JAKARTA, SUARALIRA.com - Politisi Partai Golkar Chairuman Harahap tak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. Bekas Ketua Komisi II DPR itu berdalih belum menerima surat panggilan.
Menurut Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, Chairuman punya hak untuk tidak datang memenuhi panggilan pertama. KPK pun telah melayangkan panggilan kedua kepada Chairuman untuk menjalani pemeriksaan. "Kita sudah panggil ulang untuk pemeriksaan Rabu, 12 Oktober," katanya.
Chairuman akan diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi dalam pengadaan proyek KTP elektronik atau e-KTP di Kementerian Dalam Negeri.
Pemeriksaan terhadap Chairuman terkait dengan jabatannya selaku Ketua Komisi II DPR saat itu. Salah satu mitra Komisi II adalah Kementerian Dalam Negeri.
Program penerapan E-KTP ini pernah dibahas Kemendagri bersama Komisi II. "Kapasitas saksi sebagai pimpinan Komisi II saat itu dianggap cukup memiliki pengetahuan atas program ini," kata Yuyuk.
Selain Chairuman, kemarin, KPK memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan mengenai proyek e-KTP. Yakni Sekretaris Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kemendagri, Drajat Wisnu Setyawan; staf Tata Usaha Direktorat Catatan Sipil Ditjen Dukcapil, Henry Manik; Kepala Sub Bagian Data dan Informasi Setditjen Dukcapil, Djoko Kartiko Krisno; dan Pringgo Hadi Tjahyono, pegawai Ditjen Dukcapil. "Saksi dimintai keterangan mengenai bagaimana peranan dan pengetahuannya dalam pengerjaan proyek e-KTP," sebut Yuyuk.
Bekas Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri, Irman juga menjalani pemeriksaan kemarin. Ini adalah panggilan pemeriksaan pertama setelah Irman ditetapkan sebagai tersangka kasus ini.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua tersangka. Yakni Irman dan Sugiarto, bekas Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek e-KTP.
Sugiarto ditetapkan sebagai tersangka sejak 22 April 2014. Ia dikabarkan sakit dan hilang ingatan. Kabar ini disampaikan Irman ketika diperiksa sebagai saksi perkara Sugiarto pada 19 September 2016 lalu.
Irman adalah atasan Sugiarto ketika menjabat Dirjen Dukcapil Kemendagri. "Oh ya, saya pernah lihat dia. Oh (tentang) sakitnya, saya terakhir lihat udah kurus banget. Sakitnya saya tidak terlalu tahu juga, udah lupa katanya," kata Irman di KPK.
Irman mengatakan bekas anak buahnya itu sakit sejak beberapa bulan lalu. Ketika diminta penegasan apakah sakit yang dimaksudnya lupa ingatan, Irman mengiyakan.
Dalam perkara ini, KPK sudah mengantongi hasil perhitungan kerugian negara lebih dari Rp 2 triliun. Irman mengaku tak tahu soal itu.
"Kalau tahu, saya pasti cegah. Nggak ada (pengadaan e-KTP) yang mandek juga. Yang jelas saya nggak tahu ada kerugian negara. Sampai sekarang aja nggak tahu. Kalau tahu pasti akan saya ingatkan," kata Irman.
Kilas Balik
Nazaruddin Kasih Data Politisi Beken Terlibat Proyek E-KTP
Bekas Bendahara Partai Demokrat turut berperan membongkar kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Ia pun menyerahkan data-data yang dimilikinya mengenai proyek itu kepada KPK.
Bekas anggota Komisi III DPR itu menyerahkan data pada 27 Agustus 2013. Dalam dokumen yang dibawa pengacara Nazaruddin, Elza Syarief ke KPK itu, terdapat sejumlah nama-nama tenar.
Nama dari pihak pemerintah yang masuk dalam dugaan korupsi e-KTP versi Nazaruddin itu adalah Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni, pejabat pembuat komitmen (PPK) Sugiarto, serta ketua panitia lelang e-KTP, Dradjat Wisnu Setyawan.
Sedangkan dari kalangan politisi, nama yang terseret antara lain Ketua Fraksi Partai Golkar DPR saat itu Setya Novanto, dan Anas Urbaningrum, bekas Ketua Umum Partai Demokrat.
Dari kalangan Badan Anggaran DPR, yakni empat pimpinan yakni Melchias Markus Mekeng, Mirwan Amir dan Olly Dondokambey.
Nama pimpinan Komisi II DPR yakni Chairuman Harahap, Arief Wibowo dan Ganjar Pranowo turut disebut.
Sedangkan pihak swasta dalam proyek e-KTP yang ikut dilaporkan ke KPK adalah Andi Narogong.
Dari laporan Nazaruddin itu, nama Olly Dondokambey diduga kecipratan 1 juta dolar Amerika, sedangkan Melchias dan Mirwan masing-masing 500 ribu dolar Amerika. Sementara tiga pimpinan Komisi II DPR, yaitu Chairuman, Arief dan Ganjar, masing-masing disebut mendapat 500 ribu dolar Amerika.
Menurut Elza, data yang diserahkan Nazaruddin kali ini memang lebih mendalam pada masalah e-KTP. "Ada semuanya, bukti-bukti sudah rapi. Tapi kasusnya masih dalam penyelidikan," kata Elza.Elza menyebutkan penggelembungan dalam proyek e-KTP diduga mencapai 45 persen. Sedangkan nilai proyek e-KTP mencapai Rp 5,9 triliun. "Kan proyeknya sampai 2,5 tahun," ucapnya. "Jadi kita serahkan ke KPK. KPK sudah terima semuanya," ucapnya.
Elza menegaskan, kliennya telah berinisiatif untuk membongkar kasus e-KTP. "Termasuk Nazaruddin juga terlibat," pungkasnya.
Tiga tahun berlalu, Nazaruddin akhirnya dipanggil KPK untuk mengklarifikasi data yang pernah diberikannya.
Nazaruddin yang sudah menjadi penghuni Lapas Sukamiskin dibawa ke KPK untuk menjalani pemeriksaan maraton selama beberapa hari.
Usai diperiksa diperiksa 29 September 2016, bos Permai Group itu menyampaikan kabar bakal ada tersangka baru kasus proyek e-KTP. "(Kasus) KTP-nya sudah meningkat kan. Saya kan diperiksa untuk dua orang tersangka," katanya.
Saat ditanya siapa yang dimaksud, dia tak menjelaskan detail. "Ya, PPK sama dirjen (yang jadi tersangka)," sebut Nazaruddin.
Dia juga mengaku diperiksa soal uang yang mengalir dari Permai Group kepada sejumlah bupati hingga gubernur.
Sehari setelah Nazaruddin mengungkap informasi itu, KPK menggelar konferensi pers mengenai penetapan Irman, bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri sebagai tersangka kasus e-KTP.
KPK tengah menelusuri aliran duit proyek e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2 triliun ini. "Teman-teman jaksa, (menanyakan) itu uang segini itu lari ke mana saja," ungkap Ketua KPK Agus Rahardjo.
Sejumlah saksi pun dimintai keterangan, termasuk Nazaruddin. Nama-nama yang disebutkan kecipratan duit proyek e-KTP juga bakal dipanggil. (rmc/sl)