Dugaan Suap Alih Fungsi Hutan Riau

KPK Tahan Dirut PT Citra Hokiana

JAKARTA (suaralira.com) - Wakil Bendahara DPD Partai Demokrat Riau, Edison Marudut Marsadauli Siahaan, resmi menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah diperiksa terkait kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau 2014 di Kementerian Kehutanan.
 
Setelah diperiksa sebagai tersangka, Direktur Utama PT Citra Hokiana itu keluar menggunakan rompi tahanan KPK berwarna oranye. Edison memilih bungkam sembari menutup muka dari sorotan lensa awak media yang ingin meminta konfirmasi terkait pemeriksaannya.
 
"Edison ditahan di Rutan Mapolres Jakarta Pusat," kata pengacara Edison, Kutut Layung Pambudi, usai mendampingi Edison dalam pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (4/8) seperti dilansir rmol.co.
 
Ketut menjelaskan kliennya sempat ditanya soal pembicaraan dalam pesan singkat dengan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau, Gulat Medali Emas Manurung.
 
Menurut Ketut, kliennya memang dekat dengan Gulat lantaran keduanya menjadi anggota jemaat di sebuah gereja yang sama. Komunikasi mereka banyak dilakukan di Gereja. Hal ini karena Edison pernah ditunjuk sebagai ketua pencarian dana pembangunan Gereja.
 
"Konfirmasi masalah bahasa-bahasa chatting, whatsapp, SMS. Bahasanya bahasa Batak. Langsung saja konfirmasi ke Edison," ujar Ketut
 
Sebelumnya dalam kasus tersebut KPK sudah menjerat mantan Gubernur Riau, Annas Maamun, dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau, Gulat Medali Emas Manurung.
 
Keduanya diringkus saat bertransaksi suap di rumah pribadi Annas di perumahan Citra Grand Cibubur, dalam sebuah operasi tangkap tangan. Annas tertangkap tangan menerima uang Rp 2 miliar dari Gulat Medali Emas Manurung.
 
Edison diketahui resmi menjadi tersangka KPK pada 30 November 2015 lalu. Edison terjerat dalam pengembangan kasus yang sudah membuat Annas Maamun dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
 
Edison diduga telah memberi hadiah atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dalam kasus tersebut.
 
Kasus berawal dari Gulat bersama rekan bisnisnya, Edison Marudut Marsadauli Siahaan, memiliki perkebunan kelapa sawit di Riau.
 
Mereka mempunyai lahan sawit sekitar 1.188 hektar di Kabupaten Kuantan Singingi, lalu 1.214 ha di Kabupaten Rokan Hilir, dan sekitar 120 ha di Kabupaten Bengkalis. Kebun tersebut berada dalam kawasan hutan lindung.
 
Gulat melobi Annas Maamun agar mengalihfungsikan status lahan perkebunan itu menjadi bukan kawasan hutan. Padahal, kebun sawit milik Gulat dan Edison itu tidak termasuk dalam lokasi yang diusulkan oleh Tim Terpadu Kehutanan Riau.
 
Edison juga disebut menyuap Annas Rp 500 juta untuk mendapatkan proyek. Kedekatan Edison dengan Gulat membuat perusahaannya, PT Citra Hokiana Triutama, dengan mudah memenangi tender proyek puluhan miliar rupiah di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Pemprov Riau pada 2014.
 
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat, pada Rabu 24 Juni, memvonis Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun dengan hukuman enam tahun penjara akibat menerima suap berupa hadiah total Rp 2,5 miliar. Sementara, Gulat divonis tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
 
Atas perbuatannya, Edison disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001. (rm/sl)