Suaralira.com, Indragiri Hulu (Riau) - Keluh kesah masyarakat adat kian memprihatinkan yang mana hak tanah Ulayat mereka di serobot oleh perusahaan yang kuat diduga kebal hukum, sebab masyarakat sering mendapatkan tekanan oleh pihak penegak hukum.
Namun masyarakat tidak diam saja, ninik mamak yang di sebut dengan pemangku adat, pemuda dan masyarakat Redang Seko, memberi kuasa penuh kepada kantor advokat B. Fransico Butar Butar, S.H dan Rekan, pada tanggal 15 Oktober 2022.
B. Fransico Butar Butar dan Rekan beserta pemangku adat, mengirimkan surat kepada Kapolda Riau, No. 113/APKH-BFBB & R/SP/XI 2022, melampirkan empat lembar bukti dan perihal mohon perlindungan, keadilan dan penegakan hukum atas tindakan dan perbuatan melawan hukum PT. Gandaera Hendana diduga kuat telah menggarap dan mencaplok tanah adat/ dewan pemangku adat, pemuda dan Masyarakat Redang Sako yang di luar izin konsesi dan hak guna usaha (HGU) No. 806/KPTS-II/1993, ditujukan langsung kepada Kapolda Riau Irjen Muhammad Iqbal pada tanggal 22 November 2022 melalui sekretaris umum (setum) Polda Riau.
Berdasarkan Hukum dan undang undang yang berlaku di Negara Indonesia. B. Fransisco Butar Butar dan Rekan, memakai landasan hukum dalam membela hak ulayat masyarakat antara lain :
Dimana Negara melindungi, mengakui dan menjamin hak-hak adat/ulayat dan tradisi Masyarakatnya diatur di dalam, undang undang pokok agraria ( UUPA ) no. 5 tahun 1960 pasal 3, Pasal 18B ayat (2) UU 1945, Permendagri No 52 tahun 2014.
Pemangku adat atas nama masyarakat melayu tempatan yang sudah sejak tahun 1980 telah bercocok tanam dan memgelola tanah persawahan yang merupakan tanah adat/ulayat mereka.
Pembuktian di lahan tersebut masih ditemukan beberapa makam para leluhur mereka, sebagai tanda kepemilikan dan tinggal menetap di daerah itu, bukan itu saja, di temukan juga tumbuhan pohon sialang, yang merupakan pohon adat melayu salah satu jenis flora yang dilindungi dan dilestarikan di bumi melayu dan tertuang dalam fatwa adat melayu.
Kini sudah berobah menjadi kebun yang di rampas oleh PT. Gandaerah Hendana menggarap dan sudah menyerobot Tanah adat/ulayat pemangku adat.
Sejak tahun 1993 lalu, Perusahaan tersebut sudah merampas lahan tanah adat itu, tanpa menghiraukan kebutuhan masyarakat.
Seyogyanya perusahaan wajib membangun dan memuat kebun Plasma atau KKPA minimal 20% dari luas HGU untuk masyarakat sekitar, sebagaimana di tegaskan dalam Permentan No.26 tahun 2007 pasal 11 dan Permentan No.18 tahun 2021 yang merupakan syarat dasar dan mutlak proses permohonan dan penertiban izin usaha perkebunan IUP (B) Konsesi dan hak guna usaha(HGU)
Ditemukan juga kejanggalan bahwa sebahagian dari tanah yang di garap dan di kelola oleh PT. Gandaerah Hendana diduga diluar HGU artinya tidak termasuk dalam peta dan izin konsesi, seluas 231,5 Ha yang terletak di hamparan blok M, dari total keseluruhan lebih kurang 5000 Ha tanah Ulayat di dalamnya.
Masyarakat sangat berharap dengan perjuangannya akan menjamin kelangsungan hidup generasi mereke (red), akan mengelola, menjaga, merawat, dan melakukan aktivitas diatas tanah adat/ulayat nya.
Berdasarkan pesan bapak Kapolri Jenderal Pol Drs Listyo Sigit Prabowo, menuju Polri yang Presisi serta menjalankan kebijakan dan program Nasional bapak Presiden RI Joko Widodo, dan untuk menegakkan supremasi hukum dan keadilan, mengayomi dan melindungi dan menciptakan rasa aman tertib dan nyaman tanpa tebang pilih dan pandang bulu sehingga hukum tidak kacau (Legal Chaos).
Kuasa Hukum B.Fransisco dan Rekan dalam pertemuan itu, memohon kepada Kapolda Riau Muhammad Iqbal, untuk Menindak tegas dan memproses secara hukum Direktur Utama dan Owner PT. Gandaerah Hendana dan Afiliasi nya, Oknum pemerintah Desa yang ikut terlibat dalam kasus tersebut, supaya tidak merasa Kebal Hukum.
"Kami meminta kepada Kapolda Riau penegak hukum, agar dapat menindak tegas Diretur PT. Gandaerah Hendana dan Owner juga pejabat pemerintah yang ikut serta dalam hal perampasan tanah Ulayat ini." Tegas Fransisco
Kesempatan pertemuan dihadiri oleh masyarakat adat antara lain Masy/Batin, Jatim, Bujang P, Indayani, Zuryanto, Mulyadi, Lois, zainudin, Lukman jamali, yang di damping oleh kuasa hukum B. Fransisco butar-butar dan Sonny Ray Panjaitan, Anggiat Hutabarat, sebagai rekan, juga di hadiri anggota dewan Provinsi Riau Tumpal hutabarat.
Tegas Muhammad Iqbal mengatakan, bahwa tidak ada dasar perusahaan mengerjakan di luar HGU perusahaan, dan tidak ada hak penyidik memproses hal tersebut secara hukum,
“Tidak ada dasar sebuah perusahaan untuk buat LP atas kegiatan masyarakat yang melakukan aktivitas/termasuk panen TBS ditanah diluar HGUnya, dan tidak ada dasar penyidik untuk memproses secara hukum.” tutur Iqbal
Ditempat yang berbeda juga masyarakat berharap supaya haknya jangan di caplok atau di rampas oleh perusahaan,
“Itukan tanah adat atau tanah Ulayat kami kenapa perusahaan mengambil atau mencaplok, terus bagaimana dengan generasi kami, jika tanah adat kami di caplok perusahaan,” lanjutnya
“Mohon kepada penegak hukum supaya melihat keadaan masyarakat adat.” Harap Jatim sebagai ketua pemangku adat. (Red/Zha/sl)
Sumber : DPD SPI INHU