BEKASI (suaralira.com) - Berkembang pesatnya pembangunan, menyebabkan berkurangnya lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berfungsi sebagai resapkan air, dan itu menjadi salah satu penyebab timbulnya masalah banjir.
Kawasan yang dahulunya bebas banjir, saat ini sudah menjadi langganan banjir, itu disebabkan sebagian besar kawasan tersebut dan lingkungan sekitar telah berubah fungsi. Dahulu sebagai resapan air kini menjadi kawasan perumahan.
Sehingga di perlukan langkah-langkah dari pemerintah Kota Bekasi untuk mengatasinya. Titik wilayah yang sering terjadi banjir, salah satunya adalah ada di Kecamatan Pondok Gede.
Banjir atau kurang baiknya resapan air menjadi tanggung jawab atau tugas Pemerintah Kota Bekasi. Maka itu, perlu ada langkah strategis untuk meminimalisirkan volume air ketika musim penghujan, baik dari segi resapan (RTH) maupun drainase.
"Banjir menjadi masalah klasik perkotaan masa kini, hal ini dikarenakan berkurangnya lahan resapan, baik di hulu maupun hilir," ucap Anggota Komisi II DPRD Kota Bekasi, Sihar.
Ia membandingkan dengan negara tetangga dalam hal mengatasi banjir, seperti Malaysia. Disana pusat pemerintahan Malaysia dibangun diatas rawa di Putrajaya, salah satu kota di Malaysia dan sekitar 1,5 jam dari Kuala Lumpur. Bisa dijadikan contoh bagaimana mendesain kota bebas banjir dan menyimpan air di kolam-kolam besar seperti situ atau waduk.
"Konsep tata kelola air yang dimaksud dengan membangun lebih banyak situ atau waduk penyimpan air, normalisasi kali yang terintegrasi dengan parit dan drainase air lingkungan bermuaranya kepada sistem primer seperti Banjir Kanal Timur (BKT) milik DKI," bebernya.
Suatu kawasan yang permukaan tanahnya dibawah permukaan air, lanjut Sihar, hendaknya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) nya bukan untuk pemukiman.
"Permasalah banjir dimusim hujan dan kekurangan air dimusim kemarau merupakan tantangan bagi Pemerintah Kota Bekasi maupun DPRD, yang harus benar-benar di tangani dengan serius untuk masyarakat," tutupnya.
(oto/sl)