PEKANBARU (suaralira.com) - Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Rivai Sinambela didampingi Wadirkrimsus AKBP Ari Rahman saat konfrensi Pers, Rabu (20/07/2016) siang menegaskan, "rata-rata, dari belasan perusahaan di Provinsi Riau dihentikan penyidikannya (SP3) karena lahannya adalah area sengketa. Bahkan ada yang sudah bertahun-tahun tidak beroperasi."
Maka dalam kasus kebakaran lahan yang diduga terjadi di lahan milik 15 perusahaan di Provinsi Riau dihentikan penyidikannya. Polda Riau beralasan karena "lahan tersebut banyak yang bersengketa dengan masyarakat. Sehingga disimpulkan, mayoritas kasusnya adalah perorangan, bukan koorporasi," tandasnya.
Dikatakan Rivai, "setelah kita cek bersama saksi ahli dan penyidik di lapangan, titik yang terbakar itu ternyata tidak dikuasai oleh perusahaan, melainkan masyarakat setempat. Misalnya dari 10 ribu hektar ada 3 ribu hektar yang tidak dikuasai. Di sanalah titik kebakarannya."
Selanjutnya, dari fakta di lapangan, polisi menelusuri siapa pemiliknya. "Kita dalami dan ternyata masyarakat tidak tahu siapa pemiliknya. Dari 15 kasus ini banyak yang tidak memenuhi unsur (hukum,red) dan patut kita lakukan penghentian (SP-3).
"Jadi tindakan ini melalui proses panjang sekali dan tidak ada Polda Riau tutup-tutupi tentang SP-3. Jadi bukan 11 perusahaan, dan kami jelaskan ada 15 sehingga jangan sampai menduga kasus yang ditangani Polda khususnya Krimsus dibebaskan," jawabnya menepis tudingan polisi 'main mata' dalam SP-3 tersebut.
Sementara itu jika kita masuk pada unsur kelalaian dari perusahaan, terangnya "begini, unsur kelalaian bisa dijeratkan apabila perusahaan ini tidak memiliki standarisasi pemadaman dan mengabaikan saat kebakaran alias tidak ada upaya. Nah itu tidak terjadi," bebernya.
"Meski bukan lahan yang dikuasai, perusahaan tetap berupaya memadamkan dan menghubungi Satgas. Pada tahun 2015 akhir, tim Supervisi dari Kepresidenan juga sudah turun kesemua perusahaan ini mengecek langsung alat antisipasi pemadaman mereka, dan itu lengkap," ungkap Rivai.