ROKAN HILIR (suaralira.com) - Pemprov Riau melalui Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlud) bersama Komis B DPRD Riau melakukan pertemuan dengan Konsulat Malaysia di Pekanbaru. Rombongan ini langsung diterima Konsul Malaysia di Pekanbaru Hardi Hamdin, Senin (27/6).
Mereka meminta pemerintah Malaysia segera melepaskan 19 nelayan asal Rokan Hilir yang ditangkap Polis Diraja Malaysia (PDRM), Jumat (24/6) dini hari. Mereka ditangkap karena diduga menangkap ikan melewati batas wilayah.
“Sebelum ke Konsul, kami sudah koordinasi dengan Lanal Dumai, Perwakilan KKP di Belawan, Kabid Pengawas Rohil, Polair untuk melakukan komunikasi intens dan keterangan
jelas perihal penangkapan nelayan Indonesia tersebut,” ungkap Kepala Diskanlut Riau Ir Tien Mastina kepada Riau Pos.
Dari pertemuan bersama Konsul Malaysia tersebut, memang pihak Malaysia meminta agar masalah ini serupa dengan kejadian waktu nelayan Aceh masuk Malaysia. “Karena murni untuk mencari ikan (sebagai nelayan, red), Insya Allah bisa dilakukan pembebasan sebelum Idul Fitri. Upaya kami demikian,” tambahnya.
Dilanjutkan Tien, Konsulat Malaysia juga langsung mengontak pihak Selangor terkait permasalahan yang terjadi dan berharap agar segera dilepas. Memang diakui Kadiskanlut Riau, secara aturan memang harus dilaksanakan sesuai aturan antar negara.
Pemprov Riau, lanjutnya, menindaklanjuti hal tersebut akan berangkat ke KKP bagian penindakan bersama Komisi B. “Bagaimanapun upaya tetap di KKP karena antarnegara. Selain itu kami juga mendapat informasi kalau Bupati Suyatno secara persuasif mau langsung ke Selangor. Ini tidak berat karena murni mereka nelayan dan mencari ikan,” jelasnya.
19 nelayan yang masuk wilayah Malaysia tersebut lanjutnya dominan berasal dari Panipahan, Rohil. Mereka ditangkap Polis Diraja Malaysia dan sekarang sedang ditahan di sebuah kantor di Selangor setara Dinas Perikanan. Mereka diusir, di Line 1 perairan yang masuk wilayah Malaysia, atau di sekitar depan Sinaboi.
“Mereka sudah ditangkap, terdiri dari tiga kapal, 19 nelayan. Ditangkap kapal dan ikan hasil tangkapan,” paparnya.
Secara singkat laporan dari Diskanlut Riau, sekitar 22 Juni 2016 dari jam 22.00 WIB hingga jam 23.00 WIB PDRM memeriksa 3 buah boat nelayan Indonesia yang sedang menjalankan aktifitas menangkap ikan mengunakan rawai di perairan Malaysia. Boat-boat tersebut bersama tekong dan awak telah ditahan hingga sekarang.
Ketua Komisi B DPRD Riau H Marwan Yohanis yang ditemui terpisah mengatakan pihaknya meminta kepada Konjen untuk menyampaikan ke pemerintah negaranya untuk lebih menghargai perbatasan wilayah antarnegera.
“Jangan sampai nelayan kita masih berada di wilayah Indonesia, tapi polisi Malaysia sudah melakukan pengusiran. Untuk itu ini akan kami sampaikan dan berharap agar aduan tersebut bisa diteruskan ke kedutaan negaranya,” kata Marwan.
Komisi B dan anggota yang ikut menemui Konjen Malaysia, Hardi Hamdin memberikan apresiasi yang positif dari Konjen yang kooperatif. Dari hasil pertemuan, 19 orang nelayan Riau asal Rohil sudah melewati batas wilayah Malaysia melakukan aktivitasnya.
‘’Faktanya ternyata memang sudah masuk ke wilayah Malaysia. Tapi kita berharap ada toleransi dari Malaysia. Karena mereka tidak melakukan tindak kejahatan kriminal, hanya masuk batas perairan Malaysia saat menangkap ikan. Itu pun karena mereka tidak tahu,’’ ujarnya.
Melihat persoalannya seperti itu, Komisi B, Dinas Perikanan dan Kelautan Riau menyampaikan pada Konjen Malaysia untuk Pekanbaru agar membebaskan mereka sebelum Idul Fitri.
Guna menjembatani penangannya, Komisi B melakukan konsultasi ke Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Ini melihat ke-19 orang nelayan Rohil itu ditahan oleh Dinas Perikanan Selangor. ‘’Kita bersama Dinas Perikanan dan Kelautan Riau berusaha agar ke 19 orang nelayan Rohil itu bisa dibebaskan sebelum Idul Fitri,’’ ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, adanya aduan dari para nelayan di seputaran gugusan pulau Jemur, Riau terkait pengusiran oleh polisi perairan Diraja Malaysia langsung ditanggapi oleh kalangan anggota DPRD Riau. Pada Selasa (21/6), Komisi B langsung melakukan konsultasi di Direktorat Jendral Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
Ketua Komisi B DPRD Riau, Marwan Yohanis mengatakan, berdasarkan hasil konsultasi tersebut maka keluhan masyarakat dan permintaan anggota DPRD langsung disampaikan ke Menteri Kelautan dan Perikanan. Dimana dalam pengaduan tersebut, ada delapan poin yang disampaikan untuk menjadi perhatian pihak kementerian.
Anggota Komisi B lainnya, Karmila Sari mengatakan, usai pelaporan ke Konjen Malaysia di Pekanbaru. Hasilnya karena bukan wewenang pihak Konjen di Pekanbaru, pihak Konjen menyarankan ke KBRI di Kuala Lumpur untukk koordinasi dengan Diskanlut Selangor.
“Karena ini berkaitan dengan dua negara, komisi B dan Diskanlut juga berkoordinasi dengan pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sambutan dari pihak Konjen bagus dan kooperatif. Mereka juga mengikuti perkembangan berita di media. Semoga dengan kerjasama semua, kejadian ini tidak terulang lagi,” tutupnya.
HNSI Rohil Kecam Penangkapan
Sementara Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Rohil mengecam penangkapan 19 nelayan dari Panipahan, Pasir Limau Kapas saat menangkap ikan di perairan Indonesia-Selat Melaka.
“Nelayan ditangkap Jumat (24/6) dini hari lalu oleh Polisi Diraja Malaysia dari tiga kapal yang diamankan,” Kata ketua HNSI Rohil Murkan Muhammad, Senin (27/6) di Bagansiapiapi.
Karena persoalan itu menyangkut negara, katanya, maka HNSI Rohil telah membuat laporan resmi kepada DPD HNSI Riau untuk dapat diteruskan ke tingkat pusat. Sehingga diharapkan HNSI pusat menyampaikan hal tersebut ke kementerian terkait.
“Hal ini harus disikapi segera karena penangkapan itu tak berdasar sama sekali,” kata Murkan.
Anggota DPRD Rohil ini sangat mengutuk sikap arogan penegak hukum di negeri serumpun tersebut karena nelayan yang ditangkap sedang menangkap ikan di perairan Rohil.