JAKARTA (suaralira.com) - Anggota Majelis Pertimbangan (MPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Mudrick Sangidoe mengingatkan pemerintah agar tidak terlampau jauh mengintervensi internal partai berlambang Ka’bah dan berjanji akan hadir dalam penyelenggaraan Muktamar PPP yang akan digelar pada awal April mendatang.
Mudrick berpendapat Muktamar PPP yang akan digelar awal April itu sangat dipaksakan. Rencana kehadiran Presiden Joko Widodo dan pemilihan Romahurmuziy (Romy) sebagai Ketum PPP di Muktamar April nanti, mengindikasikan intervensi pemerintah.
“Disahkannya Romy sebagai Ketum PPP dalam Muktamar PPP nanti, berpotensi kemelut PPP semakin berkepanjangan. Sebab dipastikan akan memancing perlawanan kubu Djan Faridz," ujarnya Mudrick di Jakarta, Ahad (27/03) malam.
Mudrick mengatakan Presiden Jokowi bukanlah figure seorang negarawan jika berniat menghancurkan partai politik yang dibangun anak bangsa dalam kancah politik nasional. Bahkan lebih jauh, Mudrick menilai pemerintah Cq Presiden Jokowi sudah tidak lagi menaati hukum mengingat Mahkamah Agung mengakui keabsahan Muktamar Jakarta pimpinan Djan Faridz.
"Muktamar pada April (2016) itu dipaksakan, dan abal-abal, tapi bakal dihadiri Presiden," ujar tokoh deklarator Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) itu.
Mudrick yang popular ketika menjadi penggagas "mega bintang" pada Pemilu 1997 itu, menyarakankan penyelesaian kemelut internal PPP mirip Golkar. Kedua tokoh sentral Romahurmudzy (Romy) dan Djan Faridz diminta legowo untuk tidak menjadi calon dalam muktamar demi persatuan dan kesatuan partai Islam berlambang Kabah.
“Bagaimanapun kemelut PPP diawali kemunculan dua muktamar memilih ketua umum, Romy di Surabaya dan Djan Faridz di Jakarta., “ katanya.
Kisruh memasuki ranah hukum dimana MA mengakui Djan Faridz tetapi Menkumham Yasonna Laoly memperpanjang kepengurusan Suryadharma Ali (SDA)-Romy hasil Muktamar Bandung untuk waktu enam bulan mendatang sampai Juni 2016. Sampai akhirnya islah (damai) diinisiasi ketua umum Parmusi, Usamah Hisyam, di Hotel Sahid (5/3), dan Kemenkumham (10/3), tapi tidak diakui Djan Faridz kendati mengutus perwakilan. (***)