PEKANBARU (RIAU), suaralira.com - Konflik pada subsektor hutan tanaman industri (HTI) di Provinsi Riau menunjukkan tren penurunan, yang salah satu penyebabnya karena keseriusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalampenanganan konflik sumber daya alam tersebut.
Direktur Scale Up M Rawa El Amady di Pekanbaru, Kamis (30/01/2020) mengatakan pada periode 2016-2019 kasus konflik HTI di Riau terus menurun. Pada 2016 tercatat ada 34 kasus konflik HTI, 22 kasus pada 2017, lalu turun drastis jadi 11 kasus pada 2018 dan terakhir pada 2019 tercatat ada sembilan kasus.
Lembaga tersebut secara rutin melakukan penelitian dan juga fasilitator dalam penyelesaian konflik SDA di Riau.
"Berbeda dengan subsektor perkebunan sawit pada subsektor hutan tanaman industri menunjukkan tren terjadinya penurunan dari 34 kasus di tahun 2016 menjadi sembilan kasus di tahun 2019," kata Rawa.
Sebagai perbandingan, menurut Rawa, konflik subsektor perkebunan sawit merupakan konflik tertinggi sejak tahun 2016 hingga 2019. Jumlah konflik sawit pada 2019 ada 38 kasus, naik ketimbang tahun 2018 yang terdata ada 27 kasus.
Scale Up menilai penurunan jumlah konflik di subsektor HTI didorong oleh perlembagaan struktural di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sampai ke tingkat direktur jenderal. Selain itu, KLHK sendiri secara aktif juga melibatkan multi pihak dalam upaya pencegahan konflik, dan membangun komitmen ke perusahaan-perusahaan HTI untuk menyelesaikan konflik dengan dukungan pasar, dengan keberhasilan penangan konflik sebagai indikator kinerja.
Pada KLHK penanganan konflik dilakukan secara serius dengan struktur penanganan konflik hingga ke level direktur jenderal dan pelibatan multi pihak terbukti terjadi penurunan jumlah konflik di subsektor kehutanan.
"Data ini memperkuat hipotesis bahwa perlembagaan melalui struktur dan pembentukan nilai nilai penanganan konflik oleh pemerintah berperan pada penyelesaian konflik," katanya.
Meski begitu, Scale Up tetap mengkritisi kebijakan KLHK sebagai lembaga yang menetapkan kawasan di Indonesia terkadang tidak menyelidiki keadaan nyata di lapangan. Pemantauan yang dilakukan oleh pemerintah pusat hanya bersifat umum sehingga banyak ditemukan peta kawasan hutan terdapat perkebunan dan permukiman di dalamnya.
"Akhirnya, pemerintah menjadi sumber masalah karena tidak mampu memberikan kejelasan batas-batas wilayah di Indonesia," katanya.
Rawa menambahkan, secara keseluruhan konflik sumber daya alam di Provinsi Riau meningkat 37 persen dari 38 kasus pada 2018 menjadi 51 kasus di tahun 2019. (ant/ sl)