Suaralira.com - Presiden Joko Widodo dan Presiden Filipina menyepakati tiga hal setelah melakukan pertemuan bilateral selama kurang lebih dua jam pada hari ini, Jumat, 9 September 2016. Kesepakatan itu di antaranya menyelesaikan perkara calon jemaah haji Indonesia yang menunaikan ibadah haji menggunakan paspor Filipina.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Presiden Duterte terhadap 177 orang calon haji kita yang bermasalah dan 168 sudah diselesaikan. Masih ada sembilan orang di Manila, kami minta juga dibantu agar perkaranya bisa cepat selesai," kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jumat, 9 September 2016.
Pada Agustus lalu, terungkap bahwa sebanyak 177 Warga Negara Indonesia berangkat menunaikan ibadah haji menggunakan kuota haji Filipina. Selain itu, mereka juga menggunakan paspor Filipina secara ilegal. Menurut Kementerian Hukum dan HAM, sebanyak 700 WNI yang sudah mengambil jatah haji warga Filipina.
Kesepakatan kedua antara Jokowi dan Duterte yaitu terkait pengamanan di perairan Sulu, Filipina Selatan. Pembicaraan ini berkaitan dengan maraknya penyanderaan terhadap WNI di sekitar perairan Sulu yang diduga dilakukan oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf. Jokowi mengatakan Duterte sepakat untuk meningkatkan keamanan di perairan Sulu yang kerap dilintasi kapal untuk mengirim batubara dari Indonesia ke Filipina.
Rencananya, kata Jokowi, peningkatan keamanan juga akan diwujudkan melalui patroli bersama. Hal itu sudah lama disepakati lewat perjanjian trilateral antara Indonesia, Filipina dan Malaysia di Yogyakarta beberapa bulan lalu, serta pertemuan di Bali perihal penanggulangan terorisme.
"Kami harapkan ke depan sudah tidak ada masalah keamanan lagi di Laut Sulu. Dan kami akan bersama-sama berpatroli untuk menjamin keamanan di laut itu," kata Presiden Duterte.
Kesepakatan ketiga, Presiden Duterte mengatakan negaranya dan Indonesia sepakat untuk bekerja sama menanggulangi terorisme, penyebaran paham ekstrim, serta penyelundupan obat-obatan di Indonesia dan Filipina.
"Kami sepakat bekerja sama untuk mencegah, menangkap, dan mengadili para pelaku teror di lingkungan kita. Kami juga berbagi keresahan yang sama soal penyebaran obat-obatan terlarang dan dampaknya pada masyarakat kita," terang Duterte.
Isu terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso, tidak disinggung sama sekali dalam pertemuan bilateral ini. Padahal, hal itu termasuk salah satu yang ditunggu-tunggu oleh Kejaksaan Agung. Sebab, Kejaksaan Agung tak bisa mengeksekusi terpidana kasus narkotika tahun 2010 itu apabila proses hukum Mary Jane di Filipina tidak usai. "Tidak ada pembahasan soal itu sama sekali," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.Presiden Joko Widodo dan Presiden Filipina menyepakati tiga hal setelah melakukan pertemuan bilateral selama kurang lebih dua jam pada hari ini, Jumat, 9 September 2016. Kesepakatan itu di antaranya menyelesaikan perkara calon jemaah haji Indonesia yang menunaikan ibadah haji menggunakan paspor Filipina.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Presiden Duterte terhadap 177 orang calon haji kita yang bermasalah dan 168 sudah diselesaikan. Masih ada sembilan orang di Manila, kami minta juga dibantu agar perkaranya bisa cepat selesai," kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jumat, 9 September 2016.
Pada Agustus lalu, terungkap bahwa sebanyak 177 Warga Negara Indonesia berangkat menunaikan ibadah haji menggunakan kuota haji Filipina. Selain itu, mereka juga menggunakan paspor Filipina secara ilegal. Menurut Kementerian Hukum dan HAM, sebanyak 700 WNI yang sudah mengambil jatah haji warga Filipina.
Kesepakatan kedua antara Jokowi dan Duterte yaitu terkait pengamanan di perairan Sulu, Filipina Selatan. Pembicaraan ini berkaitan dengan maraknya penyanderaan terhadap WNI di sekitar perairan Sulu yang diduga dilakukan oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf. Jokowi mengatakan Duterte sepakat untuk meningkatkan keamanan di perairan Sulu yang kerap dilintasi kapal untuk mengirim batubara dari Indonesia ke Filipina.
Rencananya, kata Jokowi, peningkatan keamanan juga akan diwujudkan melalui patroli bersama. Hal itu sudah lama disepakati lewat perjanjian trilateral antara Indonesia, Filipina dan Malaysia di Yogyakarta beberapa bulan lalu, serta pertemuan di Bali perihal penanggulangan terorisme.
"Kami harapkan ke depan sudah tidak ada masalah keamanan lagi di Laut Sulu. Dan kami akan bersama-sama berpatroli untuk menjamin keamanan di laut itu," kata Presiden Duterte.
Kesepakatan ketiga, Presiden Duterte mengatakan negaranya dan Indonesia sepakat untuk bekerja sama menanggulangi terorisme, penyebaran paham ekstrim, serta penyelundupan obat-obatan di Indonesia dan Filipina.
"Kami sepakat bekerja sama untuk mencegah, menangkap, dan mengadili para pelaku teror di lingkungan kita. Kami juga berbagi keresahan yang sama soal penyebaran obat-obatan terlarang dan dampaknya pada masyarakat kita," terang Duterte.
Isu terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso, tidak disinggung sama sekali dalam pertemuan bilateral ini. Padahal, hal itu termasuk salah satu yang ditunggu-tunggu oleh Kejaksaan Agung. Sebab, Kejaksaan Agung tak bisa mengeksekusi terpidana kasus narkotika tahun 2010 itu apabila proses hukum Mary Jane di Filipina tidak usai. "Tidak ada pembahasan soal itu sama sekali," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.Presiden Joko Widodo dan Presiden Filipina menyepakati tiga hal setelah melakukan pertemuan bilateral selama kurang lebih dua jam pada hari ini, Jumat, 9 September 2016. Kesepakatan itu di antaranya menyelesaikan perkara calon jemaah haji Indonesia yang menunaikan ibadah haji menggunakan paspor Filipina.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Presiden Duterte terhadap 177 orang calon haji kita yang bermasalah dan 168 sudah diselesaikan. Masih ada sembilan orang di Manila, kami minta juga dibantu agar perkaranya bisa cepat selesai," kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jumat, 9 September 2016.
Pada Agustus lalu, terungkap bahwa sebanyak 177 Warga Negara Indonesia berangkat menunaikan ibadah haji menggunakan kuota haji Filipina. Selain itu, mereka juga menggunakan paspor Filipina secara ilegal. Menurut Kementerian Hukum dan HAM, sebanyak 700 WNI yang sudah mengambil jatah haji warga Filipina.
Kesepakatan kedua antara Jokowi dan Duterte yaitu terkait pengamanan di perairan Sulu, Filipina Selatan. Pembicaraan ini berkaitan dengan maraknya penyanderaan terhadap WNI di sekitar perairan Sulu yang diduga dilakukan oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf. Jokowi mengatakan Duterte sepakat untuk meningkatkan keamanan di perairan Sulu yang kerap dilintasi kapal untuk mengirim batubara dari Indonesia ke Filipina.
Rencananya, kata Jokowi, peningkatan keamanan juga akan diwujudkan melalui patroli bersama. Hal itu sudah lama disepakati lewat perjanjian trilateral antara Indonesia, Filipina dan Malaysia di Yogyakarta beberapa bulan lalu, serta pertemuan di Bali perihal penanggulangan terorisme.
"Kami harapkan ke depan sudah tidak ada masalah keamanan lagi di Laut Sulu. Dan kami akan bersama-sama berpatroli untuk menjamin keamanan di laut itu," kata Presiden Duterte.
Kesepakatan ketiga, Presiden Duterte mengatakan negaranya dan Indonesia sepakat untuk bekerja sama menanggulangi terorisme, penyebaran paham ekstrim, serta penyelundupan obat-obatan di Indonesia dan Filipina.
"Kami sepakat bekerja sama untuk mencegah, menangkap, dan mengadili para pelaku teror di lingkungan kita. Kami juga berbagi keresahan yang sama soal penyebaran obat-obatan terlarang dan dampaknya pada masyarakat kita," terang Duterte.
Isu terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso, tidak disinggung sama sekali dalam pertemuan bilateral ini. Padahal, hal itu termasuk salah satu yang ditunggu-tunggu oleh Kejaksaan Agung. Sebab, Kejaksaan Agung tak bisa mengeksekusi terpidana kasus narkotika tahun 2010 itu apabila proses hukum Mary Jane di Filipina tidak usai. "Tidak ada pembahasan soal itu sama sekali," kata Menteri Presiden Joko Widodo dan Presiden Filipina menyepakati tiga hal setelah melakukan pertemuan bilateral selama kurang lebih dua jam pada hari ini, Jumat, 9 September 2016. Kesepakatan itu di antaranya menyelesaikan perkara calon jemaah haji Indonesia yang menunaikan ibadah haji menggunakan paspor Filipina.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Presiden Duterte terhadap 177 orang calon haji kita yang bermasalah dan 168 sudah diselesaikan. Masih ada sembilan orang di Manila, kami minta juga dibantu agar perkaranya bisa cepat selesai," kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jumat, 9 September 2016.
Pada Agustus lalu, terungkap bahwa sebanyak 177 Warga Negara Indonesia berangkat menunaikan ibadah haji menggunakan kuota haji Filipina. Selain itu, mereka juga menggunakan paspor Filipina secara ilegal. Menurut Kementerian Hukum dan HAM, sebanyak 700 WNI yang sudah mengambil jatah haji warga Filipina.
Kesepakatan kedua antara Jokowi dan Duterte yaitu terkait pengamanan di perairan Sulu, Filipina Selatan. Pembicaraan ini berkaitan dengan maraknya penyanderaan terhadap WNI di sekitar perairan Sulu yang diduga dilakukan oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf. Jokowi mengatakan Duterte sepakat untuk meningkatkan keamanan di perairan Sulu yang kerap dilintasi kapal untuk mengirim batubara dari Indonesia ke Filipina.
Rencananya, kata Jokowi, peningkatan keamanan juga akan diwujudkan melalui patroli bersama. Hal itu sudah lama disepakati lewat perjanjian trilateral antara Indonesia, Filipina dan Malaysia di Yogyakarta beberapa bulan lalu, serta pertemuan di Bali perihal penanggulangan terorisme.
"Kami harapkan ke depan sudah tidak ada masalah keamanan lagi di Laut Sulu. Dan kami akan bersama-sama berpatroli untuk menjamin keamanan di laut itu," kata Presiden Duterte.
Kesepakatan ketiga, Presiden Duterte mengatakan negaranya dan Indonesia sepakat untuk bekerja sama menanggulangi terorisme, penyebaran paham ekstrim, serta penyelundupan obat-obatan di Indonesia dan Filipina.
"Kami sepakat bekerja sama untuk mencegah, menangkap, dan mengadili para pelaku teror di lingkungan kita. Kami juga berbagi keresahan yang sama soal penyebaran obat-obatan terlarang dan dampaknya pada masyarakat kita," terang Duterte.
Isu terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso, tidak disinggung sama sekali dalam pertemuan bilateral ini. Padahal, hal itu termasuk salah satu yang ditunggu-tunggu oleh Kejaksaan Agung. Sebab, Kejaksaan Agung tak bisa mengeksekusi terpidana kasus narkotika tahun 2010 itu apabila proses hukum Mary Jane di Filipina tidak usai. "Tidak ada pembahasan soal itu sama sekali," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.(Tempo.co)
-
Home
- Redaksi
- Indeks Berita