JAKARTA, SUARALIRA.com - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya Bakar telah mempelajari kasus-kasus kebakaran hutan yang terjadi sejak tahun 2014. Kebanyakan modus yang dilakukan dalam kasus, khususnya di Riau adalah perusahaan yang mengatasnamakan masyarakat.
"Kami di KLHK sudah mempelajarinya sejak November 2014 bahwa di Riau itu yang sering terjadi perusahaan mengatasnamakan masyarakat atau masyarakat yang teorganisir dengan pemodal," ujar Siti dalam jumpa pers di Kementerian KLHK, Jakarta Pusat, Selasa (06/9/2016).
"Ditemukan bukti lapangan bahwa ada ribuan hektar sawit terbakar di hutan produksi yang belum ada pelepasan dari menteri, atau dengan kata lain kebun sawit di areal tersebut ilegal. Diduga kuat aktivitas ilegal ini difasilitasi pihak perusahaan dengan mengatasnamakan masyarakat atau kelompok tani," imbuhnya.
Siti mengatakan tak hanya di Riau, beberapa kawasan yang pernah terjadi kebakaran hutan rata-rata juga menggunakan modus yang sama.
"Januari 2015 saya juga cek di Kalbar dan ada kebakaran juga, saya pelajari di Kalteng dan modusnya sama. Di Sumut juga sama persis modusnya. Sumsel dan Jambi, meski saya belum dapat informasi tapi dugaannya modusnya sama," jelasnya.
"Artinya apa? kalau kita biarkan berarti Indonesia akan begini terus dalam urusan dengan perusahaan yang kebakaran. Dan ternyata setelah ditelisik dari catatan kami, yang perlu diindikaskan adalah metamorfosis perizinan yang dimulai dari illegal logging masuk ke izin tambang atau izin kebun kemudian ke izin ruang. Fakta lapangan ini adalah jalan untuk pembenahan dan penegakan hukum secara benar," sambung Siti.
Sebelumnya Kelompok Tani Nelayan Andalan membantah melakukan penyanderaan terhadap 7 staf KLHK di Rokan Hulu, Riau. Siti menyebut memang ada indikasi masyarakat digerakkan oleh PT Andika Pratama Sawit Lestari (PT APSL).
"Indikasi itu ada. Indikasi di lapangan ada. Karena dari mereka kerja diikuti. Waktu disandera kan minta dihapusnya foto. Dan pelang minta dicabut. Ya udah kita teliti aja," ujar Siti usai Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI, 5 September lalu. (dtc/sl)