LANGSA (NAD), Suaralira.com -- PT Perkebunan Nusantara I tercatat sejak masa konflik hingga sampai saat ini kondisinya masih sangat memprihatinkan baik dalam sisi Financial maupun Asset.
Demikian disampaikan Kasubbag Humas Protokoler Syaifullah SE dalam temu pers yang dilaksanakan di ruang rapat sekretariat Perusahaan, dikatakannya untuk membiayai operasional dan beban - beban yang menjadi kewajiban perusahaan yaitu, Gaji Karyawan, Pajak, hutang jangka pendek, hutang jangka panjang sampai dengan saat ini total hutang perusahaan berjumlah sebesar Rp. 2.588.414.098.266 (+/- 2,6 Trilyun). Selasa,10/04/2020.
Saiful menambahkan,Sementara sumber pendapatan asli perusahaan diperoleh dari produksi yang dihasilkan dari unit-unit usaha kelapa sawit yang diolah menjadi CPO dan inti sawit kemudian dijual sesuai dengan harga pasar, pendapatan tersebut sampai dengan saat ini belum mencukupi untuk membiayai kebutuhan perusahaan.
Kondisi realisasi produksi tandan buah segar (TBS) rata-rata perbulan yang dihasilkan dari kurun waktu tahun 2016 s.d tahun 2019 sebanyak 24.542.000 ton, total pendapatan rata-rata perbulan sebesar 50 miliar sampai dengan 60 miliar.
Sementara untuk kebutuhan biaya operasional dan beban hutang jangka panjang serta jangka pendek perbulan dibutuhkan dana sebesar 90 milyar sementara selisih pendapatan terhadap beban perusahaan sebesar Rp.30 Miliar sampai dengan Rp.40 Miliar.setiap bulanya.
Sedangkan Santunan Hari Tua (SHT) merupakan yang diberikan perusahaan kepada karyawan yang pensiun tanpa memungut iuran dari karyawan, artinya SHT sepenuhnya merupakan beban perusahaan secara cuma cuma
Dasar pemberian SHT yaitu diberikan kepada para pensiunan atas dasar Perjanjian Kerja Sama (PKB) yang telah disepakati antara Pihak Pengusaha (Direksi) dengan pihak Serikat Pekerja Perkebunan (SPBUN) yang pembayarannya disesuaikan dengan kemampuan keuangan perusahaan,serta berdasarkan Undang undang 2003 fasal 3 tentang pembayaran sht jika perusahaan dalam keadaan mapan perusahaan wajib membayar, sementa ketika perusahaan sedang pailit tidak wajib membayar sht teraebut.
Direksi PTPN I tetap berkomitmen untuk memenuhi kewajiban pembayaran SHT walaupun secara mencicil, akhir-akhir ini terjadi kendala terhadap pembayaran SHT dikarenakan kondisi keuangan (cash Flow) yang kurang baik, dimana pendapatan dari hasil penjualan produk yang dihasilkan tidak cukup untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka pendek perusahaan termasuk SHT.
Pendapatan Perusahaan saat ini hanya mampu membayar gaji, pinjaman bank, pajak dan sebahagian biaya operasional yang sangat penting dan tidak dapat ditunda,sedangkan dari jumlah SHT periode 2010 s.d 2020 sebesar 257,73 Direksi semasa Uri Mulyari (selama periode 2016 s.d saat ini) telah melakukan pembayaran SHT secara mencicil sebesar Rp.129,98 M dan tersisa sebesar Rp.127,75 M.
Dengan tercapainya usaha yang dilakukan, kemampuan dan kesehatan perusahaan dapat terus meningkat sehingga beban kewajiban perusahaan berangsur mampu diselesaikan (epa/sl)