PEKANBARU (suaralira.com) - Badan Anggaran DPRD Riau soroti atas target deviden Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang tidak naik. Hal itu terungkap dalam pembahasan alot antar Banggar dan TAPD Pemprov Riau, Selasa (22/11) kemarin.
"Legislator Riau menyoroti tidak naiknya target deviden dari BUMD dalam Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara untuk APBD 2017. Jangankan naik, minimal kita minta sama dengan Tahun 2016," kata Legislator Komisi C DPRD Riau, Husaimi Hamidi di Pekanbaru.
Dikatakannya, "pada prinsipnya saya meminta penerimaan itu dinaikkan terutama khusus tentang pendapatan daerah dari aset yang dipisahkan. sebelumnya Pemprov Riau sempat menurunkan pendapatan tersebut dari tahun sebelumnya dengan berbagai alasan, namun penurun tersebut dirasa tidak sesuai melihat jumlah BUMD yang ada di Provinsi Riau ini."
Awalnya, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi Riau mengajukan jumlah pendapatan dari aset yang dipisahkan atau deviden BUMD itu turun dibandingkan 2016, yakni Rp153 miliar. Padahal pada tahun ini pendapatan dari deviden itu senilai Rp218 miliar.
Kemudian dalam pembahasan yang alot tadi antara Banggar bersama TAPD, akhirnya disanggupi naik menjadi Rp200 miliar. Akan tetapi dewan tetap meminta minimal harus Rp218 miliar, karena jika diturunkan berarti ada penurunan kinerja dari BUMD milik Pemerintah Provinsi Riau itu sendiri, kata Husaimi.
Ujar Legislator asal Rokan Hilir tersebut, dalam pembahasan itu tak mungkin pemerintah memberikan uang kepada BUMD, lalu ditanyakan pula berapa sanggup memberi deviden. Seharusnya, pemerintah yang memasang target berapa deviden yang bisa diberikan.
Terlebih lagi, seperti BUMD Bank Riau Kepri yang meminta penambahan modal. Dikatakannya kalau memang tidak ingin menaikkan pendapatan, dirinya akan mengajak kawan-kawan dewan supaya penambahan modalnya ditolak, sebut dia.
Ditambah lagi katanya, sejumlah BUMD lainnya tidak kunjung menggelar Rapat Umum Pemegang Saham sehingga terkesan tidak serius. Padahal sesuai Undang-Undang perseroan, tiga bulan setelah tutup buku, BUMD tersebut wajib melaksanakan RUPS.
"Kalau tidak RUPS dan kita diamkan, itu pembiaran. Jika mereka salah, berarti pemerintah juga ikut salah. Makanya kita sepakati tadi Rp218 miliar dan sama dengan Tahun 2017," tegasnya.
(an/sl)