur lintas Sumatera.
"Saat ini kan Premium, cuma Rp6.450 per liter di SPBU. Tapi ketika sampai di pendalaman seperti wilayah perkebunan sawit, harga Premium bisa Rp10.000 per liter. Bahkan di atas harga itu," terangnya.
Ia mengakui, para pengecer BBM terutama jenis Premium di Riau, setiap hari masih bawa jeriken ke SPBU demi melayani kebutuhan warga di kawasan pelosok atau pesisir.
Bagi mereka tinggal di kawasan kepulauan, pengecer menampung BBM baik jenis Premium dan Solar di APMS dengan gunakan drum berkapasitas 220 liter per unit.
"Kalau lembaga penyalur resmi seperti SPBU dan APMS, semuanya itu satu harga sesuai Keppres (Keputusan Presiden)," jelasnya.
Presiden Joko Widodo telah meminta PT Pertamina mengontrol harga BBM di tingkat pengecer, setelah meresmikan program BBM Satu Harga di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
"Tolong ini kawal betul, dikontrol, sehingga masyarakat bisa mendapat harga yang betul-betul kita inginkan. Kalau eceran mengambil untuk sedikit tidak apa-apa, tapi jangan seperti yang saya sebutkan," katanya.
Presiden mengakui, bahwa di seluruh Indonesia masih ada penjual BBM bersubsidi di atas harga yang ditetapkan, namun jumlahnya diminta untuk tidak terlalu tinggi.
"Di Jawa juga sama. Beli di luar SPBU harganya naik sedikit, itu wajar karena ada yang mengambil keuntungan. Tetapi kalau sudah Rp25.000, itu sudah tidak wajar karena belinya hanya Rp6.450," ujar Joko Widodo.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menargetkan, pemberlakuan kebijakan satu harga BBM di seluruh wilayah Indonesia efektif mulai 2017.
"Pelaksanaan kebijakan ini akan efektif berjalan tahun depan, setelah peraturannya selesai dibuat," katanya.
Menurut dia, arahan Presiden Joko Widodo untuk membuat satu harga BBM di seluruh Indonesia merupakan terobosan yang luar biasa.
"Harga BBM dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote akan sama semua, sehingga saudara-saudara kita di seluruh Indonesia dapat menikmati harga BBM yang sama," katanya lagi. (ant/sl)