Akibat Dampak Covid-19, Pabrik Sepatu di Sukabumi PHK 4 Ribu Karyawan

Sukabumi (Jabar), Suaralira.com -- PT Glostar Indonesia (PT GSI), pabrik supplier produk konsumer (salah satunya sepatu Adidas), melakukan PHK terhadap 4.000 karyawannya. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Firman Bakri.
 
Penyerapan Program PEN Bertambah Rp 13,5 Triliun di Pekan Pertama Kuartal IV-2020.
 
"Ada pandemi Covid-19 yang berkepanjangan dan order turun dratis, dan terpaksa kami mengurangkan sebagian karywan sebanyak 4.000," Jumat (16/10/2020).
 
Meski melakukan PHK, Firman memastikan hak-hak karyawan tetap dibayarkan sesuai 2 PMTK (Peraturan Menteri Tenaga Kerja), yang tercantum dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
 
Adapun, istilah 2 PMTK artinya perusahaan yang melakukan PHK diwajibkan untuk membayar uang pesangon sebesar 2 kali upah sebulan.
 
"Tapi (hak dan pesangon) tetap dibayarkan sesuai 2 PMTK ketentuan UU Ketenagakerjaan, walaupun sangat berat untuk perusahaan," katanya.
 
Firman menegaskan, tidak semua karyawan PT GSI kena PHK. Masih ada karyawan yang dipekerjakan di PT GSI yaitu sebanyak 8.000 orang.
 
"Tapi perusahaan masih beroperasi dan mempertahankan 8.000 karyawan," katanya.
 
Sementara, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Elis Masitoh, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan belum menerima laporan apapun mengenai PHK massal tersebut. "Belum ada laporan (ke Kemenperin).
 
Adapun pekerja yang paling terkena dampaknya dalam hal pemberhentian kerja permanen atau sementara yakni di sektor hospitality atau catering yang mencapai 85 persen. Kemudian diikuti oleh pariwisata dan travel yakni 82 persen.
 
Selanjutnya, industri pakaian, garmen, textile juga mengalami dampak besar terhadap pemberhentian pekerja atau sementara yakni hampir sebesar 71 persen. Juga industri makanan dan minuman ini juga terdampak cukup signifikan mencapai 69 persen, kemudian arsitektur bangunan 64 persen.
 
"Mungkin sedikit data di bawah profile, siapa sih pekerja yang paling dominan terdampak adalah yang mereka sedang tidak bekerja full time itu mencapai 67 persen, dan sisi penghasilan juga kita bisa lihat bahwa yang paling tinggi terdampak adalah yang penghasilan dibawah Rp2,5 juta itu mencapai 74 persen," sambung dia. (ag/sl)