JAKARTA (suaralira.com) - Ketua Komisi XI DPR Ahmad Noor Supit meminta masyarakat tak menaruh curiga dengan pembahasan RUU Tax Amnesty (pengampunan pajak). Keberadaan RUU pengampunan pajak tersebut demi kepentingan negara dan diyakini potensi pembayar pajak akan lebih baik ke depan dan menjaga posisi Indonesia tidak mengalami kebangkrutan.
"Apapun latar belakang politiknya, tidak usah dipermasalahkan. Masalahnya orang membayar pajak itu harus dipaksa. Kalau self assessment (melaporkan sendiri-red) tidak akan jalan," kata Ahmad Noor Supit dalam dialektika demokrasi tentang ‘Tax Amensty’ bersama anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra Aryo Jojohadikusmo dan pengamat ekonomi INDEF Enny Sri Hartati di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (03/03/2016).
Menurut Noor Supit, dana di luar negeri yang mencapai Rp 4000 – Rp 6000 triliun itu bisa masuk ke Indonesia, meski dana yang berada di dalam negeri justru lebih besar dan menjaga posisi Indonesia tidak mengalami kebangkrutan.
DPR kata Supit tak mempersoalkan motivasi politik pemerintah tentang siapa yang akan memanfaatkan tax amensty tersebut. Sebab sekarang ini yang seharusnya orang atau perusahaan tertentu wajib membayar pajak Rp 4 triliun, namun dengan urus-mengurus akhirnya cukup bayar Rp 400 miliar. “Itulah yang harus dibereskan, mengingat dana dari pajak itu mencapai lebih dari 83 persen APBN dan itu berbeda dengan ‘sunset polecy’,” ungkapnya.
Aryo PS Djojohadikusumo mendukung langkah-langkah pemerintah untuk meningkatkan pajak tersebut. Hanya saja persoalan bagaimana dengan mereka yang selama ini sudah taat membayar pajak, tapi tetap diinvestigasi dengan RUU pengampunan pajak tersebut.
”Potensi pajak di dalam negeri sangat besar, hanya tak bisa ditarik akibat berbagai faktor pidana dan sebagainya. Karena itu harus fair, adil, setara untuk semua pembayar pajak. Jangan sampai RUU tax amnesty ini justru menguntungkan pengempalng pajak,” katanya khawatir. (bs/sl)