Terkait Penahanan Martua Sinaga, Penyidik DLHK Riau Dilaporkan Ke Komnas

INDRAGIRIHULU-RIAU, suaralira.com - Terkait perlakuan hukum oleh penyidik Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( DLHK ) Provinsi Riau, akhirnya PH Martua Sinaga melaporkan ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia di Jakarta.

Selaku PH, Martua Sinaga, terpaksa menyurati Komnas HAM di Jakarta. Pasalnya tidak layak seorang pekerja biasa dikebun pemilik, saat ini dijadikan tindak pidana perambahan kawasan Hutan Produksi Terbatas ( HPT ) yang terletak di Desa Siambul Kecamatan Batang Gansal Kabupaten Indragiri Hulu.”papar Gultom.SH didampingi Mike Mariana br.Regar.SH PH tersangka di pematang Reba,(20/12).

Tujuan menyurati Komnas HAM jelasnya, untuk meminta perlindungan hukum sebagai hak, Martua Sinaga yang tidak diberikan kesempatan oleh penyidik saat itu. Sebab pengadu yang merupakan buruh dikebun , Saibun Sinaga dari pemilik kebun dan Martua Sinaga otomatis tidak menerima dituding sebagai perambah kawasan hutan.

Karena kebun tersebut dibeli dari masyarakat oleh pemilik sesuai bukti Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) yang dikeluarkan Kepala Desa Siambul dan diketahui Camat Batang Gansal,” ungkapnya.

Masih dijelaskan, bahwa Martua Sinaga (pengadu.red) yang saat ini dijadikan tersangka, melanggar tindak pidana kehutanan, pihak penyidik tidak pernah memberikan kesepatan izin untuk berobat, termasuk dikunjungi keluarga selama dalam rumah tahanan negara (rutan) kelas II B Indragiri Hulu (Inhu),” terangnya.

Setelah berjalan tahanan selama empat bulan, yang dimasukan sejak,13 April Tahun 2017 lalu, sebutnya Gultom lagi, akhirnya pengadu sempat dikeluarkan dari rutan karena bukti tidak lengkap.

Anehnya, setelah beberapa lama berjalan waktu sejak dikeluarkan dari rutan, pihak penyidik DLHK Provinsi Riau masih kembali melakukan panggilan pada 7 Nopember tahun yang sama, pengadu kembali mengalami panggilan I oleh penyidik DLHK, panggilan ke-II ,21 Nopember 2017. Namun si Martua Sinaga ini, tidak berani memenuhi panggilan mereka. karena merasa takut.” tukasnya.

Masih keterangan Gultom, adanya penimpaan hukum yang dialami Martua Sinaga, tidak pantas dirinya dituduhkan melanggar pasal 92 huruf a dan/atau b sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 (2) dalam UU 18;Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.

Jika disangkakan pada Martua Sinaga dalam tindak pidana itu, karena tanpa izin melakukan pengolahan kebun diareal HPT tersebut, lanjut bicara Gultom lagi, dasar penegakan hujum tersebut, dinilai menciderai norma keadilan yang harus pantas sasaran hukumnya, dengan pemilik pengusaha kebun dan / atau Kepala Desa Siambul selaku penerbit SKGR dalam kawasan HPT, sebagai bukti legalitas penggarapan.

Untuk itu si Martua, hanya pekerja makan yang digaji dari pemilik kebun, dan bukan bekerja sebagai pelaku merambah hutan, melainkan bekerja hanya dikebun. Sehingga kejadian yang menimpa dirinya Martua. Itulah objek kesimpulan menyurati Komnas HAM, agar Martua Sinaga mendapat perlakukan adil dari hukum dan juga meminta bantuan ahli kehutanan dari KLHK Provinsi Riau. Karena si Martua Sinaga sebagai warga Jambi, yang dipekerjakan pemilik kebun di Siambul Kecamatan Batang Gansal.” pungkas praktisi hukum Unja ini menutup.

Penyidik DLHK Provinsi Riau, Aron Purba SH MH tidak bersedia di konfirmasi dalam hal ini, saat menghubungi lewat telpon selulernya, baik dengan SMS yang dilayangkan, sampai saat ini tidak dijawab.***(kjl)