SuaraLira.Com, Meranti -- DPRD Kepulauan Meranti bersama Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti menggelar rapat paripurna dalam rangka penyampaian 16 Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) prioritas tahun 2025. Agenda ini berlangsung di Balai Sidang DPRD, Rabu (14/5/2025), dipimpin langsung oleh Bupati AKBP (Purn) H. Asmar dan Ketua DPRD H. Khalid Ali, SE.
Dari total 16 Ranperda yang diajukan, terdiri atas 10 usulan Pemerintah Daerah, 3 inisiatif DPRD, serta 3 Ranperda kumulatif terbuka. Di antara usulan strategis, dua isu menonjol jadi sorotan: perlindungan ekosistem mangrove dan penanganan sengketa lahan.
Bupati Asmar menegaskan pentingnya regulasi yang kuat untuk menyelamatkan kawasan mangrove Meranti yang terus mengalami degradasi akibat alih fungsi lahan, pembalakan liar, serta dampak perubahan iklim.
“Melalui Ranperda ini, kami ingin hadirkan payung hukum yang memastikan perlindungan, pengelolaan, dan pelestarian mangrove secara berkelanjutan,” tegas Asmar di hadapan peserta rapat yang terdiri dari unsur Forkopimda, OPD, tokoh adat, masyarakat, ormas, hingga insan pers.
Selain itu, Pemkab juga mengusulkan revisi Perda Pengelolaan Sampah untuk menyesuaikan nomenklatur instansi dan mengakomodasi aturan baru soal sampah spesifik sesuai PP Nomor 27 Tahun 2020. Revisi Perda Pajak Daerah dan Retribusi juga diajukan guna menyesuaikan tarif dan mendongkrak PAD.
Sementara dari sisi legislatif, DPRD menyoroti tingginya konflik agraria di Meranti dengan mengusulkan Ranperda Fasilitasi Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan. Ketua Bapemperda DPRD, Drs. Jani Pasaribu, MM, menyebut regulasi ini menjadi kebutuhan mendesak.
“Ranperda ini lahir dari banyaknya laporan masyarakat. Kita ingin membentuk mekanisme penyelesaian berbasis keadilan, partisipatif, serta menghormati peran lembaga adat dan BPN,” ujar Jani.
Beberapa konflik lahan yang disebut antara lain sengketa warga Tasik Putri Puyu dengan PT. RAPP, masyarakat Tanjung Kedabu dengan PT. SRL, hingga persoalan tanah di kawasan perkantoran Bupati.
Dalam regulasi ini, akan dibentuk forum mediasi dan tim penyelesaian yang bekerja lintas sektor untuk menjawab persoalan mendasar pengelolaan tanah di Meranti. Ranperda tersebut terdiri atas 11 bab dan 35 pasal yang mencakup aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis.
Rapat paripurna ditutup dengan komitmen bersama bahwa seluruh Ranperda yang diajukan akan dibahas secara komprehensif, demi menghasilkan regulasi yang berpihak pada kepentingan masyarakat dan keberlanjutan pembangunan daerah.(Sang/sl)