JAKARTA (suaraliara.com) - Saling ancam Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Freeport Indonesia terus berlangsung.
Bahkan, bos besar Freeport McMoran Inc Richard C Adkerson McMoran kini mulai ikut bersuara.
Didampingi Chappy Hakim, mantan presiden direktur PT Freeport Indonesia yang kini menjadi penasehat Freport, Adkerson mengatakan, Freeport hingga kini belum bersepakat dengan keputusan mengubah status kontrak karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Freeport bahkan sudah mengirimkan surat keberatan kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan. Isinya menjelaskan perbedaan antara kontrak karya dan IUPK.
"Ada waktu 120 hari bagi pemerintah dan Freeport bisa menyelesaikan perbedaan itu," ujarnya dalam konfrensi pers, Senin (20/2/2017).
Kontrak Karya Pasal 21 Ayat 2 menetapkan waktu 120 hari untuk bernegosiasi menyelesaikan sengketa kontrak sebelum masalah tersebut bisa dibawa ke arbitrase. Jika masih mentok, "Freeport bisa menyelesaikan ini ke arbitrase," ungkapnya.
Adkerson menegaskan, Freeport tetap berpegang dengan kontrak karya tahun 1991. Meski saat ini pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan rekomendasi ekspor konsentrat 1,7 juta ton, Freeport belum akan mengeksekusi putusan itu.
Sebab, bila Freeport menyetujui ekspor itu, otomatis status kontrak karyanya bisa gugur dan berubah menjadi IUPK.
"Itulah kondisi yang pemerintah minta supaya kami bisa ekspor. Karena beberapa hal yang sangat penting, kami tak bisa menerima kondisi tersebut," tandasnya.
Sembari menunggu kesepakatan, Adkerson bilang, pekan ini akan memberhentikan 12.000 karyawan kontrak, dari saat ini total karyawan 30.000 orang. Ini karena ekspor berhenti, serta gudang stock pile penuh.
"Jumlah karyawan asing di PTFI di bawah 10%. Sementara pekerja nasional 97%-98%," kata dia.
Adkerson menegaskan, kebijakan merumahkan karyawan bukan untuk menekan pemerintah tapi Freeport hanya ingin terus berdialog mencari solusi terbaik. "Selama sisa kontrak, Indonesia akan terima lebih dari US$ 40 miliar, aset ini besar. Itu karena kami berkomitmen untuk tetap di Indonesia," ungkap dia.
Menteri ESDM Jonan menegaskan, ada tiga alternatif penyelesaian sengketa kontrak dengan PTFI.
Pertama, perusahaan itu patuh pada peeraturan perundang-undangan. Freeport harus bisa menerima status IUPK, sambil tetap bernegosiasi tentang stabilisasi investasi selama maksimal enam bulan. Kata Jonan, utuk mengubah kontrak karya jadi IUPK, waktu yang diberikan enam bulan, bukan 3,6 bulan (120) hari seperti kata Freeport.
Kedua, menunggu perubahan Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang diproyeksi memakan waktu lama. Jika dua opsi itu gagal, "Hak masing-masing untuk bisa bawa ke arbitrase," ujar Jonan, Senin (20/2).
Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto bilang, pemerintah tak boleh mengabaikan undang-undang. Apabila sampai dibawa ke arbitrase, pihak pemerintah perlu menyiapkan arbiter-arbiter yang andal.
"Dari Menteri ESDM [arbiter] yang jago-jago juga banyak," ujarnya. trb/sl