PEKANBARU (RIAU), suaralira.com - Guna perdalam materi, maka Pansus tentang Rencana Umum Energi Eaerah (RUED) Provinsi Riau Tahun 2020-2050 DPRD Provinsi Riau, melakukan kunjungan kerja ke Desa Rantau Sakti Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Jumat (25/06/2021).
Dalam kunjungan yang dipimpin Ketua Pansus Husaimi Hamidi, didampingi anggota Pansus Syamsurizal serta OPD terkait, diterima Kepala Desa Rantau Sakti Kecamatan Tambusai Utara Purwadi beserta perangkat desa lainnya.
Husaimi Hamidi mengungkapkan, kunjungan tersebut sangat penting dalam memperkaya isi dari Perda RUED,
“Kehadiran kita disini dengan tujuan bisa memperkaya isi perda RUED ini. Sehingganya tidak asal-asalan, karena untuk merubahnya kembali butuh waktu 35 tahun berjalan. Selain itu, mendengar keluhan masyarakat Desa Rantau Sakti terhadap pengelolaan PLT Biogas," ujar Ketua Komisi III DPRD Riau ini.
Dalam hal ini, kata dia, Pansus meminta komitmen Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk bisa bersinergi dengan pemerintah hal memenuhi kebutuhan energi masyarakat Riau. Karena ungkap dia, Pansus menemui adanya salah satu Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) yang bersumber dari limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
PLTBg tersebut, kata Politisi PPP ini, dibangun oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan memakan biaya sekitar Rp35 Milyar tahun 2017 lalu, namun pengelolaannya tidak maksimal, dimana dari kapasitas listrik 1 MW, hanya terpakai kurang dari 300.000 Watt.
PLTBg ini, tambahnya, diserahkan oleh kementerian kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rokan Hulu, sementara Pemkab Rohul tidak punya Dinas ESDM. Sehingga, Pemkab menyerahkan pengelolaan ke desa tanpa payung hukum yang jelas.
Dalam minggu ini, Pansus mengundang PLN mempertanyakan komitmen PLN untuk membantu pemerintah menyusun RUED 2020-2050 ini. Sebab PLN merupa BUMN mesti dapat membantu program daerah yang terintegrasi sama program nasional.
Menurut Husaimi, PLN mesti mengaliri desa tersebut dengan listrik dan gas yang dihasilkan oleh PLTBg dialihkan saja menjadi gas LPG. Karena, jika dari hitung-hitungannya, penjualan dalam bentuk gas lebih menguntungkan ketimbang dalam bentuk listrik.
"Memang lebih untuk kesana (LPG), kita bisa gandeng investor, tapi payung hukum tak jelas, makanya kerjasama dengan pihak ketiga tak bisa dilakukan. Nantilah kita diskusikan lagi dengan PLN dan Dinas ESDM, kita koordinasi dulu dengan Komisi IV selaku mitra ESDM," imbuhnya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Riau lainya, Syamsurizal menambahkan, dalam pengelolaan PLT biogas Desa Rantau Sakti Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rohul akan ada kejelasan dari pihak terkait agar pengelolaan lebih profesional dan menguntungkan masyarakat, sehingga Raperda tentang RUED dapat mengakomodir kebutuhan dengan baik.
“Saya berharap kepada pihak terkait siapa yang akan mengelola PLT biogas ini agar ada titik terang sehingga pengelolaan lebih profesional dan pastinya yang lebih di untungkan itu adalah masyarakat,” harapnya.
Sedangkan dari Dinas ESDM Provinsi Riau, lanjut Politisi PAN ini, tidak bisa menganggarkan operasional maupun perawatan mesin PLTBg tersebut yang karena aset tersebut bukan merupakan aset Pemprov Riau.
"Sekarang operasionalnya dari retribusi warga sekitar, yang terpakai hanya 270 ribu watt, sementara kapasitas listrik 1 MW. Jadi biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan 1 MW hanga terpakai 270 ribu, kan mubazir," tutupnya.
Mendengar penjelasan tersebut, Kepala Desa Rantau Sakti menjelaskan tentang kondisi PLT biogas hanga hanya terpakai 30%, untuk itu dia berharap kepada pemangku kebijakan untuk mendapat kejelasan. Dikatakan, dapat dibayangkan saja jika bisa manfaatkan lebih dari itu dan juga saya berharap segala permasalahan PLT biogas ini segera selesai. **(ADV/DPRD Riau)