JAKARTA, SUARALIRA.com - Impor cangkul tengah jadi polemik. Meski volume impornya dianggap tak besar, masuknya cangkul yang berasal dari China tersebut diprotes banyak kalangan. Alasannya, cangkul merupakan perkakas sederhana yang bisa dibuat dengan mudah oleh pengrajin pandai besi lokal.
Para petani di sejumlah daerah rupanya sudah puluhan tahun mengandalkan cangkul made in China di sawah.
Fajar, Ketua Kelompok Tani Mudi Rahayu Purbalingga, Jawa Tengah, mengaku sudah puluhan tahun lamanya mengandalkan cangkul impor China dengan merek Crocodile. Menurutnya, cangkul asal China tersebut sudah lama populer dipakai para petani di daerahnya.
"Sudah puluhan tahun pakai cangkul China yang Crocodile, kalau petani di Purbalingga beli cangkul ya belinya yang merek yang ada cap buayanya. Karena memang enak dipakai, awet tahan lama," ucap Fajar dihubungi detikFinance, Selasa (1/11/2016).
Cangkul merek China, kata Fajar, banyak dijumpai di toko material. Selama ini, dirinya dan petani lainnya tak mempermasalahkan cangkul yang dipakainya buatan China atau lokal.
"Kita tahunya pakai yang memang cocok dan bagus dipakai. Yang sudah terkenal di sini ada 2, cap mata dan cap buaya. Belinya di toko material, harganya antara Rp 80.000-100.000. Itu baru cangkulnya saja, belum gagangnya," ujar petani gabah asal Desa Baleraksa, Kecamatan Karangmoncol, Purbalingga ini.
Setali tiga uang, petani bawang merah asal Bima, Amirudin, juga mengaku dirinya dan petani di daerahnya sudah puluhan tahun menggunakan cangkul pabrikan China.
"Petani di Bima kalau pakai cangkul biasanya pakai yang merek cap buaya juga. Ada stiker pakai Bahasa Mandarin, dipakai enak saja. Saya beli 2 tahun lalu sampai sekarang masih bagus," tutur Amirudin. (dtc/sl)