Jakarta, suaralira.com -- Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Suhendra Ratu Prawiranegara melihat ada kemunduran dalam hal komitmen pemberantasan korupsi pada era pemerintahan Joko Widodo.
Hal ini, kata dia, terlihat dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Transparency Internasional (TI). Dalam IPK itu, TI memberikan peringkat 96 untuk Indonesia dari 180 negara yang terdata. Padahal lembaga yang sama memberikan peringkat 90 di tahun 2016 untuk Indonesia.
"Bahkan Indonesia peringkatnya di bawah Timor Leste dalam peringkat pemberantasan korupsi. Timor Leste peringkat 91, dari 180 negara. Data ini dikeluarkan oleh pihak TI pada tahun 2018 lalu," kata Suhendra kepada wartawan di Jakarta, Rabu (27/3) malam.
Tak hanya itu, banyaknya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pun justru banyak menyasar para penyelenggara negara. Hal ini tentu semakin memperkuat adanya ketidaksesuaian janji Jokowi yang berkomitmen memberantas pelaku korupsi.
"Dari level Bupati atau Wali Kota, Gubernur hingga melibatkan para ketua umum partai," katanya.
Hal sama juga diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional (Unas), Ismail Rumadan. Dia juga mengingatkan janji akuntabilitas dan transparansi serta pemberantasan korupsi yang digaungkan oleh pemerintahan era Jokowi.
Ismail mencatat, saat ini masih terdapat sejumlah kasus korupsi yang belum tuntas sepenuhnya. Misalnya, kata dia, pengungkapan kasus korupsi proyek e-KTP. Meski Setya Novanto telah masuk bui, namun ada aktor lain yang menurut dia harus diungkap.
"Dalam kasus ini perlu diungkap sosok penting selain Setya Novanto," kata dia.
Tak hanya kasus e-KTP, kasus lainnya juga disinggung oleh Ismail, yakni kasus korupsi dana divestasi Newmont Nusa Tenggara serta kasus privatisasi JICT.
"Sudah jelas ada perbuatan melawan hukum dan adanya kerugian negara berdasarkan hasil audit investigasi BPK," kata dia.
Atas dasar ini, menurut Ismail, sudah sepatutnya publik menagih komitmen pemerintah dalam memerangi kejahatan korupsi.
Sebab tersebut dapat menjadi bekal pemilih untuk menentukan suara pada 17 April mendatang.
"Jika Jokowi tidak transparan, maka Jokowi jangan berharap banyak untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, terlebih lagi menjelang beberapa hari pemilihan presiden," kata dia.(tst/osc)
sumber : cnnindonesia