Suaralira.com, Siak (Riau) -- Terkait berita di beberapa media yang berjudul "Anton Dkk Pukul Pekerja dan Rusak Tanaman Sawit Kelompok Tani di Buatan Siak", ketua Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LPKPK) Prov Riau, Haddan Ustati SH menanggapi kejadian keributan sampai terjadi pemukulan pada hari Kamis (7/7/2022) lalu.
Dari kejadian itu, kami mengamati adanya kelompok-kelompok apakah itu dari koperasi, warga ataupun yang mengaku diduga suruhan Julio Sembiring dari PT WSSI.
Julio Sembiring ini adalah mengaku sebagai kuasa direktur dari PT WSSI, mereka mengajukan Izin Penebangan Kayu (IPK), itu sebenarnya dari dokumen yang dimiliki secara hukum adalah sangat cacat hukum, karena disitu ada beberapa penipuan yang terang benderang bahwa kantor cabang ada di Pekanbaru itu pun tidak ada terealisasi.
Kemudian dasar pengajuan IPK itu tidak ada di lahan yang dimaksud, sementara areal yang hanya 1577 ha, izin itu telah berakhir tanggal 11 Maret 2022, pada areal yang salah, karena dasar pengajuan itu adalah IUP Pertanian pada nomor 579/KPTS/KK.350/DJ.BUN/VII/2001, itu adalah keputusan menteri pertanian, dengan senjata itu.
Maka Julio Sembiring dengan kru kru nya membabi buta mengambil kayu tanpa peta, tanpa aturan dan tanpa tatanan, inilah hal hal yang menimbulkan bagian dari pada yang menimbulkan keributan, dan pihak pemerintah atau lembaga hukum sampai hari ini juga belum ada tindakan pada Julio Sembiring, apabila tidak melakukan pembabatan Tamanan Akasia secara membabi Buta, Saya punya keyakinan warga-warga di sekitar juga tentu tidak akan terpancing masalah tata kelola dengan kepentingan untuk memiliki lahan.
Dari kronologi tersebut maka perlu kami sampaikan bahwa, lahan tersebut memang di tahun 2005 telah di beri pelepasan dari Kementerian Kehutanan dari HPK menjadi HPL yang diberikan kepada PT WSSI. "Ucap Haddan, Minggu (10/7/2022).
Namun dalam ketentuan didalam pasal poin 6 menyebutkan bahwa selama 3 (Tiga) Tahun tidak diurus HGU, maka izin tersebut secara otomatis dicabut.
Menyikapi hal seperti ini, bukan serta merta petani kelompok tani atau koperasi bisa memiliki lahan secara otomatis, tentu negara ini punya tatanan dan aturan yang berlaku.
Sambung Haddan, Mekanisme-mekanisme itulah yang saya amati belum dilakukan oleh pelaku kepentingan untuk bisa memiliki lahan-lahan tersebut, kalau klaim bahwa inilah hanya koperasi A, koperasi B, itu hak mereka, tapi koridor hukum mekanisme yang harus dilalui sesuai ketentuan UUD harus dilakukan, kalau seperti itu tentu pihak aparat penegak hukum pun akan serta merta mudah menentukan kesalahan dari pihak mana yang salah.
Keributan tersebut sebenarnya saya amati sama-sama, mereka secara hukum tidak memiliki alasan untuk mengatakan bahwa itu adalah lahan kami, karena kalau ketika kita lihat di peta topografi wilayah desa lahan tempat lokasi keributan adalah sesuai dengan keterangan dari pihak KPH Mandau sebelumnya adalah termasuk wilayah desa Buatan 1 Siak.
Ditambahkannya, sementara keributan tersebut dari keterangan KPH maupun dari lokus terjadinya keributan disitu ada kelompok tani atau koperasi dari tumang dan ada yang mengklaim lahan buatan 2.
Jadi menurut saya, pada prinsipnya sama-sama tidak memiliki dasar alasan yang jelas. Beruntunglah pada kejadian itu, kepala KPH Mandau, Bpk Jailani beserta jajaran hadir di lokasi keributan, dengan demikian sebagai aparat Pemerintah dalam hal ini Departemen Kehutanan yang punya kuasa terhadap tata kelola hutan kawasan dll bisa menyerahkan kepada para pihak, sehingga pada akhir dari pada keributan bisa di redakan.
Tentunya pak Jaelani selaku kepala KPH Mandau dimana di lokus itu ada di wilayah kerjanya, tentu akan di bahas tentang tata kelola wilayah dimana area PT WSSI ini berada dan dimana area masing-masing di wilayah desa Buatan 1, Buatan 2 atau Rantau Panjang mungkin tumang.
Mudah-mudahan kedepannya, salam kami sebagai warga masyarakat, Pak Jaelani beserta jajaran sebagai pemangku KPH di Mandau bisa menata dan Inshaallah akan segera di lakukan tata kelola itu, mudah-mudahan semuanya akan mengerti tata kelola dan patuh pada hukum. "Tutup Haddan Ustati SH. (Ssp/sl)