DNA Tegaskan Peradaban Tertua di Dunia Ditemukan Pada Suku Aborigin

SYDNEY - Para ilmuwan telah memetakan studi genom komprehensif dengan melakukan penelitian DNA terhadap populasi pertama. Hasilnya, suku Aborigin Australia dianggap sebagai peradaban tertua di dunia.
 
Dalam penelitian, para ilmuwan internasional tersebut telah menghasilkan dan mengumpulkan data genom penuh pada 83 warga Aborigin Australia dan 25 orang dari Papua Nugini, sekaligus mengungkap beberapa temuan utama lainnya pada populasi manusia awal.
 
"Kami menemukan bahwa semua warga Aborigin Australia turun dari populasi yang menjadi terpisah dari populasi manusia lainnya sekira 51.000 ke 72.000 tahun yang lalu," ujar Rasmus Nielsen, Profesor dari University of California, Berkeley, USA and University of Copenhagen, Denmark.
 
Para ilmuwan pertama memetakan genom individu suku Aborigin tunggal dengan menggunakan sampel rambut berusia 100 tahun dan diarsipkan di Leverhulme Centre for Human Evolutionary Studies di Cambridge, UK.
 
Analisis mereka menunjukkan bahwa suku Aborigin adalah salah satu populasi hidup tertua di luar Afrika. Hal ini menjadi landasan membuat para ilmuwan ingin menganalisis sampel lebih dari satu orang yang tinggal untuk memetakan sejarah genetik suku Aborigin.
 
Cara ini untuk merekonstruksi perjalanan nenek moyang mereka dari Afrika puluhan ribu tahun lalu, dan mereka menyimpulkan peradaban manusia tertua di dunia ditemukan pada suku Aborigin di Australia, ini berdasarkan tes DNA.
 
Dua Kelompok yang Berbeda
Bukti genetik menunjukkan bahwa kedua suku Aborigin Australia dan Papua Nugini keluar dari Afrika dalam satu kelompok. Tetapi mereka memisahkan diri dari kelompok Afrika, sekira 70 ribu tahun yang lalu dan diikuti pantai timur melewati perbatasan India dan menuju ke Indonesia.
 
Penelitian mengungkapkan bahwa nenek moyang orang modern Aborigin Australia berangkat dari benua Afrika sekira 75 ribu tahun yang lalu, ketika saat itu kondisi iklim dan cuaca di Afrika berubah. Mereka terpisah dari kelompok yang disebut Eurasian dan 31 ribu tahun Sebelum Masehi (SM), dan tiba di Australia yang kala itu bernama Sahul.
 
"Mereka mencapai Australia sekira 50.000 tahun yang lalu, yang pada saat itu sedang terhubung ke Papua Nugini, sebagai bagian dari benua yang lebih besar yang disebut Shaul (Sahul)," ungkap Profesor Eske Willerslev dari Pusat Geogenetics di University of Copenhagen di Denmark.
 
Sahul adalah super benua yang dulu mencakup Papua Nugini, Australia, dan Tasmania sebelum mereka dipisahkan oleh naiknya permukaan air laut. Menurutnya, Aborigin dan Papua dipisahkan sekira 25.000 sampai 45.000 tahun yang lalu, pada saat yang sama bahwa Eropa dan Asia dibagi menjadi dua kelompok mungkin sekitar Timur Tengah.
 
"Meskipun Aborigin dan Papua adalah kerabat dekat, mereka hanya berbeda seperti China Han yang ke Denmark," ungkap Willerslev seperti dikutip dari Sciencenordic, Senin (3/10/2016). 
 
Lebih lanjut dikatakan Neilsen, menurutnya daratan antara Papua Nugini dan Australia tenggelam sekira 10.000 tahun yang lalu, setelah zaman es terakhir. "Ini mungkin sedikit mengejutkan bahwa suku Aborigin dan Papua dimulai menyimpang dari satu sama lain. Meski begitu, para ilmuwan tidak tahu persis mengapa mereka menyimpang dari satu sama lain, tapi salah satu faktor bisa menjadi hambatan budaya," kilahnya. (okz/sl)