SuaraLira.Com, Meranti -- Di akhir tahun anggaran 2025 ini menyisakan banyak kepedihan di hati para penunggu rezeki dan keajaiban. Mimpi buruk Tunda Bayar sepertinya akan kembali menyelimuti keuangan Pemkab Meranti. Uang negara entah kemana saja rimbanya, akibat tata kelola yang tak transparan juga tidak terbuka sebagaimana di amanatkan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Tunda bayar pada APBD adalah mekanisme ketika Pemerintah Daerah tidak bisa membayar tepat waktu karena keterbatasan kas, sering terjadi akibat realisasi pendapatan yang tak sesuai target, perencanaan anggaran yang terlalu optimis, atau adanya masalah administrasi, yang menimbulkan dampak signifikan bagi pihak ketiga (kontraktor) dan pegawai (TPP) serta prioritas pembangunan daerah, Minggu (28/12/2025).
Kepala Bidang Pemeriksaan Riau 2 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Perwakilan Riau, Myrto Handayani dikutip dari media online beberapa waktu lalu mengatakan salah satu penyebab utama terjadinya tunda bayar adalah perencanaan anggaran yang tidak tepat, baik karena kesalahan teknis maupun perhitungan yang terlalu optimis dalam memperkirakan pendapatan daerah.
“Bisa jadi karena penganggaran yang tidak benar, atau bisa juga karena penganggaran sudah benar tetapi ada kondisinya di luar ekspektasi, seperti perencanaan yang terlalu optimis. Dalam beberapa kasus, menurut Myrto, optimisme dalam penganggaran bisa saja dilandasi niat yang baik, tetapi pada akhirnya tetap berdampak pada keuangan daerah jika realisasi pendapatan tidak sesuai harapan, "ungkap Myrto selanjutnya.
Menurut Ahli Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Universitas Riau (UR), Zulwisman, SH, MH, dikutip dari media online menegaskan bahwa terjadinya utang atau Tunda Bayar akibat kesalahan dalam penyusunan APBD. "Kondisi yang terjadi hari ini itu bagian dari kesalahan dalam menyusun APBD," katanya.
Ketua Barisan Masyarakat Bersih dari Korupsi (BASMI) Provinsi Riau Fadli Akbar angkat bicara, "Pada rentang waktu APBD Perubahan 2025 kemaren, APBD Meranti menyisakan banyak duka lara. Beberapa OPD dipangkas anggarannya karena satu alasan rasionalisasi anggaran atas defisit keuangan daerah. Namun disatu sisi lainnya, ada penambahan anggaran diantaranya pada 3 OPD "Putra Mahkota" sebut saja Dinas PUPR, Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti yang cukup signifikan dimana mayoritas OPD mengalami mimpi buruk akibat dikuranginya belanja mereka," katanya.
"Adanya dugaan indikasi di Dinas PUPR saat penambahan anggaran di APBD Perubahan 2025 yang lalu memasukkan dan memprioritaskan pekerjaan Swakelola Dinas yang belum terbayarkan di tahun 2024 kemaren dan sangat patut diduga untuk kepentingan kelompok tertentu saja, bukan tidak mungkin ada kepentingan pribadi dari Sang Empu Pengguna Anggaran di masa lalu," sebut Fadli.
Lanjut Fadli, "begitu juga Sekretariat Daerah, dimana adanya penambahan anggaran belanja yang tidak skala prioritas dan hanya sebuah pemborosan uang negara yang tidak tepat sasaran disaat harus melakukan efisiensi anggaran," lanjutnya.
Kemudian "hal ini juga terjadi di Sekretariat DPRD Kepulauan Meranti dengan bertambahnya 8 Milyar rupiah diantaranya untuk perjalanan dinas dan reses serta pengadaan barang dan jasa yang sebenarnya bukanlah program prioritas namun terkesan seperti kebijakan politis," katanya.
"Apa ada kemungkinkah adanya dugaan dimasukkannya anggaran "siluman" dalam proses pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan tahun 2025 sebagaimana yang pernah terjadi dalam pengesahan APBD Kabupaten Kuansing tahun anggaran 2024 lalu, yang kini sedang masuk dalam proses penyelidikan Tipikor.?," tanya Fadli.
"Untuk pembayaran apa saja sebenarnya APBD tahun anggaran 2025 ini. Dimana belum terealisasinya secara penuh kegiatan tunda bayar 2024 lalu, malah ada potensi untuk terjadinya lagi kasus Tunda bayar ditahun 2025 ini. Mirisnya belum selesai tunda bayar 2024 dan adanya kemungkinan potensi terjadi tunda bayar ditahun 2025. Sebenarnya APBD Kabupaten Kepulauan Meranti ini untuk siapa, apakah untuk segelintir orang saja atau untuk memuaskan nafsu pejabat yang rakus, atau untuk kepentingan masyarakat semesta.?," tanya Fadli lebih lanjut.
"Namun ketika kami telusuri, potensi kemungkinan jika terjadi tunda bayar ini bukan dikarenakan adanya keterlambatan transfer dana dari pemerintah pusat, karena berdasarkan catatan transfer di Portal Kementerian Keuangan tidak mengalami masalah yang signifikan, ucap Fadli ketika dikonfirmasi awak media beberapa waktu lalu.
Fadli juga menyampaikan kemungkinan besar dugaan dipicu oleh :
- Perencanaan Anggaran Yang Optimis Namun Tidak Optimal : Realisasi pendapatan asli daerah (PAD) tidak mencapai target yang diproyeksikan. Bisa disebabkan realisasi yang tidak tepat sasaran atau terlalu besarnya target yang ingin dicapai tanpa melihat fakta dan realita yang sebenarnya.
- Masalah Administrasi : Proses pencairan yang panjang meskipun dana sebenarnya sudah tersedia. Maksudnya adanya sesuatu yang diprioritaskan namun bukan berdasarkan skala aturan perundangan yang berlaku, terlebih kepada aturan personal.
- Defisit Anggaran : Total pengeluaran atau belanja melebihi pemasukan atau pendapatan, terlebih adanya penambahan anggaran di APBD Perubahan di tahun 2025 kemaren di beberapa OPD sebut saja diantaranya Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD dan Dinas PUPR, sedangkan OPD lain dipaksakan untuk melakukan pemangkasan anggaran dengan alasan defisit anggaran.
Dampak "Duka Nestapa" Tunda Bayar :
- Pihak Ketiga : Kontraktor atau rekanan dari proyek pembangunan akan mengalami kesulitan pembayaran, mengancam kelancaran proyek dan terancamnya semakin besar hutang yang akan mereka terima disebabkan kemungkinan besar pihak ketiga punya hutang bahan bangunan atau keuangan pada pihak lain yang mengakibatkan bukannya untung malahan buntung disebabkan hutang dan bunga mereka yang tidak dapat dibayarkan kepada pihak lainnya.
- Pegawai Daerah : Berimbasnya terhadap Pembayaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) juga gaji PPPK yang seharusnya bisa terbayarkan untuk 1 tahun anggaran namun terhutang juga akhirnya di babak akhir tutup buku tahunan anggaran berjalan, dimana akan mempengaruhi terhadap kesejahteraan ASN dan PPPK di suatu daerah.
- Pembangunan Daerah terhambat : Proyek infrastruktur dan kegiatan urusan pemerintahan dan lainnya di setiap OPD jelas akan terhambat, dikarenakan tidak terealisasinya anggaran belanja mereka terutama yang berhubungan dengan operasional, pemerintahan dan kemasyarakatan. Hal ini bisa dilihat dari pencapaian Realisasi Fisik Keuangan maupun Laporan Realisasi Anggaran di tiap OPD yang jauh dari kepatutan seperti yang sudah tertuang dalam PERDA APBD yang dirincikan kegiatannya dalam bentuk DPA (Daftar Perencanaan Anggaran).
- Kepercayaan Publik Menurun : Menurunnya kepercayaan masyarakat dan rekanan terhadap pengelolaan keuangan dan kinerja tata kelola suatu Pemerintahan Daerah, dikarenakan tidak tercapainya realisasi seperti mana yang sudah ditargetkan sebelumnya dalam Produk Hukum berupa Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Publik lantas bertanya, kemana saja sebenarnya realisasi APBD tahun 2025 ini dibelanjakan, harus ada transparansi karena ini menyangkut keuangan negara. Padahal struktur APBD sudah ditetapkan dalam APBD Perubahan kemaren, dimana APBD Perubahan merupakan struktur dari wajah APBD dalam satu tahun anggaran yang sebenarnya dan bisa dikatakan sempurna, namun faktanya hanya tinggal cerita dikarenakan banyak yang tidak terealisasi belanja oleh setiap OPD.
Apa sebenarnya yang menjadi penyebab realisasi anggaran tidak merata di setiap OPD padahal asumsi pendapatan daerah yang bersumber dari Dana Transfer tidak mengalami masalah yang signifikan. Namun berbeda jauh dan bertolak belakang terhadap realitas yang sebenarnya atas pengelolaan keuangan APBD 2025 terhadap tata kelola keuangan di Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.
Kenapa harus terjadi lagi potensi tunda bayar
Lanjut Fadli, Kenapa harus terjadi lagi Tunda Bayar disaat Tunda Bayar tahun anggaran sebelumnya tidak dapat terealisasikan sesuai dengan perkiraan yang sudah ditetapkan. Sungguh disayangkan tata kelola Pemkab Kepulauan Meranti tidak sistematis apalagi efisien dimana target dan realisasi dari Perda APBD tahun 2025 tidak tercapai malah harus meninggalkan permasalahan baru lainnya untuk tahun anggaran selanjutnya yakni tahun anggaran 2026 dengan adanya potensi tunda bayar.
"Sebegitu parahkah pola tata kelola pemerintahan dan keuangan di Pemkab Kepulauan Meranti yang katanya akan mampu menangani dengan tepat sasaran dan tepat guna. Lagi-lagi hanya sebuah retorika politik yang dimainkan kepada publik namun berbeda dengan kenyataan yang terjadi pada hari ini. Pemkab Kepulauan Meranti kembali gagal dalam menata keuangan dan pemerintahan mereka yang bisa saja akan menjadi atensi dan temuan dari BPK-RI nantinya dalam Audit LHP tahunan atas pengelolaan keuangan daerah yang rutin dilakukan setiap tahunnya," tutup Fadli.
Sementara, Hendri salah satu Aktivis Muda Kepulauan Meranti dan juga Pengamat mengatakan, "Fenomena tunda bayar ini seolah-olah menjadi program rutinitas di Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti beberapa tahun ini, dimana tahun sebelumnya yaitu 2024 juga telah menyisakan tunda bayar yang tidak sedikit namun apa mau dikata di tahun 2025 ini banyak kegiatan yang juga berpotensi untuk terjadinya tunda bayar. Dengan catatan hal ini belum termasuk banyaknya realisasi dan pemangkasan anggaran yang sengaja tidak dilakukan oleh setiap OPD diakibatkan "katanya" karena uang di Kas Daerah sering tidak ada. Hal ini diungkap oleh beberapa Pengguna Anggaran di beberapa OPD diantaranya Inspektorat Kabupaten Kepulauan Meranti yang sengaja tidak membelanjakan uang mereka diakibatkan informasi dari BPKAD sering tidak ada uang di Kas Daerah," katanya.
"Hal ini tentunya menjadi permasalahan yang sangat krusial, yang pastinya akan ada keluhan dari berbagai pihak. Tak hanya Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai honorer, rekanan proyek infrastruktur pun turut merasakan dampaknya. Proyek-proyek yang telah selesai 100 persen belum terbayarkan, apalagi memang sengaja tidak dilakukan padahal dalam APBD dan DPA ada kegiatan proyek tersebut, fenomena ini muncul akibat ketidakpastian bagi mereka yang mengandalkan dana dari pemerintah daerah," tutur Hendri yang juga menjabat Brigadir LIRA.
Salah siapa tunda bayar tahun sebelumnya tidak terbayarkan hingga kembali terjadi tunda bayar ditahun berikutnya
Pihak yang Harus Bertanggungjawab
- Pemerintah Daerah (Eksekutif) :
Disebabkan perencanaan anggaran yang tidak realistis, prioritas belanja yang tidak tepat, manajemen kas yang buruk, atau gagal mengantisipasi defisit anggaran.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) :
Karena kurang cermatnya dalam pembahasan dan persetujuan APBD, atau tergesa-gesa dalam membahas APBD Perubahan sehingga hasil tidak optimal.
Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (Inspektorat) :
Fungsi Inspektorat adalah memberikan masukan, pembinaan dan pengawasan untuk mencegah terulangnya masalah ini, namun bukan sebagai penentu akhir dari sebuah kebijakan.
Penyelesaian tunda bayar dan terealisasinya APBD tahun berjalan oleh pemerintah daerah akan membawa banyak kebaikan strategis. Selain menjaga kepercayaan publik dan ASN, juga akan menciptakan ruang fiskal yang lebih baik.
Landasan Regulasi Sudah Jelas, Tinggal Kemauan
Tidak ada alasan pemerintah daerah untuk tidak menyelesaikan kewajiban tunda bayar. Justru sebaliknya, regulasi sudah menetapkan bahwa kewajiban tersebut harus menjadi prioritas utama, sebagaimana Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 dalam Pasal 99 ayat (1) menyatakan bahwa pengeluaran yang sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah, termasuk sisa kewajiban tahun sebelumnya, menjadi prioritas dalam penggunaan anggaran tahun berjalan. Belum lagi adanya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Pasal 53 dan Permenkeu Nomor 212/PMK.07/2022. Begitu juga dengan ketentuan Permendagri setiap tahunnya tentang pedoman penyusunan APBD tahun selanjutnya juga mengamanatkan, bagi pekerjaan yang sudah dilaksanakan tahun berjalan namun belum dibayar akan menjadi dasar penganggaran dalam APBD ditahun berikutnya.
Apakah ada anggaran siluman yang masuk dalam APBD Perubahan tahun 2025
Terpisah, Raul menuturkan bahwa bukan tidak hal itu terjadi masuknya anggaran siluman. Apalagi jika program dan kegiatan di Perda APBD hanya bersifat deal politik kekuasaan saja. Apalagi tidak adanya keterbukaan dan transparansi dalam eksekusi APBD tersebut untuk masyarakat, diantaranya susahnya di akses apa saja yang menjadi program kegiatan yang sudah ditetapkan dalam PERDA APBD. Mayoritas masyarakat dijamin tidak banyak mengetahuinya apalagi jika Pemda nya tidak mensosialisasikan apa saja program pemerintah untuk satu tahun anggarannya kepada publik. Padahal sangat jelas diatur dalam UU tentang Keuangan Negara mengatakan bahwa Keuangan negara bersifat transparan dan akuntabel.
"Informasi yang didapatkan juga berkenaan tentang Dana DAK, dimana Dan DAK diduga digunakan dan diperuntukkan untuk yang tidak semestinya. Kegiatan yang bersumber dari Dana DAK sudah terlaksana dan sudah di SPJ kan, namun belum dibayarkan. Padahal informasi dari internal mengatakan Dana DAK tersebut sudah ditransfer dari pusat ke Kas Daerah Meranti. Jika itu benar terjadi, berarti ada permasalahan yang cukup signifikan terhadap tata kelola keuangan daerah di Kabupaten Kepulauan Meranti dan berpotensi besar mengulangi kejadian berulangkali tentang catatan dari LHP dan audit BPK-RI terkait penggunaan dana yang tidak semestinya atau Dana DAK dipergunakan untuk yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Untuk itu, Kami Aktivis Kepulauan Meranti meminta agar BPK-RI melakukan audit khusus terkait pelaksanaan APBD tahun anggaran 2025 di Pemkab Kepulauan Meranti," tutup Raul yang juga pengamat kebijakan publik ketika dimintai tanggapan.
Gagalnya Kepemimpinan dan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik
Jika komitmen terhadap keadilan anggaran dan keberpihakan terhadap pihak yang telah bekerja bagi daerah tidak segera ditunjukkan, maka citra pemerintahan yang hadir untuk rakyat juga akan ikut kehilangan daya tariknya.
Ekonom Senior Universitas Riau, Prof. Dr. Edyanus Herman Halim, SE., MS., CCFA pernah mengungkap penyebab tunda bayar disalah satu media online, yaitu kas yang masuk tidak sinkron dengan kas yang keluar.
"Akibat dari tidak sinkron tersebut, maka terjadilah hutang karena kewajiban untuk kas yang keluar tidak dapat tertanggulangi oleh kas yang masuk, perlu adanya peningkatan kas yang masuk seharusnya," ujarnya.
Dikaji lebih jauh, perlunya aspek perencanaan keuangan Pemerintah Daerah dengan menetapkan skala prioritas dari setiap program yang ada, "ujar Edyanus lagi.
Selama ini, tidak dibuatnya skala prioritas membuat tak bisa dipilah dan dirunut program mana yang sekiranya harus didahulukan dan program yang harus ditunda dahulu. "Dari aspek perencanaan keuangan hal itu tidak muncul, karena tak dibuat skala prioritas, dan juga timbul kesulitan memberi peringkat dari prioritasnya," ujar Edyanus mengakhiri.
Siapapun sebagai bagian dari masyarakat berhak mengetahui kemana saja perginya aliran dana dari APBD tersebut, hal ini mengacu pada aturan perundangan. Jika ada pihak yang mencoba dan sengaja untuk mengelabui atau merintangi agar masyarakat tidak mendapatkan pengetahuan alam itu, patut diduga ada sesuatu terjadi yang memang sengaja untuk ditutupi oleh pemangku jabatan dan pemangku kepentingan. Dasar Hukum yang mengatur diantaranya : UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2001 tentang Informasi Keuangan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 (sebagian sudah diperbarui), serta Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) terkait pengelolaan keuangan daerah dan penyusunan APBD setiap tahunnya yang mewajibkan transparansi dan akuntabel terkait informasi maupun datanya.
Hingga berita ini diterbitkan, media telah berupaya melakukan konfirmasi kepada sejumlah pihak terkait. Kepala BPKAD Kabupaten Kepulauan Meranti, Fajar Triasmoko, MT, telah dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pribadi Hp 0813-61xx-xxxx, 0813-63xx-xxx dan terakhir di 0823-81xx-xxxx namun belum menjawab atau memberikan tanggapan.
Upaya konfirmasi juga dilakukan kepada Bupati Kepulauan Meranti, AKBP (Purn) H. Asmar, Hp 0813-64xx-xxxx , namun belum mendapat jawaban hingga berita ini ditayangkan.
Selain itu, Wakil Bupati Kepulauan Meranti, Muzamil Baharudin, SM, MM, juga telah dikonfirmasi Hp 0811-75xx-xxx, namun belum menjawab konfirmasi yang disampaikan media.(Sang/Tim Invest/sl)
