Donald Trump dan keluarganya

Media The Washington Post Bandingkan Donald Trump dengan Soeharto

Washington (suaralira.com) -  Proses transisi presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, memicu pertanyaan soal apa yang terjadi jika politik, bisnis dan keluarga bercampur menjadi satu. Media ternama AS, The Washington Post membandingkan potensi gaya kepemimpinan Trump dengan era mantan presiden Soeharto.
 
Seperti dilansir The Washington Post, Kamis (1/12/2016), saat ini diketahui bahwa putri Trump, Ivanka dan suaminya Jared Kushner memainkan peranan penting dalam proses transisi kepresidenan. Keduanya juga terlibat penuh selama kampanye kepresidenan Trump. Anak Trump lainnya, Eric dan Donald Jrs juga dilibatkan dalam proses transisi itu. 
 
Trump sendiri telah menyerahkan pengelolaan urusan bisnisnya kepada anak-anaknya selama dirinya menjabat Presiden AS selama 4 tahun ke depan. Dia menolak untuk mengikuti preseden Wakil Presiden Richard B Cheney yang menempatkan investasi dan bisnisnya pada blind trust, demi mencegah konflik kepentingan. Di bawah blind trust, pemilik perusahaan tidak akan tahu bagaimana aset-asetnya dikelola. 
 
Di sisi lain, potensi tercampurnya kepentingan finansial pribadi, bisnis keluarga dan politik dalam tingkat tertinggi mulai terasa selama proses transisi kepresidenan berjalan. Situasi ini belum pernah terjadi dalam sejarah politik AS sebelumnya. 
 
The Washington Post menyebut perlunya belajar dari pengalaman negara lain, dan Indonesia di bawah kepemimpinan mantan presiden Soeharto dianggap sebagai contoh paling masuk akal. Meskipun Soeharto dan Trump sangat berbeda dalam banyak hal. Gaya kepemimpinan dan sosok keduanya juga tidak bisa disamakan.
 
"Dalam mempelajari politik dan bisnis di Indonesia, intinya bukan untuk menyamakan kedua pemerintahan maupun kedua sosok itu, tapi melihat pelajaran apa yang bisa diambil dari hal-hal yang terjadi ketika kehidupan keluarga dan urusan politik bercampur," tulis The Washington Post dalam artikelnya. 
 
The Washington Post mencontohkan peran ekonomi anggota keluarga Soeharto yang meningkat drastis semasa kepemimpinannya. The Washington Post menuliskan tentang anak-anak Soeharto, seperti mbak Tutut yang saat itu mengelola layanan jalur tol, kemudian Tommy yang memonopoli produksi dan ekspor cengkih. Lalu sepupu Soeharto, Sudwikatmono, yang mengimpor film dan saudara tiri Soeharto, Probosutedjo pada sektor perbankan.
 
"Kerabat merupakan sekutu yang sangat berguna -- baik dalam politik maupun dalam bisnis -- karena loyalitas mereka yang tidak diragukan lagi," tulis The Washington Post dalam artikel itu.
 
Dalam artikelnya, The Washington Post menjelaskan bahwa mencampuradukkan urusan keluarga, bisnis dan politik memicu masalah besar. "Kasus di Indonesia memberikan sedikitnya tiga pelajaran soal mengapa urusan keluarga dan politik kepresidenan lebih dari sekadar nepotisme dan persepsi keadilan," imbuhnya. 
 
Pelajaran pertama, uang negara bisa digunakan dalam cara yang tidak efisien. Kedua, penguasa menjadi buta pada masalah mereka sendiri dan korupsi. Ketiga, pengutamaan keluarga memberikan sinyal buruk pada pasar internasional, khususnya saat perekonomian sedang tidak menentu.
 
"Kisah-kisah dari Soeharto di Indonesia menunjukkan apa yang akan terjadi saat politik, bisnis dan keluarga bercampur. Haruskah kita memperkirakan hal yang sama dari keluarga Trump?" tanya The Washington Post dalam artikelnya.
 
"Rakyat Indonesia menyesali apa yang terjadi 2 tahun kemudian, saat rezim Soeharto runtuh dan perekonomian kolaps. Alasan kebanyakan orang meyakini kepentingan pribadi keluarga tidak seharusnya dicampuradukkan dengan jabatan publik karena kepentingan pribadi dan publik sangat jarang bersesuaian," demikian ditulis media terkemuka AS itu.