JAKARTA (suaralira.com) - Ketua DPR Ade Komaruddin berpendapat dalam dunia perbukuan, Indonesia masih jauh tertinggal. Bahkan untuk mengelola perpustakaan pun, Indonesia masih terseok jauh di belakang. Padahal buku dan perpustakaan merupakan sumber utama dari gagasan tentang ilmu pengetahuan, seni, imajinasi dan sejarah.
“Dengan semua ini manuasia dapat bergerak dan maju. Namun ironisnya dalam dunia buku dan perpustakaan di Indonesia khususnya di Parlemen, masih relatif kecil dan jauh tertinggal bila dibandingkan dengan negara tetangga, “ kata Ade Komaruddin yang karib disapa Akom saat menerima sekelompok cendikiawan di Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/03).
Diantara kelompok cendikiawan itu adalah Prof. Dr. Taufik Abdullah (sejarahwan), Dr. Ignas Kleden (Ilmuwan sosial), Dr. Raden Pardede (ekonom), Dr. Luthfi Assyaukanie (peneliti dosen Universitas Pattimura), Rizal Mallarangeng (pengamat politik), Ulil Abshar Abdalla (pengamat Islam dan agama), Ayu Utami (budayawan).
Namun, Politisi asal Partai Golongan Karya (Golkar) ini mengungkapkan bahwa tidak ada kata terlambat untuk melakukan perubahan akan ketertinggalan edukasi dan kepustakaan di Indonesia. Pembangunan infrastruktur fisik yang sekarang gencar dilaksanakan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu dibarengi dengan pembangunan infrastruktur intelektual yang sepadan pula.
"Saya harap rencana parlemen membagun perpustakaan umum terbesar Se-Asia Tenggara ini memberikan harapan baru bagi lingkup akademisi dan legislator di Parlemen, perihal anggaran tolong jangan langsung dinilai buruk, anggaran asal-usulnya jelas dan fungsi dapat dipertanggung jawabkan," katanya.
Akom menambahkan meskipun masih sepinya pengunjung perpustakaan di Komplek Parlemen, Akom berharap disatukannya perpustakaan DPR, MPR menjadi perpustakaan megah dapat memacu masyarakat untuk melihat sekaligus membaca meningkatkan pengetahuannya.
Dalam kesempatan sama, Rizal Malarangeng mengatakan pihaknya menyambut positif niat baik pimpinan parlemen membangun perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara untuk memajukan ketertinggalan kepustakaan di Indonesia.
"Kami gembira sekali bersama kawan-kawan apalagi usulan ini juga untuk menyusul ketertinggalan kepustakaan dan pendidikan di Indonesia, hal tersebut merupakan langkah positif," katanya.
Rizal memaparkan saat ini perlu diakui bahwa Ibu kota negara Indonesia sangat membutuhkan ruang tempat publik yang terintergrasi oleh Kelembagaan negara. Hal ini diungkapkannya karena saat ini masyarakat lebih membutuhkan pembelajaran yang aplikatif ketimbang teoritis.
Dengan adanya perpustakaan parlemen nanti, Rizal berharap masyarakat bukan hanya dapat memperdalam pengetahuannya secara teori, namun dapat terjadi sinergitas antara rakyat dengan wakilnya.
"Ini bukan perpustakan biasa karena ini lembaga besar, terhormat maka perpustakannya juga harus, terlebih lagi ini rumah rakyat, dimana aspirasi dan pengetahuan dapat diintegrasikan di Komplek Parlemen ini, mudah-mudahan akan terwujud," katanya. (***)