pekanbaru (suaralira.com) - Di penghujung tahun 2016, harga barang di Riau umumnya belum membaik. Terkait hal itu, Tim Pemantau Inflasi Daerah menggelar rapat koordinasi.
Hadir dalam rapat, selain satuan kerja (Satker) terkait, juga berbagai pihak terkait seperti Disperindag Riau, Dinas Tanaman Pangan, Dinas Pertanian dan Peternakan Dinas Perhubungan, Bulog serta Bank Indonesia.
Salah satu pembahasan yang menarik adalah mengenai harga cabe yang kembali naik dan program Bank Indonesia untuk menanam cabe di pekarangan (kebun mini).
Ketua TPID Riau, Achmad Hijazi mengatakan bahwa program penanaman cabe di setiap pekarangan rumah bisa menjadi program yang perlu mendapatkan dukungan guna ketahanan pangan dan terkait masalah harga pangan.
Selain itu, masalah ketersediaan beras, harga daging serta adanya upaya pergantian makanan alternatif dari beras menjadi sagu. Karena produksi sagu di Riau surplus.
Terkait hal itu, Kadis Tanaman Pangan Riau, Asykardia Patrianov mengatakan bahwa untuk komoditas daging sapi, ketergantungan Riau terhadap komoditas itu sebesar 70 persen dari luar. Pasokan lancar karena ada kerjasama Riau terhadap pasokan dari provinsi produsen.
Untuk telur ayam ras, ketergantungan Riau dari pasokan luar sebesar 90 persen. Pasokan terbesar adalah dari Sumatera Utara dan dari Sumatera Barat.
"Ketergantungan beras dari luar sebesar 52 persen dari luar. 30 persen dari Sumatera Utara. Sisanya dari Sumatera Barat. Untuk ayam potong, ketergantungan Riau hanya sekitar 2 persen karena ada 5 peternakan besar di Riau. Ada di Pekanbaru, Kampar dan Pelalawan," terangnya.
Disinggung mengenai cabe dan bawang, Patrianov mengatakan bahwa ketergantungan Riau dari luar terhadap 2 komoditas itu sebesar 85 persen.rt/sl