Fhoto : Mobil bus sekolah yang di beli melalui uang unit simpan pinjam di bawah naungan Bumdes.

Diduga Menyalahgunakan Dana UED SP, Pihak Kejari Inhu Diminta Kembali Lakukan Pemeriksaan

INHU (RIAU), Suaralira.com -- Masyarakat Desa Tani Makmur meminta Pihak Kejaksaan Negeri Inhu untuk kembali melakukan memeriksaan atas dugaan penyalah gunaan Dana UED SP yang kini di belikan Bus Sekolah Tanpa musyawarah terbuka kepada masyarakat.
 
Padahal dalam pengelolaan dana UED SP yang seharus di kembangkan kembali ke tangan masyarakat desa tani makmur, namun kenyataan uang tersebut di belikan bus sekolah tanpa ada musyawarah terbuka dengan masyarakat.
 
Anggaran yang di keluarkan untuk pembelian bus menghabiskan anggaran dana UED SP Sebesar Rp 320 juta di tambah dana Benkiu Propinsi melalu rekening Bumdes sebesar Rp 40 juta jadi jumlah anggaran pembelian bus tersebut sebesar Rp 360 juta yang menurut masyarakat sangat pantastis harganya karena mobil tersebut mobil bekas pengangkut karyawan bandara  yang di ambil dari kota jakarta, "jelas masyarakat.
 
Masyarakat sangat kecewa dengan uang UED SP yang seharusnya di kembangkan kembali ke masyarakat agar bisa membanti perekonomian melalui simpan pinjam dan berharap agar pihak Kejaksaan Negeri Inhu dapat kembali memberikan Hak kami masyarakat karena dulunya uang itu adalah milik masyarakat melalu simpan pinjam kesal masyarakat.
 
Planing yang kurang matang dan unsur terlalu di paksakan untuk membeli bus itu terlihat, karena bus sekolah yang belum jelas di terima oleh pihak perusahaan PT inecda untuk bekerja sama dengan pihak bumdes untuk saat ini sudah dua bulan berjalan dan terparkir di halaman rumah Amad salah seorang anggota Bumdes dan sudah berapa kerugian desa selama dua bulan tidak ada masukan ke kas bumdes dengan anggaran 360 juta.
 
Dan jika di putarkan uang itu di tengah masyarakat, seperti dulunya melalui simpan pinjam sudah berapa keuntungan bumdes selama dua bulan, dan jelas kata pepatah seperti nya ada udang di balik rempeyek, dan masyarakat sudah menanyakan ke BPD sebagai perwakilan masyarakat kebapa uang masyarakat tersebut di beli kan ke bus dan bukan di putarkan kembali ke masyarakat melalui unit simpan pinjam, "terang masyarakat yang tak ingin di sebutkan namanya.
 
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Drs Suherman menjelaskan bahwa rencana pembelian bus sekolah itu telah melalui rapat antara 3 orang BPD 3 Kepala Dusun, Kepala Desa Dan Ketua Bumdes, namun setelah keputusan penetapan pemiihan jenis bus yang akan di beli dari tiga bus yang di pilih bus, kadus satu Ridwansyah yang menang dengan harga 360 juta dan sejak itu saja tidak ikut ikut dalam pembelian karena rincian dan harga bus terlalu mahal dan rincian pengeluaran nya tidak jelas. "Terangnya.
 
Menyikapi tentang kenapa dalam pembahasan pembelian bus tidak melibatkan unsur masyarakat seperti RT, RW, perangkat kantor desa sekdes, kaur, toko masyarakat karena masa sekarang harus mengikuti protokol kesehatan covid 19 tidak boleh mengumpulkan orang terlalu banyak," himbaunya. (kusjul/sl)