JAKARTA (suaralira.com) - Upaya melarang judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah upaya diskriminatif yang menyayat hati para pegiat demokrasi. Siapapun berhak untuk mengajukan judicial review atas UU 10/2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
"Politik yang baik tidak akan mempengaruhi yang bernada ancaman," kata Koordinator Kajian KIPP Indonesia, Andrian Habibi, dalam siaran persnya yang dilansir rmol.co.
Hal ini dikatakan Andrian menanggapi polemik tentang rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajukan judicial review terkait UU tersebut. Ia menyayangkan ada sebagian kalangan yang meminta KPU tidak melakukan upaya hukum tersebut.
Bahkan, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly Asshiddiqie, pun ikut mengingatkan KPU agar tidak mengajukan judicial review.
"Itu sangat jelas menekan penyelenggara pilkada. Perlu diingat bahwa judicial review ke MK bukanlah barang haram yang harus diantisipasi sedini mungkin oleh para politisi," kata Andrian.
Menurut dia, Ketua DKPP RI selaku pakar hukum tata negara kebanggaan Indonesia harus mengambil peran mensosialisasikan hak-hak konstitusional dalam persoalan judicial review ke MK.
"Kalau Profesor berkenan, seharusnya komentar-komentar lebih menguatkan agar rakyat tahu siapa yang menekan penyelenggara pemilu dalam memperjuangkan teknis kepemiluan demi memastikan kedaulatan rakyat yang bermula dari suara rakyat," ujar Andrian. (**)