Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan Kabupaten Asahan Saat Dikonfirmasi Di Ruang Kerjanya, Selasa (23/01/2024)

Pemkab Asahan Temukan 60 Titik Object Disinyalir Cagar Budaya Kesultanan Asahan

Suaralira.com, Kisaran (Asahan - Sumut) -- Kabupaten Asahan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara memiliki jejak peninggalan sejarah dan arkeologi yang sangat penting. Jejak peninggalan dari Kesultanan Asahan menjadi bukti kejayaan negara-negara khususnya di pesisir pantai di Sumatera Timur sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia ada menunjukkan bahwa kawasan ini memiliki alur sejarah.
 
Kabupaten Asahan memiliki potensi sumberdaya alam dan manusia yang sangat besar. Kehadiran kesultanan menjadi salah satu indikator bahwa pada masa lalu di asahan pernah muncul sebuah pemerintahan yang besar yang mengatur seluruh aspek kehidupan dari mulai aspek ekonomi, budaya, sosial dan agama.
 
Perjalanan sejarah Asahan memiliki warna tersendiri baik pada era kolonialisme, penjajahan Jepang dan Belanda hingga perjuangan revolusi dalam mempertahankan kemerdekaan. Secara geografis, Kabupaten Asahan terletak diantara 2,03-3,26 derajat celsius Lintang Utara dan 99,01-100 derajat Bujur Timur, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu Utara dan Kabupaten Toba Samosir.
 
Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Simalungun dan sebelah Timur berbatasan dengan Kota Tanjung Balai dan Selat Malaka, Kabupaten Asahan memiliki luas wilayah 4.120 Km atau kira-kira 6 persen dari luas Provinsi Sumatera Utara. Topografi Kabupaten Asahan diisi oleh dataran rendah yakni berada 0-100 mili diatas permukaan laut dengan iklim tropisnya dan temperatur rata-rata 26-34 derajat celsius.
 
Kabupaten Asahan memiliki 177 Desa dan 27 Kelurahan yang tersebar di 25 Kecamatan meliputi Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Bandar Pulau, Aek Songsongan, Rahuning, Pulau Rakyat, Aek Kuasan, Aek Ledong, Sei Kepayang, Sei Kepayang Barat, Sei Kepayang Timur, Simpang Empat, Teluk Dalam, Air Batu, Sei Dadap, Buntu Pane, Tinggi Raja, Setia Janji, Meranti, Pulo Bandring, Rawang Panca Arga, Air Joman, Silau Laut, Kisaran Barat dan Kecamatan Kota Kisaran Timur, jelasnya.
 
Asahan telah tampil menjadi salah satu Kesultanan yang memiliki sistem pemerintahannya sendiri sekitar abad ke 17. Kesultanan Asahan dan kesultanan lainnya di Sumatera Timur menjadi wilayah yang diperebutkan oleh Kesultanan Siak dan Kesultanan Aceh. Hal itu disebabkan karena lokasi kesultanan di Sumatera Timur yang sangat strategis karena berada disepanjang pesisir Selat Malaka serta kaya akan komoditi perdagangan. Dalam beberapa literatur dijelaskan bahwa sekitaran tahun 1600-san Sultan Aceh menikahi salah satu putri dari Raja Pinang Awan, Raja Batara Somba bernama Siti Onggu.
 
Dari pernikahan itu, lahirlah seorang putra dengan Sultan Abdul Jalil yang kemudian diangkat menjadi Raja Asahan (Basarsah,1980). Dengan demikian maka hal ini menunjukkan bahwa Kesultanan Asahan sejak abad ke 17 berada dibawah kekuasaan Kesultanan Aceh.
 
Pada tahun 1763, Sultan Abdul Jalil Syah membantu Raja Alam Siak untuk melakukan perlawanan terhadap VOC Belanda," ungkap Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan Kabupaten Asahan, Ridwan Nasution, MAP, Selasa (23/01/2024) di ruang kerjanya.
 
Ketika itu sambung Ridwan lagi, Raja Haji yang merupakan suami dari salah satu putri Kesultanan Asahan melakukan penyerangan dengan membakar benteng VOC di Malaka. Perlawanan terjadi disebabkan oleh VOC selaku serikat dagang Belanda pada saat itu ingin melakukan pengontrolan dan menguasai perdagangan Kesultanan disepanjang pantai timur Sumatera. Sehingga kesultanan-kesultanan yang merdeka dan memiliki bandar perdagangannya merasa terganggu.
 
Kebesaran dan dinamika pemerintahan di Kesultanan Asahan juga tercatat dalam laporan John Anderson seorang utusan Inggris dari Pulau Pinang yang mengunjungi Asahan sejak 22 Februari 1823;sampai Maret 1823.
 
Pada laporan John Anderson tersebut dituliskan dengan jelas bagaimana kondisi sosial budaya di Asahan serta sekelumit intrik konflik dan peperangan yang terjadi di Kesultanan Asahan. Dalam laporan John Anderson tersebut tertulis bahwa di Sungai Silau dan Sungai Asahan terdapat beberapa pusat perdagangan dan pemukiman penting (Anderson,1863).
 
Mengenai asal usul nama Asahan sendiri terdapat tiga versi yang mewarnai dari sejarah toponim kabupaten ini. Salah satunya adalah ketika pasukan Sultan Iskandar Muda berlabuh disebuah kuala dan ingin menginvasi wilayah-wilayah kesultanan di Sumatera Timur.
 
"Menariknya, sejarah Kesultanan Asahan tidak terlepas dari sejarah masyarakat Adat Batak yang sebelumnya telah menempati Asahan. Dalam laporan John Anderson juga dipaparkan bahwa Kesultanan Asahan memiliki hubungan yang dekat dengan orang-orang Batak yang berasal dari Toba maupun Simalungun. Hal ini terlihat dari beberapa jejek peninggalan sejarah di Asahan memiliki karakter Batak yang cukup kuat," ujarnya Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan Kabupaten Asahan.
 
Menurut penelusuran dan penelitian, sebanyak 60 titik Object Disinyalir Cagar Budaya di Kabupaten Asahan menjadi cagar budaya yang nantinya akan dilestarikan dan didaftarkan menjadi asset milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Asahan dengan catatan adanya hibah dari masyarakat maupun keluarga setempat.
 
Hasil temuan dari 60 titik lokasi Object Disinyalir Cagar Budaya di Kabupaten Asahan diantaranya adalah Stasiun Kereta Api Kisaran di Jalan Cokroaminoto dibangun pada tahun 1903 beralamat di Kelurahan Mekar Baru, Kecamatan Kota Kisaran Barat, Kantor Pos Indonesia Kisaran beroperasi sejak jaman kolonial Belanda tepatnya di Jalan Oemar Bakrie, Kecamatan Kota Kisaran Timur, Rumah Tuan Syech H. Abdul Majid tahun 1928 di Jalan Imam Bonjol Kisaran, Masjid Raya Kisaran di Jalan Imam Bonjol dibangun pada tahun 1936, Kawasan Kuburan Belanda dan Makam Tionghoa sejak 1889 tepatnya di Kelurahan Selawan, Kecamatan Kota Kisaran Timur dan kediaman rumah Tuan Syech Abdurrahman Silau Laut tahun 1909 di Desa Silau Lama, Kecamatan Silau Laut, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara dan banyak lagi ODCB lainnya yang belum ditentukan, tutur Ridwan.
 
Hal itu menurutnya berdasarkan laporan akhir pendaftaran Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) Pemeirntah Daerah melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) UNIMED Tahun 2023 tertanggal 31 Oktober 2023 sampai dengan 25 Desember 2023 melalui dana P-APBD Kabupaten Asahan, terangnya.
 
Ketua kegiatan pendaftaran Objek Diduga Cagar Budaya Kabupaten Asahan, Prof. Dr. Ibnu Hajar, MSi dan Prof. Dr. Phil Ikhwan Azhari, MSi. Tahun 2024 kata Ridwan, Pemkab Asahan berencana akan mensosialisasikan program kegiatan ODCB yang digagas oleh Bupati Asahan, H Surya, BSc, melalui diskusi publik dan mengundang sejumlah tokoh, mahasiswa dan masyarakat. Hasil penelitian ODCB nantinya akan dirumuskan dan dicatat melalui lembaran negara. Dan ini tentunya merupakan gagasan Bupati yang pertama kali dilakukan untuk mengenang sejarah Asahan," ucap Ridwan.(IS/SL)