JAKARTA, SUARALIRA.com - Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI TB. Hasanuddin mengungkapkan salah satu penyebab suburnya gerakan terorisme di tanah air adalah kurangnya pengawasan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) terhadap aktivitas napi teroris. Alih-alih ingin membina dan menyadarkan, Lapas malah justru dijadikan alat bagi napi teroris untuk mengembangkan paham radikal napi teroris itu.
Penilaian tersebut disampaikan TB Hasanuddin mencermati kasus penyerangan terhadap sejumlah polisi di Pos Polisi Polsek Tangerang Kota, Banten oleh Sultan Azianzah (22) beberapa waktu lalu.
“Sultan yang pelaku di Tanggerang itu keinginan muncul setelah hanya beberapa kali datang ke sebuah Lapas dan ketemu dengan mantan teroris yang sedang dipenjara. Ini betul-betul mengkhawatirkan,” kata TB Hasanuddin dalam dialog 4 Pilar Kebangsaan ‘Menangkal Radikalisme dalam Rangka Menjaga Keutuhan NKRI’ di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (24/10/2016) kemarin.
TB Hasanuddin yang juga Wakil Ketua Komisi I DPR RI, mengaku terkejut karena hanya dalam beberapa kali pertemuan dengan pimpinan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Maman Abdurrahman yang saat ini mendekam di LP Nusakambangan, pemahaman radikal Azianzah begitu terasah.
“Hanya dalam pertemuan beberapa kali saja si Sultan ini memiliki keberanian dan tekad melebihi seorang prajurit. Dia sudah siap apapun resiko yang akan terjadi,” mantan Purnawirawan Jenderal Bintang Tiga TNI AD ini.
Aktivitas lain napi teroris yang secara tidak disadari telah mengembangkan paham terorisnya adalah belum tersedianya sarana dasar para penghuninya. Misalnya pentingnya tokoh-tokoh agama yang benar-benar difasilitasi oleh negara dalam hal ini pihak Lapas sebagai pembinanya. Misalnya Imam sholat, atau guru ngaji yang bisa menjadi teladan dan panutan penghuni lapas.
“Kita butuh membereskan situasi di Lapas. Karena di Lapas itu tidak ada imam untuk sholat. Tidak ada khotib untuk khutbah. Nah yang fasih untuk melakukan hal-hal tersebut, ya mereka mantan-mantan teroris. Sayangnya, ketika berkhotbah bukan bicara kerukunan beragama, Pancasila dan kesadaran berbangsa, melainkan masalah terorisme, membangun negara khilafah, lalu bagaimana agar bisa masuk surga dengan cara cepat. Itu yang terjadi,” ujarnya.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud menyebut kelompok-kelompok radikal yang beberapa di antaranya memiliki jaringan luas sebagai kelompok agama pendatang baru. "Kalau NU dan Muhammadiyah sudah dianggap selesai NKRI nya. Nah, yang jadi masalah kelompok pendatang baru ini," ujarnya.
Dia mengakui kelompok radikal yang banyak muncul sebagai pendatang baru itu banyak diminati anak-anak muda maupun orang-orang tua yang masih yang pemahaman agamanya masih kurang. "Lalu masuklah kelompok-kelompok pendatang baru ini yang memiliki pemahaman radikal. Lalu menawarkan janji-janji instan, yaitu memberi dalil-dalil pengikut bisa cepat masuk surga dengan cara instan," katanya. (bbg/sl)