JAKARTA (suaralira.com) - DPR menilai ancaman terhadap negara tidak hanya sebatas jaringan terorisme yang kerap merakit bom dan meledakkan targetnya. Tetapi, ancaman terhadap negara juga bisa dilakukan dengan melumpuhkan kedalautan pangan melalui bahan makanan, yaitu bio terorisme.
"Kadang barang yang diimpor sudah dinilai aman dari penyakit, tetapi bisa juga melalui re-packing. Packing yang tidak baik itu juga bisa membawa penyakit. Ada juga yang bio terorisme yang membahayakan keselamatan masyarakat. Seperti membawa ikan satu dari luar negeri yang membahayakan habitat ikan lokal," kata Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang (Panja RUU) Karantina, Ibnu Multazam dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk "RUU Karantina" di gedung DPR, Jakarta, Selasa (01/03/2016) kemarin.
Munculnya RUU Karantina, menurutnya karena UU No.2 tahun 1992 tidak lagi mampu manjawab tantangan jaman. Apalagi, Indonesia sudah memasuki era pasar bebas melalui Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), belum lagi perjanjian dengan negara dunia internasional yang membuat lalu lintas barang yang masuk dan keluar sulit dibatasi.
Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menegaskan barang-barang impor yang masuk harus dijamin keamanannya khususnya dari berbagai jenis penyakit yang berpotensi mengancam kedaulatan pangan negara. UU ini nantinya akan memperkuat Badan Karantina, sehingga negara dapat dilindungi dari berbagai jenis makanan yang berbahaya masuk ke Indonesia. "Dengan demikian diharapkan barang-barang yang masuk ke Indonesia bersih dan sehat, clear and clearance," imbuhnya.
Kehadiran UU ini juga nantinya akan membuat posisi hukum Badan Karantina berada di depan bea cukai. “Selama ini kan bea dan cukai berada di depan, tapi dengan UU Karantina ini Badan Karantina ada di depan, atau sebagai manifest untuk barang-barang yang masuk ke Indonesia. Maka, barang-barang yang masuk itu menjadi tanggungjawab penuh importir, yang harus dilaporkan ke Badan Karantina selama 1 x 24 jam,” kata Ibnu Multazam.
Senada Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menekankan pentingnya menjaga kedaulatan pangan dari ancaman pihak asing. Dengan aturan yang memadai, maka penegakan hukum dan proteksi dari ancaman bio terorisme hayati bisa berjalan baik.
"Contoh, kita bisa melarang import daging Sapi dari India karena negara itu sampai saat ini belum bebas penyakit mulut dan kaki (PMK). Dan larangan boleh itu boleh dilakukan sepanjang tidak melanggar aturan WTO. Itu dalam konteks untuk kedalautan pangan," katanya.
Selain itu, juga banyak ditemui adanya rekayasa genetika tanaman yang berpotensi menjadi ancaman bagi tanaman-tanaman lokal yang memiliki keunggulan. “Dengan adanya rekayasa genetika, maka negara harus mengantisipasi seluruh tanaman yang akan membawa penyakit,” tegasnya.
Tulus menambahkan, barang-barang import juga harus memenuhi standar kesehatan dunia dan terbebas dari berbagai bahan antibiotik tinggi terutama ikan, daging, hewan, dan tumbuhan. “Itu penting karena satu bakteri saja bisa merusak buah-buahan Indonesia,” katanya. (bs/sl)