PEKANBARU (suaralira.com) - Sejumlah wali murid khususnya di tingkat SLTA mengeluhkan adanya dana komite yang dipungut pihak sekolah. Kondisi tersebut menjadi perhatian khusus Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman.
"Ya saya sudah dapat kabar soal dana komite itu. Ini akan menjadi perhatian khusus buat kita karena saat ini SLTA menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi, bukan kabupaten dan kota lagi," kata Andi Rachman sapaan akrabnya Gubernur Riau, Kamis (22/12/2016).
Menurutnya, jika dana komite sekolah khususnya untuk SLTA tidak memiliki dasar hukum yang kuat, dia menyarankan agar Dinas Pendidikan Riau menyampaikan ke seluruh SLTA untuk dihentikan dana komite tersebut.
"Kita kemarin baru mengumpulkan seluruh kepala sekolah SLTA di Riau ini karena aset dan guru PNS menjadi tanggung jawab Pemprov. Dan saat itu saya juga minta agar pihak sekolah berkonsultasi dengan pihak Polda Riau. Ini perlu, agar pungutan dana komite tidak melabrak hukum," kata Andi.
Masih menurut Andi, bila dana komite dari sekolah ke wali murid dipandang melabrak hukum, maka pungutan itu sama saja dengan pungutan liar (pungli).
"Kalau ternyata dana komite itu dari sisi hukum dianggap pungli, ya sudah saya minta hentikan pungutan tersebut. Kalau masih ada yang meminta, tanggung risiko," kata Andi.
Untuk sekedar diketahui, selama ini sejumlah SLTA terutama di Pekanbaru melakukan pungutan dana komite. Alasannya, dana komite tersebut dibutuhkan untuk menunjang kinerja guru, termasuk membantu guru honor. Gubernur Riau menilai, dana komite itu kemungkinan bukan usulan dari orang tua murid.
"Saya rasa tidak mungkin usulan dari wali murid, usulan tentunya datang dari pihak sekolah. Saya akan minta Kepala Dinas Pendidikan Riau untuk menghapus saja dana komite itu," tegas Andi.
Selain itu, Andi juga akan memetakan langsung jumlah guru setingkat SLTA. Sebab, dengan pemindahan tanggung jawab dari Kabupaten dan Kota ke Provinsi, hal itu otomatis menjadi beban Pemprov Riau.
"Kita akan seleksi ketat soal guru honor ini. Tidak mungkin semua guru honor diterima, tanpa ada seleksi ulang. Kalau guru honor terlalu banyak, kita tidak sanggup untuk menggajinya. Apa lagi dana APBN kita terus menurun," kata Andi. dtk/sl