Penanganan Kasus Ilegal Logging Dinilai Lamban, HMI Meranti Desak Keterbukaan Polres

SuaraLira.Com, Meranti -- Sudah lebih 20 hari berlalu sejak Polres Kepulauan Meranti mengungkap kasus dugaan ilegal logging dengan menangkap dua Anak Buah Kapal (ABK) KM Tuah Reza bermuatan 25 ton kayu olahan. Namun hingga hari ini, proses penyelidikan dinilai berjalan lamban dan tidak menunjukkan perkembangan berarti, terutama terkait aktor utama di balik pengangkutan kayu ilegal tersebut, Rabu (25/06/2025).

Kritik keras pun datang dari Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kepulauan Meranti, Mohd Ilham. Ia mempertanyakan komitmen penegakan hukum yang terkesan hanya menyasar pelaku lapangan, tanpa menyentuh dalang sebenarnya.

“Sudah lebih kurang sebulan kasus ini berjalan, tapi seperti tidak ada perkembangan. Maksud kami, siapa pemilik kayu itu? Tidak mungkin ABK membawa kayu sebanyak itu tanpa tahu pemiliknya. Kan lucu, kalau kapal bawa muatan tapi nggak tahu barang siapa,” kata Ilham kepada media suaralira.com, Selasa (24/6/2025).

Menurutnya, lambannya penyelidikan menimbulkan kecurigaan publik akan kemungkinan adanya permainan di balik layar. Ia meminta Kapolres Meranti untuk terbuka dalam mengungkap kasus ini secara utuh.

“Jangan cuma berhenti di ABK. Kita mendukung komitmen Polda Riau dalam menjaga wilayah tetap hijau, tapi jangan hanya seremoni tanam pohon. Harus diikuti tindakan nyata dari jajaran bawah, termasuk Kapolres dan penyidik di daerah,” tegas Ilham.

Ilham juga mengancam akan melaporkan kasus ini langsung ke Polda Riau jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan tentang penanganannya.

“Kami siap menyambangi Polda Riau jika kasus ini tidak bisa diungkap secara terang benderang. Kami ingin aktor intelektualnya ditindak, bukan hanya cari tumbal di lapangan,” tambahnya.

Media Lakukan Konfirmasi, Kapolres dan Kasat Reskrim Bungk4m

Untuk memastikan keberimbangan informasi, media mencoba mengkonfirmasi perkembangan penyelidikan kasus ini kepada Kapolres Kepulauan Meranti, AKBP Aldi Alfa Faroqi, melalui pesan WhatsApp milik pribadinya di nomor 0813-2006-xxxx.

Adapun pertanyaan yang diajukan antara lain:

1. Sudah sejauh mana perkembangan penyelidikan kasus ilegal logging yang mengamankan dua ABK dengan muatan 25 ton kayu olahan tersebut?

2. Apakah benar inisial AD yang disebut sebagai pemilik kayu telah diperiksa? Jika belum, apa kendalanya?

3. Bagaimana langkah Polres Meranti dalam menelusuri keterlibatan aktor intelektual atau pemodal di balik peredaran kayu ilegal tersebut?

4. Apa komitmen Polres Meranti untuk memastikan bahwa penegakan hukum tidak berhenti pada pelaku lapangan saja?

Namun hingga berita ini diterbitkan, Kapolres Meranti belum memberikan jawaban. Pesan yang dikirim telah centang dua, yang menandakan pesan telah masuk, tetapi tidak direspons alias bungk4m.

Hal serupa juga terjadi saat konfirmasi dilakukan kepada Kasat Reskrim Polres Meranti, AKP Roemin Putra, S.H., M.H., melalui WhatsApp pribadinya di nomor 0822-7824-xxxx. Pesan masuk, tetapi tidak direspons.

Berikut daftar pertanyaan yang diajukan kepada Kasat Reskrim:

1. Apakah saat ini penyidik sudah mengantongi bukti kuat untuk menetapkan tersangka lain selain JI dan RO?

2. Apakah pihak kepolisian sudah melakukan pelacakan terhadap alur distribusi kayu olahan itu, termasuk asal-usul dan tujuannya di Tanjung Balai Karimun?

3. Apakah benar selama ini baru pelaku lapangan yang ditangkap dalam kasus-kasus serupa?

4. Bagaimana bentuk koordinasi dengan Dinas Kehutanan atau Gakkum KLHK dalam pengungkapan jaringan ilegal logging ini?

Kasus Sebelumnya: Dua ABK Ditangkap, Kayu Akan Dibawa ke Karimun

Sebelumnya, Polres Kepulauan Meranti menggelar konferensi pers pada Rabu (4/6/2025) dan menyatakan telah mengamankan dua tersangka, yakni JI (41) dan RO (27), yang merupakan nakhoda dan ABK kapal KM Tuah Reza.

Kapal tersebut membawa 25 ton kayu olahan tanpa dokumen sah yang rencananya akan dikirim ke Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan pengakuan kedua tersangka, kayu dan kapal tersebut merupakan milik seseorang berinisial AD.

Keduanya dikenakan Pasal 83 ayat 1 huruf b dan/atau Pasal 88 ayat 1 huruf a Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana diubah dengan Pasal 37 angka 13 UU RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja.(Sang/sl)