Pungli Bisa Dijerat UU Tipikor

JAKARTA (suaralira.com) - Setelah mematangkan konsep di tingkat pusat, pemerintah mulai menyosialisasikan pemberantasan pungutan liar (pungli) di daerah. Pemberantasan pungli menjadi agenda utama Rapat Koordinasi antara Presiden dengan gubernur seluruh Indonesia di Istana Negara, Kamis (20/10). Para gubernur diminta menyiapkan langkah konkret memberantas pungli di wilayah masing-masing. 
 
Selain para gubernur, hadir pula Menko Polhukam Wiranto, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan Jaksa Agung M Prasetyo. Seluruhnya merupakan bagian dari tim Sapu Bersih (Saber) Pungli yang perpresnya bakal segera terbit.
 
Jokowi mengingatkan, persoalan pungli tidak terletak pada besar atau kecilnya uang. Secara nominal, nilainya memang bervariasi. Mulai Rp10 ribu, 50, 100, hingga jutaan rupiah. Namun, persoalan itu lebih pada banyaknya keluhan yang disampaikan masyarakat. ’’Keluhan yang sampai ke saya itu sudah puluhan ribu banyaknya,’’ terang Jokowi. 
 
Parahnya, pungli tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun. Akibatnya, masyarakat jadi permisif dan berpikir bahwa itu merupakan hal yang wajar. Padahal, pungli sudah mengakibatkan biaya ekonomi yang tinggi karena sudah menyentuh semua lapisan masyarakat.
 
Jokowi meminta ada langkah konkret di daerah untuk memberantas budaya pungli tersebut. Tidah hanya pada pelayanan masyarakat seperti KTP, sertifikat, maupun izin. Tetapi semua hal yang di dalamya terdapat pungutan tidak resmi. Salah satu usulan yang mengemuka adalah memaksimalkan peran inspektorat. Peran inspektorat di daerah selama ini masih belum maksimal dalam pengawasan internal pemda. Muncul gagasan dari Mendagri Tjahjo Kumolo agar inspektorat itu dikeluarkan dari struktur pemerintah daerah. Tujuannya agar lebih kuat lagi perannya. 
”Inspektur di daerah itu kan masih dibawah gubernur gimana dia mau (kuat),” ujar Tjahjo usai menghadiri rakor.
 
Salah satu opsi yang muncul adalah menggabungkan inspektorat itu di bawah naungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pemerintahan (BKPK). Dia yakin para gubernur akan setuju dengan langkah tersebut. ”Kalau tidak, beliau (gubernur, red) nanti juga pusing sendiri kok. Gitu aja,” ujar politisi PDIP itu.
 
Lebih jauh, dia meyakini kalau pungli itu masih terjadi sampai level yang paling rendah dalam struktur birokrasi. Bahkan, sampai tingkat RT dan RW. Tapi, saat ini sudah ada kucuran dana operasional untuk RT dan RW. Sehingga tidak ada alasan lagi untuk menarik pungutan liar. 
”Paling yang boleh itu pungutan kebersihan di RT dan RW,” imbuh dia.
 
Sementara itu, langkah pemerintah pusat untuk menyapu bersih pungli langsung bergema di daerah. Pemerintah Provinsi Jawa Timur langsung mengikutinya dengan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Pemberantasan Pungutan Liar melalui surat keputusan Gubernur Jatim Soekarwo pada Selasa (18/10).
 
Soekarwo yang ditemui usai rapat koordinasi di Istana Negara menuturkan bahwa satgas tersebut tidak hanya akan menjangkau seluruh pelayanan publik di Pemprov Jatim. Tapi, juga akan berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota se-Jawa Timur. ”Pak Wagub jadi ketuanya dan pelaksana hariannya asisten IV dan inspektorat,” ujar pejabat yang akrab disapa Pakde Karwo itu.
 
Selain itu, imbuh dia, sebenarnya Jawa Timur juga sudah mengandalkan piranti teknologi informasi (TI) untuk mencegah potensi pungli di berbagai pelayanan publik. Seperti jembatan timbang, sistem perizinan satu atap, hingga rumah sakit. Sehingga memungkinkan semua perizinan atau pemeriksaan bisa dilacak tiap tahapannya.
 
Namun, Pakde Karwo rupanya tahu ada titik lemah dalam penggunaan TI tersebut. Salah satunya adalah password dari sistem yang dipegang oleh operator. Sangat mungkin operator dan programer bisa bermain dan akhirnya membuat pelayanan tidak maksimal. 
”Maka harus disiplin dalam menjalankan SOP,” tegas dia.
 
Selain pembenahan SOP juga perlu ada sistem kontrol IT dengan mengganti operatornya secara berkala. Penggantian itu bisa selama tiga bulan sekali agar lebih dinamis. Dengan sistem yang begitu ketat tidak perlu lagi pusing untuk pembenahan mental para operator. 
 
Sementara itu, Seskab Pramono Anung menjelaskan, Perpres yang mengatur kerja tim Saber Pungli bakal dikeluarkan hari ini dan disampaikan oleh Menko Polhukam. ’’Besok (hari ini, red) akan diumumkan mengenai kerjanyua, mekanismenya, termasuk siapa yang ditunjuk untuk pelaksana di lapangannya,’’ ujarnya.
 
Peran kepala daerah adalah sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat dalam memberantas pungli di daerah. Sama halnya seperti Polri dan Kejaksaan, di daerah juga terdapat Polda dan Kejati yang ikut berperan. 
 
’’Tapi sementara ini dalam tiga bulan ke depan semua kendali dilakukan dari pusat,’’ lanjutnya. 
 
Nanti gubernur akan menyampaikan arahan presiden terkait pungli kepada bpati dan wali kota masing-masing. para wali kota dan bupati itu juga harus mengambil langkah konkret menghapus pungli di wilayahnya. Sehingga, dampak pemberantasan pungli juga akan terasa hingga ke masyarakat.
 
Jaksa Agung M Prasetyo menyatakan, masyarakat tidak perlu takut untuk melapor jika terkena pungli.  ’’Karena mereka cenderung menjadi korban,’’ terangnya.  Berbeda halnya dnegan kasus suap. Bila suap, ada kongkalikong antara pemberi yang ingin urusannya dipermudah dengan aparat.
 
Modus pungli nyaris sama dengan pemerasan. Karena itu, lanjutnya, penanganannya pun nanti mirip dengan kasus pemerasan.  ’’Bahkan saya bisa katakan pungli itu bisa dikatakan sebagai korupsi. Ancaman hukumannya 4 tahun minimal,’’ ujarnya. 
 
Aturan itu tercantum dalam UU nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal 12 huruf e disebutkan, PNS atau penyelenggara negara memaksa orang memberi sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan dipidana penjara 4-20 tahun.
 
Salah satu fungsi kejaksaan, tambah Prasetyo, adalah sebagai penuntut dalam pidana pungli. Penyidiknya tentu dari kepolisian. Namun, bila ditemukan unsur suap atau bahkan korupsi, kejaksaan juga punya wewenang untuk menyidik.(riaupos.co)