PEKANBARU (RIAU), suaralira.com -- Indonesia Law Enforcement Monitoring (INLANING) melaporkan dugaan Tindak Pidana Korupsi ke Kejaksaan Tinggi Riau dalam hal pengelolaan dana Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) Desa Pangkalan Baru Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar Prov Riau.
Direktur INLANING, Dimpos Tampubolon mengungkapkan, laporan telah dilayangkan pada 25 Juni 2020 lalu. "Kami meminta Kejati Riau mengusut dugaan korupsi dalam pembangunan KKPA tersebut," tegas Dempos, Selasa (7/7/2020).
Dimpos mengurai dugaan korupsi yang diperkirakan merugikan Negara lebih dari Rp 100 miliar tersebut merupakan rentetan penyimpangan yang dilakukan oleh oknum di perusahaan plat merah itu.
Dikatakan Dimpos, ada 4 hal yang menjadi fokus laporan, yaitu pertama, diduga ada penyalahgunaan keuangan kredit KKPA oleh oknum PTPN V dalam pembangunan kebun KKPA atas kredit sebesar Rp 54 Milyar pada Bank BRI Agro Pekanbaru.
“Dana Rp 54 Milyar habis, tetapi kebun tidak dibangun dengan baik. Hal ini terbukti dari kondisi fisik kebun dan sarana prasarana kebun seperti jalan poros, jalan blok, dan gorong-gorong yang tidak layak. Akibatnya, Negara (PTPN V) harus menanggung pembayaran kredit pada Bank BRI Agro, karena hasil produksi kebun kelapa sawit Pola KKPA yang dibangun PTPN V adalah kebun gagal,” terang Dimpos.
Bahkan 100 hektar dari lahan KKPA tersebut puso (gagal tanam), akan tetapi Sertifikat Hak Milik (SHM) dari lahan tersebut tetap diagunkan di Bank Mandiri Palembang. “Ini artinya lahan puso tetap dibebani hutang dan dana pembangunan lahan puso tersebut kemana?,” ujar Dempos.
Kedua, kita menduga ada penggelembungan kredit pada saat pengalihan kredit dari Bank BRI Agro Pekanbaru ke Bank Mandiri Palembang, karena kredit awal sebesar Rp 54 Milyar, setelah 10 tahun berjalan, bukannya berkurang tetapi malah tambah besar menjadi Rp 83 Milyar pada Bank Mandiri Palembang.
Ketiga, terhadap besarnya kredit yang dicairkan oleh Bank Mandiri Palembang, kami menduga ada permainan, karena sangat tidak masuk akal, kebun gagal dengan produksi rata-rata sekitar 320 ton/ bulan pada tahun 2013, bisa dicairkan kredit sebesar Rp 83 Milyar dengan cicilan kredit Rp 900 juta lebih perbulan. Pencairan kredit sebesar Rp 83 Milyar tersebut masuk ke rekening PTPN V.
Pencairan kredit yang tanpa Appraisal dari konsultan independen, dan tanpa hasil penilaian fisik kebun oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar atau Provinsi Riau, menimbulkan kerugian Negara yang sebesar itu, karena kemampuan bayar Kopsa-M sangat minim akibat produksi kebun tidak sampai 0,5 ton/ bulan.
“Perkiraan kita, hingga berakhir kredit pada tahun 2023, Negara (PTPN V-red) akan menanggung kerugian lebih dari Rp 100 Milyar, karena PTPN V merupakan penjamin (Avalist) berupa Corporate Guarantee atas hutang tersebut,” ungkap mantan Ketua Forum Wartawan Kampar (FWK) tersebut.
Keempat, kita menduga ada penyalahgunaan keuangan kredit pada Bank Mandiri Palembang, karena sesuai dengan Perjanjian Kerjasama No 07 tanggal 15 April 2013, kredit sebesar Rp 83 Milyar tersebut sebagian diperuntukkan untuk perbaikan kebun KKPA dan sarana prasarana kebun KKPA. Akan tetapi faktanya, dana tersebut tidak dipergunakan untuk perbaikan kebun KKPA dan sarana prasarana kebun KKPA Kopsa-M.
“Untuk apa dana tersebut digunakan, Kopsa-M sampai hari ini tidak mendapat penjelasan apapun dari PTPN V,” tandas Dimpos. ***(rls/FPII Korwil Pekanbaru))