Diapresiasi Ketua KI Pusat, Komisi Informasi Sumbar Telah Berbuat Sebelum KI Provinsi Lain

JAKARTA, suaralira.com - Komisi Informasi (KI) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), pantas mendapat apresiasi yang tinggi dari Ketua Komisi Informasi (KI) Pusat Gede Narayana dan komisioner KI pusat lainnya. Ketika KI-KI provinsi berada di tempat lain belum disetujui, KI Sumbar telah mendukung untuk meningkatkan dan memperkuat keterbukaan informasi publik.
 
Terobosan cerdas KI Sumbar yang diketuai oleh Adrian Tuswandi, Wakil Ketua Nofal Wiska dan tiga komisioner lainnya, Arief Yumardi, Tanti dan Arfitriati, adalah anggota Forum Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik (FJKIP) dan para jurnalis yang terlibat studi di KI Pusat dan PPID Utama Pemprov DKI Jakarta. Karena Pemprov DKI Jakarta, dua tahun berturut-turut mendapatkan anugerah keterbukaan informasi dari KI pusat.
 
Karena itu, Ketua Ki Pusat Gede Narayana optimis Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di Ranah Minang Sumatera Barat menjadi pioner di Indonesia.
 
“Harus menjadi pionerlah, apalagi Komisi Informasi Sumbar mampu berkolaborasi dengan teman-teman jurnalis, lewat Forum Junalis Keterbukaan Informasi Publik (FJKIP) Sumbar,” ujar Gede Narayana saat menyambut peserta studi tiru FKKIP Sumbar di Ruang Rapat KI Pusat lantai 9 Wisma BSG Jakarta seperti dilansir mimbarsumbar.id.
 
Menurut Gede, keterbukaan informasi publik kekinian terus bergeliat di seluruh badan publik dan masyarakat, mustahil makin masive tanpa peran jurnalis.
 
“Tanpa pro aktif jurnalis membantu sebagai corong pesan-pesan penguatan KIM, mustahil sasaran UU KIP tercapai,” ujarnya didampingi Komisioner KI Pusat M Syahyan dan Cecep Suryadi.
 
Apalagi kata Bli Gede biasa dipanggil di kalangan KI se Indonesia, masyarakat Sumbar termasuk trigger soal keterbukaan informasi di Indonesia.
 
“Bermula dari Kabupaten Solok suara transparansi nasional terbuka, lalu Orde Reformasi melahirkan UU KIP pada 2008 lalu,” ujarnya pada sharing dipandu Komisioner KI Sumbar Arif Yumardi.
 
Bli Gede mengatakan meski KI tugas laksanakan sidang sengketa informasi publik. “Tapi itu muaranya, justru KI kedepan gugus tugas lebih kuat lagi untuk advokasi dan edukasi yang outputnya jumlah sengketa turun. Kedepan KI menyidangkan sengketa informasi publik untuk informasi dikecualikan saja,” ujarnya.
 
Rombongan studi tiru FJKIP Sumbar sebagai kelanjutan workshop Jurnalis Keterbukaan Informasi digelar KI Sumbar beberapa hari lalu, selain dihadiri insan pers.juga ikut organisais wartawan seperti PWI, IJTI, AJI dan IWO Sumbar, tiga komisioner KI Sumbar dan Anggota DPRD Sumbar HM. Nurnas, Asisiten I Setdaprov Sumbar Devi Kurnia, Kadiskominfo Yeflin Luandri dengan tiga staf di Kominfo Sumbar.
 
Bli Gede dan Narayana juga membubuhkan tandatangan di plakat Deklarasi FJKIP usai dialog dan diskusi rangkaian studi tiru siang itu.
 
“Teman teman jurnalis pasti pahamlah soal urgensi keterbukaan informasi publik. Tolong teman-teman bangun kesevisian dengan KI, bedanya informasi publik sebagai tugas KI, dan informasi di publik bukanlah tugas kami,” ujar Gede Narayana.
 
Informasi di publik itu kata Gede Narayana ranahnya ada di Kemenkominfo dan biasanya yang mengawasi adalah badan cyber seperti  informasi hoax dan informasi tidak benar dan menyesatkan pula.
 
Asisten I Pemprov Sumbar Devi Kurnia pastikan Ketua  dan jajaran KI Pusat untuk tidak meragukan keterbukaan informasi.
 
“Suku minang itu keterbukaan adalah karakternya, tinggal bagaimana Sumbar mengemasnya sesuai aturan UU KIP,” ujar Devi Kurnia di pertemuan tersebut
 
Devi Kurnia juga sharing dengan KI Pusat soal informasi dikecuali yang telah melewati uji konsekuensi sesuai aturan
 
“Jangan lantas bermuara di sengketa informasi KI, lalu habis putusan KI ee menggugat lagi ke PTUN,” ujarnya.
 
Sementara soal informasi publik lain, Asisten I Setdaprov Sumbar ini juga pastikan tidak ada informasi kategori rahasia negara di Pemprov Sumbar.
 
Gede menegaskan, Badan Publik harus paham dalam mengkonstruksikan informasi dikecualikan. “Buka atau tidak itu kewenangan di KI dan pemahaman informasi dikecualikan harus perfect,” ujarnya.
 
UU 14/2008 itu Filsafat Hukum 
 
Sedangkan terkait tidak bergiginya putusan KI soal informasi publik, Gede Narayana sebut bedakan antara filsafat hukum dengan filsafat etika. Filsafat Hukum menjurus kepada benar dan salah.
 
“Filsafat etika itu tentang baik dan buruk
UU 14 tahun 2008 lebih condongnya ke filsafat etika, hukumnya Tuhan dan lingkungan sosial,” ujar Gede.
 
M Syahyan menekankan juga soal informasi dikecualikan itu ruang pengujiannya oleh majelis komisioner KI lewat uji kepentingan.
 
“Jika majelis komisioner, KIanyakan informasi yang dikecualikan itu bermanfaat bagi orang banyak, putusannya pasti buka. Tapi jika banyak mudaratnya, KI harus mendukung informasi yang dikecualikan lewat persetujuan, ”ujar M Syahyan.
 
HM Nurnas setuju dengan FJKIP ini harus jelas-jelas tentang penguatan keterbukaan informasi publik.
 
"Jika tidak ada out kedepan tahun depan saya minta tidak ada di postur APBD Sumbar," katanya. (rls / mbs / sl)