Masuk Daftar Pejabat Pelindung Gembong Narkoba

Takut Ditembak Mati Presiden, Puluhan Pejabat dan Polisi Menyerah

MANILASUARALIRA.com - Ketakutan akan dihabisi Presiden Filiphina Rodrigo Duterte, akhirnya 27 wali kota dan 31 petugas polisi di Filipina menyerahkan diri ke kantor polisi pusat di Manila pada Senin (08/08/2016). Hal ini setelah nama mereka masuk daftar pejabat pelindung gembong narkoba.
 
Duterte telah jadi sorotan dunia atas kebijakan perang melawan narkoba dengan cara membunuh setiap orang yang terlibat penyalahgunaan narkoba, baik pengguna maupun bandar atau gembong.
 
Lebih dari 400 orang yang diduga pengedar narkoba telah tewas dibunuh polisi Filipina sejak Duterte dilantik sebagai Presiden Filipina. ABS-CNN menulis jumlah orang yang dibunuh sudah lebih dari 800 orang, termasuk warga anonim pengguna narkoba.
 
Puluhan pejabat dan petugas polisi itu menyerahkan diri untuk membersihkan nama mereka, setelah Presiden Duterte pada hari Minggu mengultimatum 150 hingga 160 nama pejabat yang masuk sebagai pelindung maupun terkait penyalahgunaan narkoba untuk menyerah dalam tempo 24 jam.
 
Jika dalam 24 jam, ultimatum diabaikan, Duterte memerintahkan polisi untuk memburu dan membunuh mereka.

Kepala Polisi Nasional Filipina, Ronald dela Rosa, telah ditegur keras oleh Duterte setelah banyak polisi masuk daftar pelindung gembong narkoba.
 
”Saya marah dengan apa yang terjadi,” kata Dela Rosa dalam pidato kepada para pejabat lokal dan polisi, seperti dikutip Reuters.
 
”Saya malu. Kita harus menjadi pihak yang menangkap orang-orang ini (gembong narkoba), tapi kita (justru) melindungi mereka. Saya akan membunuh Anda jika Anda tidak akan berubah,” katanya.
 
Juru bicara Kepolisian Nasional Filipina, Dinardo Carlos, mengatakan semua polisi yang terlibat perdagangan akan dilucuti, diselidiki dan bisa menghadapi kasus pidana dan administrasi jika ada bukti kuat. ”Mereka akan mendapat proses hukum,” ujarnya.
 
Selain pejabat dan petugas polisi setempat, daftar pelindung gembong narkoba yang dirilis Duterte mencakup dua pensiunan jenderal polisi, tentara, anggota paramiliter, hakim dan mantan anggota parlemen.
 
Dalam sebuah surat, Ketua Mahkamah Agung Maria Lourdes Sereno, mengatakan bahwa presiden berhak membuat pengadilan sendiri untuk mendisiplinkan hakim. Salah satu hakim yang masuk daftar itu telah meninggal delapan tahun lalu dan dua lainnya telah dipecat.