Suaralira.com -- Untuk para pustakawan yang sudah memegang gelar PNS (Pegawai Negeri Sipil), tentunya gaji dan tunjangan yang mereka dapatkan jauh lebih besar daripada nasib para pustakawan yang bekerja di perpustakaan sekolah.
Walaupun begitu, jika ditanya, pasti para pustakawan yang sudah berstatus PNS sekalipun akan menjawab jika gaji mereka juga masih kurang.
Pustakawan yang bekerja di perpustakaan-perpustakaan sekolah di hampir seluruh Indonesia rata-rata pasti masih mengeluh terkait gaji yang mereka terima.
Untuk mereka para pustakawan yang bekerja di perpustakaan sekolah modern dan berstandard Internasional, mungkin tidak terlalu gelisah. Karena gaji mereka sudah jauh lebih lumayan, jika dibandingkan dengan pustakawan yang bekerja di perpustakaan sekolah swasta, ataupun sekolah negeri yang kepala sekolahnya tidak begitu peduli dalam mengelola perpustakan sekolah.
Kisah para pustakawan yang kurang bernasib baik karena memiliki kepala sekolah yang “pelit”, dalam memberikan anggaran untuk perpustakaan membuat nasib para pustakawan semakin dianaktirikan.
Sudah gajinya kecil, terkadang masih disuruh mengerjakan tugas-tugas lain yang tidak ada kaitanya dengan profesinya sebagai pustakawan (staf perpustakaan).
Miris memang, pustakawan di perpustakaan sekolah yang katanya dianggap sebagai profesi yang mulya dan terhormat tapi ternyata gaji yang mereka terima sangat kecil sekali.
Beberapa kisah dari pustakawan yang bekerja di perpustakaan sekolah, banyak diantara mereka yang hanya mendapatkan gaji di setiap bulanya hanya di kisaran Rp 500 ribu rupiah.
Bahkan tidak sedikit yang mendapat gaji dibawah Rp 500 ribu rupiah. Hal ini tentunya masih jauh dibawah kuli bangunan yang setiap bulan bisa peroleh gaji diatas Rp 1 juta.
Alasan dari pihak sekolah selalu sama, “Anggaran untuk perpustakaan memang tidak ada”.
Sebenarnya jika masih ada pihak kepala sekolah yang masih memiliki alasan bahwa “Anggaran untuk perpustakaan memang tidak ada”, kepala sekolah yang seperti ini mungkin dirinya harus membuka mata lebar-lebar, untuk bersedia belajar dari sekolah-sekolah yang sudah lebih dahulu peduli memberikan anggaran yang cukup tinggi untuk perpustakaan.
Saat anggaran APBN untuk pendidikan sudah begitu besar, ditambah adanya " UU No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan "yang sudah mengatur dan mewajibkan sekolah untuk menganggarkan minimal 5% untuk anggaran perpustakaan sekolah, tentunya pihak kepala sekolah yang masih beralasan tidak memiliki anggaran untuk perpustakaan sekolah perlu dicurigai.
Para pelaku yang bergerak dalam asosiasi pustakawan sekolah, ikatan pustakawan, ikatan mahasiswa ilmu perpustakaan dan pihak-pihak terkait lainya sudah seharusnya bersikap kritis atas kondisi ini.
Jika bersuara dengan secara sendirian memang sangatlah sulit untuk melawan birokrasi yang sudah terlanjur bobrok. Itu kenapa dibutuhkan saling bahu-membahu diantara para persatuan pustakawan dan organisasi mahasiswa ilmu perpustakaan dan yang lainya untuk “melawan” atas kondisi yang dirasa memang sudah tidak wajar ini.
Bagaimana mungkin saat anggaran sudah begitu banyak untuk pendidikan akan tetapi pada faktanya masih banyak sekali kisah sekolah tanpa punya perpustakaan. Kalaupun sekolah sudah punya perpustakaan, koleksi bukunya sangat minim termasuk gaji pustakawan yang tidak lebih baik dari gaji kuli bangunan.
Boleh saja pihak sekolah mengatakan jika memang pada kenyataanya tidak ada anggaran. Kalaupun memang kondisi itu benar, sudah menjadi tugas kepala sekolah untuk memperjuangkan bagaimana supaya sekolah mereka mendapatkan anggaran yang besar supaya perpustakaan mereka mendapatkan dana yang besar juga.
Fakta dan buktinya, ketika ada pihak kepala sekolah yang mengatakan anggaran mereka sangat kecil, di sekolah-sekolah lain banyak juga yang bisa mendapatkan banyak dana untuk memajukan perpustakaan sekolah mereka.
Jika melihat kondisi ini tentunya orang akan melihat bahwa peran Kepala Sekolah dalam hal ini menjadi sangat penting. Hal ini bisa dibuktikan dari banyaknya kisah dilapangan bahwa, Jika Kepala Sekolahnya dikenal baik, maka sudah pasti Kepala Sekolahnya sangat peduli dengan pengelolaan Perpustakaan Sekolahnya.
Sebaliknya, jika perpustakaan sekolah kurang mendapatkan perhatian, biasanya sekolah tersebut juga dikenal karena memiliki Kepala sekolah yang kurang dikenal baik dalam memimpin di sekolah tempat dia memimpin.
Memang bicara kondisi di lingkungan sekolah, ada banyak sekali masalah, mulai dari masalah anggaran, Korupsi dana sekolah, Korupsi dana Perpustakaan, kurikulum, dan masih banyak lagi masalah lainya, termasuk masalah rendahnya gaji untuk pustakawan sekolah.
Namun dari berbagai masalah tersebut diatas, pastinya ada solusi jika mereka mau benar-benar serius untuk memajukan sekolahnya. Dalam hal ini juga seperti yang dialami oleh para pustakawan di perpustakaan sekolah yang masih sangat memprihatinkan.
Semoga saja kedepan nasib para pustakawan-pustakawan di perpustakaan sekolah akan semakin diperhatikan sehingga perpustakaan sekolah di seluruh Indoensia akan semakin baik lagi. Hal ini penting karena pustakawan dan perpustakaan adalah bagian terpenting dalam menopang SDM para siswa di sekolah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang berkwalitas dan bisa mencerdaskan.
Tentunya masih banyak diluar sana permasalahan terkait rendahnya gaji pustakawan, termasuk nasib para relawan yang bekerja di perpustakaan desa atau taman bacaan yang mereka juga pasti memiliki nasib yang hampir sama. (***)