Koordinator AMPHIBI Riau Muhammad Budianto Saat kunjungan di Rawa kebun milik warga yang diduga tercemar oleh minyak mentah PT.CHEVRON di Kepenghuluan Menggala Sakti Kec. Tanah Putih Kab. Rokan Hilir
Dugaan pencemaran lingkungan limbah PT. CHEVRON

Sudah Bertahun Limbah Minyak Mentah PT. CHEVRON Cemari Rawa Di Lahan Warga

ROHIL, suaralira.com - Ironis memang ketika adanya permasalahan limbah yang diduga dilakukan oleh pihak perusahaan yang terkena imbasnya adalah warga saat ini, sepertinya hanya di anggap hal sepele oleh kalangan penindak lingkungan hidup di Indonesia, khususnya di wilayah yang banyak berdiri perusahaan-perusahaan industri.
 
Sehingga rakyat yang terkena imbas dari kelalaian pihak perusahaan akan bercecerannya limbah tersebut, hanya dapat berdoa kepada yang maha kuasa, pasalnya jikapun warga yang terkena imbas dari baik dari limbah yang berceceran akibat kelalaian managemen perusahaan maupun unsur kesengajaan, pihak penindak lingkungan hidup sangatlah minim untuk berpihak kepada masyarakat.
 
Salah satu contohnya adalah yang di alami oleh Firdaus, dirinya memiliki lahan yang ditanami pohon sawit seluas 4 Hektar di Kepenghuluan Menggala Sakti Kec.Tanah Putih Kab.Rohil harus mengalami isapan jempol belaka.
 
Pasalnya diduga tidak ada satupun pihak dari pemerintahan baik dari Kepenghuluan, Kecamatan, Dinas Lingkungan Hidup Kab.Rohil maupun Provinsi serta Pusat yang membantu menyelesaikan permasalahan Firdaus terhadap pihak Management Chevron yang berada di Kepenghuluan Menggala Sakti ini, terkait lahannya yang terkena limbah minyak mentah berupa oli yang berasal dari pipa milik Chevron tersebut.
 
Hal ini di ungkapkan Firdaus di lokasi lahannya dengan memberi keterangan kepada Mhd.Budianto selaku Koordinator Pemerhati Lingkungan Hidup AMPHIBI Riau (Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup & B3 Indonesia), bahwa lahannya diduga sudah hampir sepuluh tahun terkena dampak limbah minyak mentah berupa oli yang bercecer akibat kebocoran pipa milik Chevron yang berada di kawasan Kepenghuluan Menggala Sakti.
 
"Hampir sepuluh tahun sudah, kejadian lahan saya ini terkena imbas minyak mentah berupa oli ini. Sehingga tanaman sawit saya seluas 4 Hektar ini, seperti hidup segan mati tak mau," ungkap Firdaus kepada Koordinator AMPHIBI Riau, Minggu (13/05/2018).
 
"Waktu dilakukan mediasi bersama pihak Chevron, mereka hanya memberi saya berupa kompensasi sebesar Rp.15 Jt, dan mereka berjanji akan membersihkan limbah berupa oli tersebut. Namun faktanya hingga kini tak kunjung dibersihkan." pungkas Firdaus dengan nada kesal.
 
Terkait hal ini, Mhd.Budianto selaku Koordinator AMPHIBI Riau yang saat itu berada dilokasi lahan Firdaus, sangat menyayangkan atas tindakan Management Chevron yang berada dikawasan Kepenghuluan Menggala Sakti.
 
"Saya melihat langsung, banyaknya limbah minyak mentah berupa oli hitam yang berasal dari pipa milik Chevron berceceran di rawa air yang berimbas kelahan Firdaus tersebut, yang kini oli tersebut sudah pasti meresap kedalam air hingga merembet kemana-mana," ungkap Budi kepada EraRiau.com.
 
"AMPHIBI cukup prihatin, betapa lemahkan penindakan hukum oleh pihak penindak lingkungan hidup terhadap pihak Chevron Menggala Sakti, khususnya di Kab.Rohil. Apakah hal ini pihak-pihak terkait tidak mengetahui atau pura-pura tidak akan permasalahan yang di alami oleh Firdaus," imbuh Koordinator AMPHIBI Riau.
 
Menurut Budi bahwa tindakan pihak Chevron telah melanggar Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
 
Berdasarkan UU tersebut Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan
 
Pasal 87.
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib  membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.  
 
(2) Setiap orang yang melakukan pemindahtanganan, pengubahan sifat dan bentuk usaha, dan/atau kegiatan dari suatu badan usaha yang  melanggar hukum tidak melepaskan tanggung jawab hukum dan/atau kewajiban badan usaha tersebut.  
 
(3) Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa terhadap setiap hari keterlambatan atas pelaksanaan putusan pengadilan. 
 
(4) Besarnya uang paksa diputuskan berdasarkan peraturan perundang- undangan.    
 
Tanggung Jawab Mutlak  
 
Pasal 88.
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
 
"Nah berdasarkan UU No.32 Tahun 2009, pihak Chevron wajib ganti rugi terhadap kerugian yang di alami oleh masyarakat. Namun faktanya itu tidak dilakukan oleh pihak Chevron tersebut," ungkap Budi.
 
Lanjutnya," Saya sudah mengambil sample berupa minyak mentah oli dan air tersebut, guna saya kirim ke DPP AMPHIBI Pusat, agar dilakukan Leb." pungkas Korrdinator AMPHIBI Riau, Mhd.Budianto.***(Nh/red)