Rohil, suaralira.com - Menanggapi hal tentang adanya wacana kendaraan roda dua dijadikan angkutan umum atau plat kuning. Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) ARRIDHO Kabupaten Rokan Hilir Agus Salim, SHI, M.Pd.I Angkat Bicara.
Agus yang Juga Pernah Menjabat Sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum dan Mediasi (LBH-M) Kabupaten Rokan Hilir mengatakan, bahwa wacana kendaraan roda dua yang akan di jadikan angkutan umum atau plat kuning tidak perlu dilakukan karena apabila kendaraan tersebut di jadikan angkutan umum bisa berdampak pada hal yang kurang baik.
"Sebagaimana kita ketahui bahwa sepeda motor rentan sekali terjadi nya kecelakaan apalagi sepeda motor dijadikan angkutan umum atau di plat kuning, sementara kita selalu mempelopori tentang pentingnya keselamatan jiwa," ucap Arridho.
"Menurut hemat saya, sangat tidak perlu kendaraan roda dua di jadikan angkutan umum, sebagaimana sama sama kita ketahui angka kecelakaan terbesar di indonesia adalah kecelakaan sepeda motor, perbandingannya sangat jauh bila dibandingkan dengan menggunakan mobil. Dan akibatnya pun cukup fatal dan bahkan menyebabkan banyaknya korban jiwa lebih besar pengguna spd motor dr pada mobil, apalagi jika nanti nya spd motor di jadikan angkutan umum. Sebelum semua terlambat lebih baik kita mencegah," imbuhnya kepada awak media.
Menurut Ketua STAI ini, seandainya motor dijadikan sebagai angkutan umum dapat menimbulkan dampak yang lain juga, yaitu menghambat efektifitas dan pertumbuhan angkutan umum yang semestinya seperti bus umum, taksi dan yang lainnya.
"Maka dari itu dirasa sangatlah tidak perlu dilegalkannya kendaraan roda 2 sebagai angkutan umum, di negara-negara lain mana pun juga tidak ada yang melegalkan sepeda motor sebagai angkutan umum, sangat tidak diperlukan hal ini dilakukan," beber Ketua STAI ini.
Lanjutnya,"Berkenaan dengan angkutan online/daring hingga saat ini belum ada di wilayah Kabupaten Rokan Hilir dan kecil kemungkinan akan ada di sini, selain itu, angkutan online juga telah diakomodir Peraturan Menteri Perhubungan PM 108 tahun 2017, jadi dirasa tidak perlu juga adanya revisi UU no. 22 tahun 2009. Tutup Mediator Bersertikat Non Hakim ini." pungkas Arridho.
Laporan: Toni
Sumber : erariau.com