PROBOLINGGO (JATIM), suaralira.com - Aktivis LSM TAMPERAK Jawa Timur (Jatim), kembali menemukan dugaan pekerjaan dari anggaran dana desa (DD) bermasalah. Pengawasan lemah juga dapat tidak maksimalnya pelaksanaan bahkan menjadi keluhan masyarakat desa.
”Saya melihat sudah beberapa kali proyek bersumber DD bermasalah. Ini karena pengawasan masih lemah,” ujar Ketua LSM TAMPERAK Jatim, Sudarsono, melalui realisnya kepada suaralira.com, Minggu (26/01/2020).
Dikatakannya, pengawasan ini sangat penting dari semua proses tahapan khususnya saat pelaksanaan. ”Karena sebaik apapun perencanaan dan ramcangan anggaran biaya (RAB), bahkan sudah sesuai dengan standar, namun kalau pelaksanaan pembangunan tidak dijalankan dengan baik, tentu hasilnya amburadul."
Selain itu, memang banyak faktor yang mengakibatkan rusaknya bangunan, bisa faktor alam, atau kelalaian manusia itu sendiri. ”Jadi saya tidak terburu-buru menilai bangunan itu tidak sesuai dengan RAB atau bestek, yang jelas memang ini kewenangan Inspektorat maupun dinas terkait untuk turun,” paparnya.
Menurutnya, jika hasil temuan dari Inspektorat dan PMD ada penyimpangan, maka harus diusut tuntas. Sehingga ini akan menjadi pembelajaran bagi semuanya untuk tidak bermain dengan DD.
”Karena saya sudah sering mewanti-wanti agar tidak bermain dengan DD,” tegasnya.
Ditambahkan, tugas pendamping sangat diharapkan dan punya andil yang signifikan. Karena tugas pendamping melakukan pendampingan yakni mulai tahap usulan, dalam Musdes, penyusunan RAB hingga sampai pelaporan.
Akan tetapi, menurutnya, diduga masih ada pendamping belum maksimal karena berdalih dari sisi kewenangan. Untuk itu, tim pelaksana kegiatan yang memegang peran penting dalam tahap pelaksanaan.
”Harusnya kades sebagai penanggung jawab pembangunan anggaran melakukan mapping yang ketat agar TPK bekerja dengan maksimal sesuai dengan perencanaan dan bestek,” tuturnya.
Dirinya berharap, kejadian yang kesekian kalinya ini bisa dijadikan pembelajaran. Pihak Inspektorat dan PMD segera evaluasi yang komprehensif dan melakukan pemeriksaan dengan tuntas.
”Kalau benar-benar terjadi penyimpangan, ya harus diproses sesuai degan peraturan perundangan yang berlaku,” harapnya.
Ia mencontohkan beberapa proyek desa di Kabupaten Probolinggo sangatlah memprihatinkan di Desa Menyono Kecamatan Kuripan. Seperti pekerjaan proyek Rabat Beton ketebalan hanya 5 Centimeter dan memakai pasir urug yang seharusnya pasir lokal atau Lumajang sebagai campuran materialnya.
Hal ini ketika dikonfirmasi kepada pihak pekerja ia menyampaikan bahwa sesuai arahan bendahara desa memang ketebalan nya harus 5 centimeter. Sementara itu pihak bendahara saat di konfirmasi pekerjaan itu sudah sesuai RAB.
Namun menurut Sudarsono tidak ada aturan yang membenarkan ketebalan rabat beton hanya 5 centimeter, tandasnya sambil menutup. (rls/sl)