Hari Gizi dan Kepedulian Sosial

Oleh: Ollies Datau
Presiden DPP LIRA
(Lumbung Informasi Rakyat)
 
Hari Gizi Nasional Tanggal 25 Januari 2020, selayaknya menjadi media introspeksi diri kita sebagai satu bangsa besar yang merdeka. 74 tahun Indonesia lepas dari penjajahan, kita bersyukur, generasi kita dan keturunanya lepas dari perihnya.
 
Sejarah dibatalkan, pada masa Kolonial Belanda membuat kebijakan Cultuur Stelsel (tanam paksa) yang sangat membuat rakyat menang. Kesialan pendahulu kita sebagai bangsa terjajah. Tidak berhenti di sana, saat lanjut dijajah jepang, penderitaan sebaliknya lebih perih dengan Romusha (Kerja Paksa).
 
Menurut WF Wertheim. Dari sekitar 300 ribu jiwa yang dikirim menjadi Romusha ke Sumatera, bahkan ke negara-negara Asia Tenggara, Burma, Thailand. Hanya sekitar 70 ribu jiwa yg bersyukur bisa pulang. Sisanya gugur dalam kerja paksa, menderita kurang makan, tersisa jasad kulit , tulang tak berdaging. Mayat tak dikubur, bergelatakan dijalan. Membayangkan penderitaan pendahulu kita,dalam setiap kata yg ditulis disini ada air mata mengalir.
 
Betapa beruntung mereka yg lahir setelah merdeka, tidak harus merasakan berpakaian Karung Goni gatal penuh Bakteri. Kita yang tidak lagi makan Nasi Dedak berkutu sekelas Makanan Bebek. Air bersih tersedia dimana-mana. Sesusahnya kita, masih bisa kenyang makan Nasi Kecap dan Tempe.
 
Demikian gambaran hidup orang Indonesia sekarang dalam generalisir. Yang kaya banyak, yang layak, sejahtera, menengah tidak sedikit. Yang menengah Kebawah juga lebih banyak, namun masih bisa makan dengan gizi. Yang Miskin bagaimana?
 
Data BPS Maret 2019, angka kemiskinan Indonesia 9.41 persen. Terlihat kecil dalam persen, tapi besar dalam angka 25,14 juta jiwa. Jiwa itu satuan, tidak bisa dibulatkan, artinya ada lebih banyak dari angka tersebut yg belum didetailkan. Definisi miskin, per-kapita menurut BPS, adalah  yang berpenghasilan 425.250 Rupiah per-bulan. Kira-kira bisa makan apa?
 
Definisi miskin di Indonesia masih tidak realistis bila dihitung per-nyawa. Di Amerika Serikat orang disebut miskin bila penghasilanya 8.05 juta sebulan. Sedangkan Bank Dunia mendefinisikan miskin dengan pendapatan 1,9 Dollar per-hari, atau sekitar 750 ribu. Kalau pakai ukuran tersebut, orang miskin di Indonesia bisa mencapai 75 Juta Jiwa. Bila diukur perkeluarga, disebut miskin bila berpenghasilan 1.9 juta/bulan. Masih lebih realistis.
 
National Geographic Indonesia merilis, "Asean China UNDP Report on Financing the Sustainable Development Goals (SDGs) in Asean melaporkan bahwa di seluruh Asia Tenggara, 36 juta penduduk hidup dalam kemiskinan. Dan 90 persennya tinggal di Indonesia dan Filipina." Artinya, kita masih harus banyak berbenah.
 
Tulisan ini tidak dibuat untuk menyalahkan siapa pun. Tidak Pemerintah hari ini, ataupun terdahulu. Karena siapapun yang memimpin Indonesia, pasti punya PR banyak untuk mengurus bangsa besar ini. Kita bersyukur, pemerintah kita hadir dan mengurus rakyatnya dengan program yang ada. Meskipun pasti ada kekurangan yang harus diperbaiki, Rakyat Indonesia tidak makan rumput seperti di Pedesaan Korea Utara.
 
"Dari pada sibuk mengutuk kegelapan, lebih baik jadikan diri lilin penerang."
 
Demikianlah LIRA hadir untuk menjadi penerang untuk negeri. Kita sadar, sebagian besar rakyat Indonesia sudah terpenuhi kecukupan gizinya. Namun sebagian kecil diantara mereka yg belum terpenuhi baik gizinya adalah fakta yang tidak bisa dipinggirkan. Justru menjadi misi besar Indonesia menuju 100 persen gizi baik.
 
Berbuatlah dari apa yang bisa kita lakukan. Jangan sekedar bicara tentang apa yg seharusnya dilakukan. Kader LIRA di seluruh Indonesia, harus memiliki jiwa kepedulian yang tinggi. Robtul Am (Peduli Kepada Tetangga), adalah satu misi terdasar yang harus kita sukseskan. Tidak boleh ada satu kader LIRA-pun yang boleh tidur nyenyak, bila disamping depan belakang, lingkungan tetangganya, masih ada yang tidak bisa makan.
 
Seharusnya tidak ada orang miskin di dunia ini. Bila semua mereka yang berkecukupan mau membagi milik mereka, kepada yang membutuhkan secara konsisten dan teratur. Tidak akan miskin orang yang berbagi pada orang lain. Karena mereka hanya butuh untuk makan dan bertahan hidup. Lainya biar mereka tetap berikhtiar sendiri sebagai kehormatan hidupnya. (realis) 
 
SATU PERBUATAN, LEBIH BERNILAI DARI 1000 UCAPAN.
Kepedulian kita, adalah solusi