PEKANBARU, SUARALIRA.com - Mahasiswa Universitas Riau dan aktivis Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari) melakukan aksi protes atas diberhentikannnya kasus 15 perusahaan pembakar hutan dan lahan di Riau.
Sebagai bentuk aksi protes, mereka melakukan aksi demo di depan Mapolda Riau dan menuntut Polda Riau mencabut kembali SP3 (Surat Perintah Penghentian Perkara) ke-15 perusahaan tersebut.
"Kita menuntut Presiden Joko Widodo membentuk tim independen untuk menyelidiki penerbitan SP3 terhadap 15 perusahaan di Riau. Kita menilai polisi tidak adil jika pelaku pembakar lahan adalah perusahaan," ujar salah satu koordinator aksi, Aditya Putra, Senin (05/9/2016).
Sementara itu, Jikalahari mendesak Kapolri Jenderal Tito Karnavian membentuk tim independen untuk mengusut tuntas perihal penerbitan SP3 terhadap 15 perusahaan pembakar hutan dan lahan gambut di Riau pada 2015. Tim ini harus terdiri dari unsur akademisi, praktisi hukum dan masyarakat korban kebakaran hutan dan lahan.
"Dalam kasus narkoba , Kapolri berani dan cepat membentuk tim, mengapa kasus SP3, Kapolri terkesan lamban dan tertutup,” kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari.
Jikalahari mencatat, sudah hampr dua bulan sejak publik mengetahui penghentian perkara tersebut. Namun, tindak lanjut polisi belum jelas.
"Kami belum mengetahui hasil evaluasi Mabes Polri. Selain itu yang aneh, Mabes Polri malah seperti mengamini alasan penerbitan SP3 oleh Polda Riau. Apakah ini tanda Mabes Polri menyetujui SP3. Semestinya Kapolri jangan hanya mendengar informasi dari dari internal kepolisian, tapi juga mencari dan mendengar informasi dari publik. Itu menjadi penting untuk dilakukan, terutama mengingat mandat kapolri dari presiden untuk memberantas mafia hukum," ujarnya.
Hasil pantauan hotspot, Jikalahari menemukan 8 dari 15 korporasi tersebut mengalami peningkatan hotspot yang cukup signifikan di tahun 2016. Jikalahari menilai bahwa SP3 terhadap 15 perusahaan adalah salah satu faktor penyebab kembali timbulnya asap.
SP3 telah melanggengkan pengabaian tanggung jawab perusahaan terhadap konsesinya, sehingga perusahaan tidak merasa jera. Dengan SP3, publik juga tidak dapat memantau pelaksanaan tanggung jawab perusahaan terhadap area yang harusnya dikelola dan dilindungi dari risiko kebakaran. Jika SP3 tidak dianulir, kebakaran dan asap akan menjadi persoalan yang terus terjadi dan membahayakan masyarakat sescara luas.
"Perusahaan pembakar lahan ini adalah perusahaan besar di bawah perusahaan kertas dan pulp, April, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan kelompok dari perusahaan Asia Pulp and Paper (APP), Sinar Mas Group. Kita menilai penegak hukum tidak berdaya menghadapi kelompok para perusahaan besar itu," tambah Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari, Okto Yugo Setiyo. (oz/sl)
-
Home
- Redaksi
- Indeks Berita