Takengon (NAD), Suaralira.com – Pandemi covid-19 yang sudah melanda dunia selama tahun 2020 ini, juga berdampak pada produk-produk pertanian yang berorientasi ekspor.
Akibat pandemi tersebut, ekspor peroduk pertanian mengalami hambatan bahka sebagian sama sekali tidak bisa dilakukan karena banyak negara menutup kran impor mereka. Hal ini juga dialami oleh kopi arabika Gayo yang merupakan komoditi ekspor utama dari kabupaten Aceh Tengah.
Akibat terhambatnya ekspor kopi arabika Gayo ke negara-negara buyer baik di Eropa maupun Amerika, saat ini ada belasan ribu ton biji kering (green bean) kopi arabika yang tertimbun di gudang-gudang di kabupaten Aceh Tengah karena belum bisa diekspor.
Akibatnya pembelian kopi dari petani juga terhambat, karena pedagang belum bisa ‘membuang’ produk mereka, harga kopi cenderung menurun.
Seperti yang disampaikan oleh Iwan Tosa seorang pelaku ekspor kopi Gayo di Aceh Tengah, dia mengatakan bahwa pihaknya dalam beberapa bulan terakhir mengalami kesulitan mengekspor kopi ke luar negeri.
Pemilik perusahaan ekspor PT Meukat Komoditi Gayo ini sudah bertahun-tahun menggeluti ekspor kopi arabika Gayo hampir ke seluruh dunia. Namun untuk saat ini semua menjadi terhambat karena virus corona yang melanda dunia.
“Delapan puluh persen kopi arabika Gayo pangsa pasarnya adalah pasar ekspor, jika ekspor terhambat, maka perekonomian masyarakat juga terhambat, karena sebagian besar masyarakat di Aceh Tengah ini menggantungkan hidupnya dari komoditi kopi”, ungkap Iwan, Rabu (15/7/2020) saat mendamping Bupati Aceh Tengah menerima sertifikat pengelolan Sistem Resi Gudang dari Badan Pengawas Pasar Berjangka Komoditi (BAPPEBTI).
Iwanitosa juga mengungkapkan, bahwa saat ini tidak kurang dari 12 ribu ton kopi green bean tertahan di gudang-gudang perusahaan maupun koperasi yang ada di Aceh Tengah. Dengan kondisi seperti ini, sangat sulit bagi para pengusaha untuk terus membeli kopi dari petani, karena perputaran uang menjadi macet akibat produk mereka tidak bisa diekspor, akibatnya harga kopi di tingkat petani cenderung turun.
“Kami akui bahwa harga kopi cenderung turun, ini karena daya beli kami menurun akibat barang yang ada tidak bisa diekspor keluar, jadi modal kami tertahan disitu, bagaiamana kami bisa membeli kopi petani, padahal sebelum pandemi covid, semuanya lancar-lancar saja“ lanjut Iwan.
Salah satu upaya agar kopi petani tetap bisa terjual adalah melalui sistem jual tunda dengan sistem resi gudang. Dan kebetulan perusahaan milik Iwan yaitu PT Meukat Komoditi Gayo merupakan salah satu badan usaha yang dipercaya untuk mengelola sistem resi gudang ini, setelah kemarin sertifikat pengelolaan resi gudang diterimanya dari Bupati Aceh Tengah. (Dk/hms/sl)